CHAPTER 7

64 1 0
                                    

Apa sebutan yang cocok untuk hubungan yang sedang Alvin dan Luna jalani sekarang? Pasangan suami istri? mereka bahkan belum pernah tidur seranjang meskipun waktu sudah berjalan tiga hari lamanya, setelah gelar pesta pernikahan.

Pada malam kedua, Alvin memilih untuk tidur di kamar lain meninggalkan Luna seorang diri di sana. sedangkan pada malam ketiga, saat pria itu sudah mulai menjalani rutinitasnya dalam bekerja. Alvin memilih pulang pada pukul dini hari, guna menghindar dari sang istri yang terus saja berusaha mengambil simpatiknya.

Dalam hal ini, Alvin cukup tegas. saat mulutnya menolak perasaan Luna, ia pun tak tinggal diam. Alvin sengaja menjaga jarak dan tak ingin memberikan sebuah harapan palsu hingga membuat istrinya semakin terbelenggu.

Alvin sangat tidak percaya diri. Bukan menolak untuk move on. Ia hanya tak ingin membuat Luna semakin terikat oleh cinta yang gadis itu miliki. Mungkin bisa di katakan, Alvin takut jika Luna terluka. Sedangkan Alvin sendiri tak bisa memaksakan atau membohongi perasaannya yang masih terjebak dalam siluet Laura.

"Nyonya, ini sarapannya." ucap Bibi Chan sambil menyiapkan hidanga tersaji dalam hamparan menu makanan yang cukup banyak.

Luna memang masih menjalani kehidupan sama seperti di rumah kedua orang tuanya. meskipun, ada sedikit perubahan. lantaran di hunian barunya sekarang, ia merasa jika hanya Bibi Chan-lah yang memperdulikannya.

"Alvin dimana? apa ia tidak pulang semalam?" tanya Luna sambil memainkan sendok di atas piring hidangannya menatap kearah Bibi Chan.

"Tuan Muda, sudah pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Ia juga tidak menyentuh sarapannya sama sekali, Nyonya."

Kekesalan di hati Luna mulai tumbuh kembali. Ia pun sudah menyadari jika Alvin memang sedang menghindarinya setelah keduanya berbincang pada waktu lalu dan Luna menyatakan perasaannya.

"Lawan ku ini, sepertinya cukup sulit." gumam Luna sambil mengarahkan sepotong bistik kearah mulutnya.

"Alvin... Apa kau di dalam?"

Bibi Chan dan Luna saling menatap heran setelah keduanya mendengar suara teriakan dari seseorang di luar.

"Siapa itu? Kenapa dia mencari Alvin?" Luna beranjak dari meja makan melangkah menuju pintu utama.

"Alvin, aku sudah kembali. Dimana kau sekarang?"

Suara yang Luna dengar makin menguat, termasuk rasa penasarannya.

"Tidak, Nyonya. Jangan di buka. Bibi rasa itu adalah Nona Laura."

"Laura?"Luna mengerutkan dahinya, menatap Bibi Chan dalam-dalam. "Laura siapa?"

"Euu itu, dia... Dia..." Bibi Chan terbata, kegugupannya justru semakin membuat rasa ingin tahu Luna semakin mencuat.

Di tempat lain, Deon terus saja menggerutu pada seluruh bagian pekerja yang menangani Advertising. Atau bisa di sebut dengan jasa pengiklanan. Melalui media informasi ataupun platform prabayar.

Seluruh kinerja mereka memang cukup bagus. Dari mulai persiapan hingga lapak iklan yang akan menyampaikan informasi terkait produk. satu hal yang membuat Deon geram adalah, mereka semua justru menunjuk Laura Devian untuk menjadi salah satu Brand Ambasador produk yang akan perusahaan itu luncurkan.

Perusaan Deon yang bernaung di bidang transportasi dan Alvin adalah penyalur investasi terbesar dalam launching komoditas tersebut.

"Sial, cepat putuskan kontrak dengan Laura!" pekik Deon mengomel pada Sandy sekertarisnya.

"Tidak semudah itu, Tuan Deon. Pemutusan kontrak sepihak tanpa adanya alasan yang jelas dapat memperberat pihak perusahaan. pihak Laura Devian bisa menuntut denda." sahut Sandy memperingati

"Aku tidak perduli. Apa kau ingin Star Marco Group menarik investasinya?!"

Bukan hanya itu saja, Alvin pasti sangat marah jika mengetahui hal ini. karena setahu Deon, pria itu sangat membenci Laura meskipun Deon juga tahu jika Alvin belum bisa sepenuhnya dapat melupakan mantan kekasihnya. Dan bagaimana jika keluarga Luna tahu? Bahkan jika di bandingkan dengan perusahan yang Ayahnya Luna miliki. Perusahaan Deon masih belum ada apa-apanya.

"Tapi, ada sebuah media yang mengabadikan momen pertemuan Tuan Muda Juliand, dengan Laura."

Deon terperangah, "Kau bercanda?"

"Tidak, aku serius." Senejak Sandy mengeluarkan ponsel guna menunjukan sesuatu pada bosnya tersebut, "Ini. kau bisa melihatnya."

Sulit untuk Deon percaya.  Bagaimana bisa apa yang baru saja ia lihat terjadi? sedangkan yang Deon ketahui Alvin sangat menyimpan begitu besar rasa kecewa terhadap mantan kekasihnya.

Entah bagaimana pertemuan itu terjadi. Jika saja semua itu di biarkan, bukan hanya Alvin yang akan terkena masalah. Deon dan perusahaannya pun bisa terkena getahnya. Mengingat koneksi Luna dan keluarganya cukup berpengaruh besar dalam dunia perbisnisan.

"Atur pertemuanku dengan Alvin sekarang!" ujar Deon memerintah.

Ekspetasi Deon sangatlah tinggi terhadap komoditasnya. jika setitik saja Alvin membuat kesalahan, pria itu benar-benar akan menghancurkan karirnya. Terlebih, dampak dari skandal yang Alvin lakukan pasti akan membuat prodak Deon di ragukan oleh konsumen pasar. Dan lebih parahnya, harga saham akan meurun secara drastis. mengingat, Alvin sudah menjadi menantu dari keluarga yang kekuasaannya sedikit lebih besar dari apa yang pihaknya miliki.

Permainan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang