CHAPTER 5

86 1 0
                                    

Keesokan harinya, Luna terlihat pulas tidur di atas sebuah sofa di ruang keluarga. Dengan menggunakan setelah bathrobe karena semalam gadis tersebut mendapat tawaran untuk tidur bersama Bibi Chan setelah menumpang di kamar mandinya guna membersihkan badan.

Sebenarnya, Bibi Chan juga sudah menawarkan kamar lain agar Luna bisa istirahat dan tidur dengan nyenyak. Namun, Luna menolak dengan alasan tak ingin merepotkan wanita paruh baya itu untuk membersihkan kamar lain. karena saat itu, waktu sudah menunjukan pukul tengah malam.

"Luna..."

Seketika gadis itu mengerjap sadar dari tidurnya, saat ia mendengar dengan jelas suara seseorang ia kenal memanggil namanya.

"A... Apa yang terjadi, sayang? Kenapa kau tidur di luar? Dimana Alvin?" tanya Maria, sang mertua sekaligus Ibu dari Alvin.

Luna memucat, ia cukup kebingungan memikirkan jawaban atas pertanyaan yang mertuanya lontarkan. "Aku... Itu aku..."

"Dia lari semalam."

Spontan Maria dan Luna melirik ke satu arah yang sama.

"Dia takut padaku, itu sebabnya dia tidur di sini." imbuh Alvin berbohong.

Pernyataan Alvin memang sukses membuat Maria percaya. Lain dengan Luna yang justru heran bercampur kesal setelah mendengar alasan kebohongan dari suaminya tersebut.

"Ahhh, Mama mengerti. Bagaimana pun kalian belum sepenuhnya saling mengenal. kalian berdua pasti merasa canggung. Benarkan?"

Tatapan sinis Luna terus mengarah pada Alvin. Gadis itu tak mendengarkan ucapan Maria.

"I... Iya, ka... Kami masih belum terbiasa. tapi aku dan Luna akan terus berusaha."

Apa ini? Kenapa ucapan Alvin begitu lembut dan meyakinkan di hadapan Ibunya. Tidak hanya tampan, Alvin ternyata juga memiliki kelebihan lain seperti berakting. Padahal semalam dengan jelas Alvin mengusir Luna, menusuk gadis tersebut dengan mulut tajamnya. Alvin juga sama sekali tak memberikan kesempatan pada Luna yang sudah bersusah payah menggodanya.

Sejenak Alvin melirik kearah Luna sambil melempar senyum penuh kehangatan, "tunggu apa lagi? Pergilah ke kamar dan bersihkan dirimu sekarang." titah Alvin lembut.

"Iya Luna, kau harus bekerja sama dengan Alvin agar keluarga kita bisa cepat memiliki keturunan." seloroh Maria menggoda.

Seringai misterius Luna tercipta, ia menganggukkan kepala kemudian mengalihkan pandangan kearah Alvin sambil berkata. "Ya, Mama benar. Alvin sangat liar, hingga membuatku ketakutan semalam."

Maria terkekeh, sedangkan Alvin sendiri sukses di buat tercengang setelah mendengar pernyataan Luna yang kini memberatkannya.

"Ma, itu tidak..."

"Mama percaya? Gaun pernikahan ku sampai robek. Dia benar-benar seperti psikopat semalam." sela Luna menjelaskan.

Memang hal ini seharusnya tidak usah Luna jelaskan. tapi kebohongan Alvin yang bertujuan mengamankan posisi agar tidak di marahi cukup membuat Luna geram. Maka dari itu, sekalian saja Luna mengikuti permainan yang Alvin buat sekarang.

"Anggap saja ini balasan atas tindakanmu semalam," batin Luna menatap Alvin sambil tersenyum licik.

Lagi-lagi Alvin di buat tidak percaya dengan tindakan istrinya. sebagai seorang yang belum mengenal Luna lebih dalam, Alvin terkejut dan keheranan menyaksikan aksi Luna yang terang-terangan.

Kebohongan Alvin justru membuahkan hasil yang membuat dirinya serasa di permalukan. Entah apa yang akan Maria pikirkan? Jelasnya. Alvin merasa sangat ingin bermigrasi ke planet lain setelah Luna berhasil memutar balikan keadaan sekarang.

"Dasar pria gila, dia bahkan berani berbohong di hadapan Ibunya. Padahal sudah jelas dia mengusir ku semalam." gerutu Luna sambil menjatuhkan dirinya di ranjang setelah sebelumnya Alvin menyuruh wanita tersebut untuk masuk kedalam kamar dan membersihkan diri. "Ah..." Luna melenguh sakit, saat merasa ada sesuatu yang mengganjal di bagian punggungnya, "Apa ini? siapa yang menaruh bingkai foto di sini?" Luna membalik bingkai tersebut guna melihat gambarnya, "Hah?" Luna tercengang, rahangnya mengeras dengan emosi yang mencuat. "Beraninya dia memandang foto wanita lain, saat ia sudah menjadi suamiku! Sialan!" Pekik Luna mengumpat.

Di lantai dasar, Alvin mulai mempertanyakan maksud dan tujuan Maria datang. Karena di jaman sekarang, segala sesuatunya sudah bisa di akses hanya melalui media ponsel. Karena sudah sepantasnya Alvin dan Luna-lah yang harusnya datang menemui kedua orang tuanya.

"Mama hanya ingin mengatakan ini padamu, Luna adalah gadis yang di besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Hidupnya juga sangat berkecukupan." sejenak Maria meraih tangan sang buah hati, "jangan mempermalukan keluarga. Kau harus memanjakan Luna lebih dari yang biasa ia dapatkan dari keluarganya. Sayangi dia, cintai dia seperti kau mencintai mantan kekasihmu. Cepat lupakan Laura. Mama tidak ingin kau menjadikan Luna sebagai objek untuk melupakan masa lalu."

Alvin hanya terpaku. Ia harus menjawab apa? Karena pada kenyataannya pernikahan itu Alvin iyakan hanya untuk melupakan masa lalunya. Dalam hal ini Alvin memanglah sangat egois, pernikahan yang sakral sudah Alvin anggap remeh. Sebagai perumpamaan, Ia justru menyeret Luna dan memanfaatkannya hanya demi keuntungan pribadi.

"Kau mengerti, Alvin?"

Pria itupun menganggukkan kepalanya perlahan. Meskipun Alvin sendiri tak yakin, entah sampai kapan ia akan memanfaatkan istrinya dan menyakiti gadis cantik itu secara perlahan. Kenyataannya, sikap Alvin, gaya bicara dan hal lainnya sukses membuat Luna kesakitan. walaupun, gadis tersebut tak pernah menunjukan keterlukaannya.

"Awas saja, aku akan memberikan pelajaran padanya." Setelah membersihkan badan, Luna menatap pantulan tubuhnya di depan cermin. salah satu kebiasaan Luna yang terbilang unik. Ia akan berbicara pada dirinya sendiri, sambil menilai kecantikan wajah dan tubuhnya yang sempurna. "Lihatlah?" Luna mengelus pipinya perlahan, "wajahku bahkan hampir tak memiliki noda jerawat, pori-pori ku juga tertutup dengan sempurna. Tidak ada alasan untuk Alvin tidak tertarik." Luna memutar badannya sambil memundurkan langkah, agar seluruh tubuhnya dapat terlihat di dalam cermin. "Lekuk tubuhku, dadaku juga tidak kecil. Kulitku juga sudah seputih salju. Kenapa ia sama sekali tidak tergoda!" Emosi Luna kembali mencuat, "Dasar pria bodoh. Tidak tahu diri. Aku bahkan tak bisa berhenti untuk tidak berkata kasar padanya." rengek Luna memelas.

Permainan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang