"Hei kamu, Ronny! Kemari!"
Namanya Pak Asep, selaku wali dari salah satu kelas tingkat tiga. Pria berkopiah hitam, di usia empat puluhan itu, memanggil seorang murid yang sedang berdiri, bercengkrama dengan beberapa kawannya.
"Iya Pak? Apa yang bisa saya bantu?"
"Mengenai Didin, kamu mengenalnya kan?"
"Iya pak, tentu saja. Dia teman sekelas dan hampir semua anak juga pasti mengenalnya." Tentu dalam hal ini adalah dari sisi negatif, pikirnya.
"Apakah kamu mengetahui sesuatu mengenainya, setidaknya minggu lalu, sebelum dia tidak masuk sekolah beberapa hari ini?"
Pemuda itu berhenti sejenak, dia berpikir.
"Saya mendengar sesuatu Pak... Itu mengenai perkelahian Didin dengan seorang murid baru."
"Ah benarkah?!"
"Tapi ini berdasarkan kabar dari mulut ke mulut Pak. Untuk saksi mata sendiri yang tau pasti kejadiannya, saya tidak mengetahuinya pasti."
"Perkelahian ya... Apakah itu sesuatu yang serius..." Pria itu bergumam.
"Kami sempat mengamati Didin pak. Sekilas hari itu, tidak ada yang aneh dengannya. Secara fisik, meski hari itu ada rumor mengenai perkelahian, kami tidak melihat adanya luka atau sejenisnya. Hanya saja perilakunya yang cenderung, terlihat jengkel. Ah, maksudnya dia kali itu tampak dalam suasana hati yang buruk."
"Hmm... Begitu ya... Apa kamu punya pendapat kira-kira mengenai itu?"
"Pendapat ya..." Ronny berpikir beberapa lama sambil memandangi langit-langit. "Katanya sih Didin kalah berkelahi pak. Tapi jika karena itu lalu menghilang dari rumah selama lebih tiga hari, itu sedikit berlebihan saya rasa."
"Ok... Kalau begitu saya ingin kamu membantu, mencari informasi mengenai ini... Jika ada yang terbaru tolong bisa koordinasi dengan saya."
Pria itu pun pergi meninggalkannya.
"Hei Ron? Apa itu? Tentang si Didin kan?"
"Wow, ternyata rumor itu benar ya, kalau Didin menghilang? Sepertinya beberapa hari terakhir ini terlalu sering hal mencolok terjadi kan?"
"Tapi kelas terasa lebih damai sih."
Ronny hanya menanggapi mereka dengan diam. Baginya Didin itu sendiri sudah mengerikan. Lalu sekarang harus terjerumus dengan masalah ini lagi, dia ketua kelasnya jadi terpaksalah.
Di senin pagi itu, di lantai kelas tingkat tiga, memang sedang merebak berita cukup menyita perhatian. Empat hari Didin tidak masuk sekolah tanpa kabar, di hari minggu juga dia tak pulang kerumah. maka itu hampir satu minggu lamanya pemuda itu menghilang. Semua orang tak ada kabar apapun mengenainya, bahkan Dino pun demikian. Pemuda itu kali ini begitu pendiam di sekolah, dari biasanya yang bermuka menyebalkan. Sedangkan Ando hari itu tidak masuk sekolah tapi dengan rujukan legal surat dokter.
Yah, tidak mudah murid-murid menebak, mengenai Ando dan Dino. Kabarnya sudah luas merebak, tersiar gamblang di media sosial.
Hanya saja kabar mengenai Didin sendiri, cukup senyap, baru ramai senin pagi itu. Namun tidak begitu tersiar ke para murid tingkat dua. Adapun itu tapi hanya segelintir saja.
***
Sejak usia sepuluh tahun, Latihan keras itu sudah dimulai. Gedung pelatihan, dengan beberapa samsak bergelantung, juga ring tinju, adalah rumah keduanya. Di tempat itu hampir setiap hari Didin terkapar penuh lebam. Tidak ada jeda, dia terus dihantam oleh seseorang, yang dipanggil kakak olehnya, keluarga terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMBURU 2 JAMAN
ActionRendanu seorang pendekar muda, hidup sebagai pemburu demit dalam peperangan abadi antara dua dunia. Dia linuwih dalam kanuragan, dia seorang pejuang, bersama kelompoknya, ratusan demit pun ditumbangkan. Pada saatnya semua lenyap, Rendanu tiba-tiba t...