CHAPTER 12

45 1 0
                                    

Setelah beberapa jam berlalu. Luna pun beranjak dari tempat tidurnya. Ia merasa sangat pusing akibat terlalu lama menangis. Gadis cantik itupun sedikit merasa penasaran, karena sejak Alvin berteriak meyakinkannya, Luna pun langsung tak mendengar lagi suara pria tersebut.

"Ahhh..." Luna menyeka air matanya perlahan, "Apa dia sudah pergi?" Batin Luna bertanya-tanya.

Gadis cantik berkaki jenjang itupun melangkah mendekati pintu. sejenak Luna menempelkan daun telinganya pada pintu tersebut guna memastikan, jika Alvin sudah benar-benar tidak berada di sana.

Kleak... Luna menekan gagang pintu perlahan, lalu sedikit menariknya sambil melirik ke kiri dan ke kanan.

"Benar saja, dia memang sudah pergi. seharusnya aku tidak berharap Alvin akan lebih berusaha untuk meyakinkanku. Lagi pula, siapa memang dia?" Luna membuka lebar pintu, menyandarkan tubuh indahnya di tembok sambil melipat tangan. "Hubungan kami hanyalah sandiwara. Kebahagiaan itu adalah kebohongan! Dia sama sekali tidak bisa di ajak untuk bekerja sama!" gerutu Luna bergumam.

Prankk... Luna tersentak, spontan wanita cantik itu langsung melirik ke sumber suara dengan ekspresi terkejut tidak percaya. "A... Alvin?"

"Hey..." senyum lebar Alvin tercipta, dengan penampilan berantakannya Alvin melangkah menghampiri Luna sambil sempoyongan. akibat minuman beralkohol yang di konsumsinya dalam takaran banyak. "Kenapa kau di luar? bukankah kau sedang marah?" Grep... tubuh Alvin yang tidak stabil bahkan hampir jatuh dalam pelukan Luna.

"A... Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mabuk?" tanya Luna terbata.

"Ini adalah caraku untuk menenangkan diri, kau tahu? Ini semua benar-benar membuatku gila. setidaknya, aku harus mempersiapkan diri untuk di salahkan, atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan."

"What?" Luna meraih tangan Alvin, dan meletakannya di atas bahu untuk memapah pria jangkung tersebut masuk kedalam kamar. "Kau meracau, sebaiknya kau istirahat."

"Tidak!" Alvin langsung menolaknya spontan. "Kau sama sekali tidak berhak baik kepadaku, aku ini sudah melukai perasaanmu!" tegas Alvin dengan pikiran yang sulit untuk di kendalikan.

Luna hanya tersenyum tipis, membalas apa yang Alvin katakan. Pernyataan Alvin memang selalu terdengar menyakitkan, sekalipun dalam keadaan tidak sadar.

"Kau harus tahu ini, jalang. Itu memang sebutan yang pantas untuk kau tunjukan pada, Laura. Ia bahkan memilih untuk tidur dengan pria lain setelah aku dan dirinya berkencan!"

Menyakitkan, itulah yang sedang Luna rasakan. setiap kali Alvin menyebut nama wanita itu, ia seolah menghujamkan peluru yang menembus dan melukai relung batin Luna. Namun, untuk saat ini Luna tidak bisa menyalahkannya. Mengingat Alvin sedang berada dalam pengaruh minuman keras yang membuat pria itu sulit untuk mengendalikan dirinya.

Luna mendudukan Alvin di bibir ranjang, gadis cantik itu bahkan membuka sepatu Alvin lalu menaikan kakinya keatas untuk menyuruhnya segera terlelap.

"Tunggu," Alvin menggenggam tangan Luna, saat sang istri hendak berlalu dari hadapannya.

"A... Apa?" tanya Luna terbata.

Alvin menarik tangan Luna perlahan, ia menyuruh Luna duduk di sebelahnya lalu berkata, "Apa kau marah padaku?"

"Ma... Marah?"

"Aku sama sekali tak menipumu! Aku sama sekali tak mengkhianati pernikahan kita meskipun aku tidak mencintamu!" Alvin menempelkan tangannya di wajah cantik Luna, mengelus pipinya hingga sukses membuat jantung Luna berdebar. "Kenapa kau selalu saja mengganggu pikiranku? Bahkan setiap kali aku melakukan hal kejam padamu, aku selalu merasa bersalah. Kenapa Luna? Apa yang sudah kau berikan padaku? Setiap kali aku memejamkan mata, wajahmu cantikmu selalu terlihat menguasai pikiranku."

"Ca... Cantik?" Luna tersenyum nanar, wajahnya merona seketika kala Alvin memuji parasnya.

"Ya, kau memang cantik. Bahkan siapapun pasti akan bertekuk lutut padamu! Pengaruh sosialmu juga bagus, kenapa kau justru malah menyiksa diri dengan membuang-buang waktu untuk tertarik pada pria brengsek sepertiku?"

"Karena aku mencintaimu!"

Deg... Alvin tertegun, sejenak ia mengerjap memulihkan penglihatannya yang mulai kabur. "Ci... Cinta?"

"Kenapa? Apa aku dilarang untuk mencintai suamiku sendiri?"

Alvin menggelengkan kepalanya, ia menarik tangannya dari Luna spontan lalu memukul dadanya sendiri perlahan. "Sial! Aku berdebar! ucapanmu seperti sihir!"

Luna memperdalam tatapannya, ia mengelus wajah Alvin penuh kelembutan lalu berkata. "Apa itu artinya kau juga mencintaiku?"

"Tidak," tukas Alvin datar.

"Munafik!" Luna langsung meraup bibir Alvin tanpa permisi, entah usahanya kali ini akan berhasil atau tidak. Namun, Luna sangat yakin. Setelah mendengar pernyataan dari pria tersebut, Alvin kini sudah mulai menyimpan sedikit rasa ketertarikan padanya. Meskipun Alvin sendiri masih enggan untuk mengakui.

Satu hal yang membuat Luna tidak percaya. saat sentuhan bibir lembutnya dapat di terima dengan baik oleh Alvin. Benar! Pria itu kini membalas ciuman Luna dengan penuh kelembutan, Alvin bahkan jauh lebih dominan saat Luna sendiri sudah kewalahan mengimbangi gaya penyatuan Alvin yang sedikit liar.

Tangan Alvin bergerak menelusur kulit indah Luna. Ia senantiasa memperdalam ciuman, kala Luna berhasil membangkitkan hasratnya.

"Mungkin ini saatnya," batin Luna saat ia mulai terhempas di atas ranjang dan Alvin menindih tubuhnya.

Penglihatan Alvin sama sekali tak berubah, meskipun ia sedang dalam pengaruh Alkohol. Luna masih tetap menjadi prioritas dalam otaknya, meskipun sebelumnya Laura lah yang menguasainya. Benarkah Alvin sudah melupakan masa lalunya? dengan Luna sebagai penggantinya?

Entahlah, yang jelas. Alvin benar-benar sudah tidak bisa menahan hasratnya. Pengaruh Alkohol sangat begitu besar, tidak hanya kesulitan untuk mengendalikan diri. Alvin juga di di buat kesulitan untuk mengendalikan perasaan, saat hati dan perasaanya berhasil Luna buat tidak karuan.

Dress yang Luna kenakan mulai Alvin lucuti. sesekali Alvin kehilangan kesabaran dan merobek pakaian yang Luna kenakan. saat Alvin kesulitan untuk membuka lapisan tersebut.

Luna bahkan sampai di buat kegelian. sepertinya, ini memang bukan pertaman kalinya untuk Alvin. Karena sejak awal permainan, Alvin memang sudah sangat begitu mahir.

Aura mabuk Alvin terlihat begitu melekat, saat Luna memandang wajah tampannya yang sedikit merona dan tatapan Alvin yang nampak kosong.

Gugup, rasa itu kian membebani Luna sekarang. Bagaimanapun ini adalah pengalaman pertamanya. Pertama kali juga, Luna di haruskan telanjang bulat di hadapan seorang pria yang kini telah mengecupi seluruh tubuhnya dengan penuh hasrat. Apalagi, pria itu adalah Alvin. sesosok suami yang benar-benar Luna gilai.

"A... Apa kau bisa pelan sedikit?" ucap Luna terbata.

Apalah arti pelan? Apa seseorang yang sudah di selimuti oleh kabut nafsu dan berada dalam pengaruh minuman keras dapat menerima saran. Tidak! Alvin justru melakukannya dengan sangat liar. bahkan saat pria itu memainkan lidahnya di atas dua gundukan Luna. Alvin tak segan untuk menggigit dan meninggalkan tanda kemerahan di sana.

"Ahhh..." Luna melenguh, ia merasa dirinya berada di atas awan. rasa sakit dan kenikmatan yang Alvin begitu mendominasi.

tangan Alvin bergerak menuju ke pusat inti, pria itu mengelus dan sesekali meneroboskan satu jarinya kedalam milik Luna hingga lagi-lagi Alvin berhasil membuat Luna berteriak merdu menikmati sentuhannya.

"Mmmm, sakit." lirih Luna mencengkram sprei di bawah tubuhnya.

Alvin tak mengendahkan keluhan Luna. Ia justru semakin liar, bermain-main di sana. untuk membuat pelumas alami guna memudahkan Alvin untuk memanjaka kelelakiannya.

Dipotong...

Permainan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang