1 | Rencana Perjodohan

6K 419 22
                                    

***

DI SUDUT BALKON sebuah rumah bertingkat dua, terlihat seorang gadis yang duduk termenung. Semilir angin senja membelai wajah cantiknya sementara kilau jingga menemani kesendirian gadis itu. Tatapannya tampak kosong. Meski layar laptop berada di hadapannya, namun pikirannya seolah melayang entah ke mana. Tak lama gadis itu menutup laptopnya dan berjalan masuk ke dalam kamar. Ia pun membaringkan tubuhnya di kasur, tatapannya masih sama -seolah sibuk memikirkan sesuatu. Namun belum lama gadis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, sebuah suara dari luar kamar terdengar memanggil-manggil namanya.

"Non Zula! Non!"

Gadis itu beranjak membuka pintu kamar dan mendapati seorang wanita tua dengan senyum khasnya.

"Apa sih, Bi? Rame banget.."

"Nona dipanggil Nyonya di bawah."

"Emang ada apa, Bi?"

Wanita yang dipanggil 'bibi' itu hanya menggeleng, wajahnya pun tampak bingung. "Bibi juga ndak tahu, Non. Bibi cuma disuruh nyonya buat manggil Non Zulaikha ke bawah."

"Sekarang Mama ada di mana?"

"Di ruang kerja, Non."

Zula pun langsung berjalan menuju ruang kerja mamanya yang berada di lantai satu. Sesampainya di depan pintu ruangan, pandangannya mendapati seorang wanita yang tengah duduk di meja kerjanya. Di atas meja terdapat tanda pengenal 'Mrs. Zeeshansyah' dan sudah dipastikan nama itu adalah nama wanita yang saat ini duduk di meja kerja itu. Saat akan memasuki ruangan, terdengar suara telepon rumah berbunyi, Zula pun mengurungkan niatnya untuk masuk. Ia melihat mamanya sedang melakukan percakapan singkat dengan si penelepon. Namun tak lama wanita itu menutup telepon dengan raut wajah kesal. Zula menarik napas, ia paham kondisi mamanya saat ini, ia sedang tidak baik-baik saja. Ia pun berencana untuk kembali ke kamar, namun urung saat melihat sang mama menundukkan kepalanya. Ia kasihan.

Pelan Zula mengetuk pintu dan masuk ke dalam. Wajah mamanya terlihat mengulas senyum melihat kedatangannya, "akhirnya kamu datang juga, Nak. Ayo, sini duduk."

"Kenapa mama manggil aku? Ada yang penting?" ucap Zula duduk di hadapan sang mama. Sorot matanya memperhatikan ekspresi wajah cantik mamanya yang kini terlihat sendu.

Nyonya Zee menarik napas, "mama ingin kamu mempertimbangkan lagi permintaan mama.."

Zula tak langsung menanggapi ucapan mamanya, kilat matanya berubah kesal. Gadis itu hanya menggeram selama beberapa saat kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela ruangan yang menghadap langsung ke arah kolam ikan di samping rumahnya. Seketika matanya menangkap dua ekor burung kenari yang terbang tak jauh dari kolam ikan. Tak lama keduanya langsung terbang menjauh. Zula melihat kejadian itu dengan tatapan sendu.

"Apa ga ada pilihan lain, ma?"

Nyonya Zee menggeleng pelan, matanya menatap lembut ke arah putri satu-satunya itu, "mama mohon kamu mengerti keadaannya, Zula. Kamu bisa temui dulu orangnya, dia pria yang baik dan mama yakin kamu akan bahagia bersama dia."

Hening mendera keduanya, beberapa saat tak ada jawaban dari Zula. Nyonya Zee mengira ia akan langsung mendapat bantahan dari anaknya itu. Nyatanya, gadis itu hanya diam dengan tatapan sendu ke arah jendela.

"Aku belum bisa ngasih keputusannya sekarang, Ma." ucap Zula pada akhirnya. "Aku butuh waktu."

Nyonya Zee tersenyum, ia mengambil tangan Zula dan menciumnya lembut. Perlahan air matanya mengalir, "mama minta maaf sama kamu. Mama lakukan ini semua demi..."

Belum usai Nyonya Zee menyelesaikan perkataannya, Zula menarik kedua tangannya dan segera berdiri dari duduknya, "Aku mau ke kamar dulu ya, Ma. Aku butuh waktu buat sendiri," Zula pun pergi dari ruangan kerja, meninggalkan Nyonya Zee yang masih tertegun.

Nyonya Zee melihat kepergiannya putrinya dengan tatapan kalut, air matanya kembali mengalir. "Maafkan mama, Nak. Ini mama lakukan demi kebaikan kamu.."

***

Dua hari yang lalu..

Zula mematut dirinya di depan cermin. Ini kali pertama ia mengenakan hijab dan pakaian tertutup. Tangannya memegang bagian kepala, mendapati rambut hitamnya tak tergerai seperti biasa. Wajahnya terlihat heran dan sejujurnya kagum -akan perubahannya sendiri.

"Tuh kan, anak mama jadi keliatan lebih cantik kalau pakai jilbab," sebuah suara dari pintu kamar sukses membuat Zula terkejut. Wajahnya berubah cemberut.

"Ih, mama! Masa aku harus pakai ini, sih? Jadul banget deh, tuh liat." gadis itu pun memutar tubuhnya, "kayak ibu-ibu tahu ga?"

"Hush! Ga boleh ngomong kayak begitu." Nyonya Zee menghampiri anaknya, "kamu itu cantik kalau menutup aurat." ucap Nyonya Zee tersenyum memandangi pantulan wajah ayu putrinya dari cermin.

"Lagian kenapa sih, mama tiba-tiba minta aku pake pakaian kayak gini?" tanya Zula mulai melepas khimar yang sejak tadi ia pakai. Ia kemudian merapikan rambutnya yang terlihat berantakan, "Mama liatkan, rambut aku jadi berantakan kalau pakai itu! Udah gitu panas lagi. Zula ga mau ah pakai baju ini!"

Nyonya Zee menggeleng pelan, wajah teduhnya tampak tenang menghadapi sikap anaknya. "Nak, kamu harus belajar. Kan menutup aurat itu kewajiban bagi setiap muslimah, jadi kamu harus mau pakai jilbab."

"Ya ampun, mama! Sejak kapan sih, mama jadi religius kayak gini?" tatapan kesal jelas tergambar diwajah putih Zula. Ia jenuh terus mendengar ceramah sang mama. "Semenjak mama pulang umrah, kenapa jadi berubah sih! Apa-apa nyangkutnya tentang agama," Zula langsung menghempaskan tubuh kecilnya ke atas kasur dan melempar khimar yang sejak tadi ia gunakan. Nyonya Zee membelai rambut panjang putrinya dengan lembut.

"Kamu masih ingat pesan almarhum papa kan? Papa ingin kamu menjadi wanita shalehah dan ini adalah langkah awal yang bisa Zula lakukan untuk mewujudkan impian papa," ucap Nyonya Zee. "Pelan-pelan, Nak. Mama yakin Zula pasti bisa."

Zula tak menjawab, wajahnya sengaja ia benamkan di atas bantal.

"Oh iya, mama mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Apa?" tanya Zula tanpa mengangkat kepalanya.

Sebelum bicara Nyonya zee tampak menarik napas panjang, ada semburat keraguan dari raut wajahnya. Lama tak ada jawaban, Zula mulai mengangkat kepala dan mendapati tatapan sendu sang mama.

"Apa, ma?"

"Kamu ga keberatan kan kalau mama jodohkan dengan anak teman mama?" Dengan hati-hati Nyonya Zee mengatakan itu.

Mendengar ucapan Nyonya Zee yang tiba-tiba, sukses membuat Zula langsung bangkit dari posisinya. Tatapan matanya membulat, "Dijodohin? Mama pengen aku nikah apa? Mama bercanda?"

"Mama ga bercanda, sayang. Mama serius," ucap Nyonya Zee menatap putrinya lembut.

"Mah, usia aku baru 20 tahun! Aku masih kuliah, aku masih muda, aku pengen dikasih kebebasan untuk nentuin masa depan aku juga," ucap Zula mendehus kesal.

"Mama rasa semenjak kepergian papa, kamu butuh seseorang yang bisa menjaga kamu, Nak."

"Kan ada Adnan, Mah.."

"Kamu butuh suami, bukan seorang pacar, Zula!"

Zula tertegun mendengar ucapan terakhir mamanya.

"Mama mau kamu dijaga.."

"Tapi ma, aku cinta sama Adnan. Aku ga mau pisah sama dia, Ma.." suara Zula terdengar menahan tangis.

Nyonya Zee menghembuskan napas berat, sejenak ia memejamkan matanya dan tak lama berkata pelan, "mama kasih waktu sepekan buat Adnan. Kalau dia serius mau jagain kamu, mama tunggu keseriusan dia untuk menemui mama. Tapi kalau sampai sepekan ini dia ga ada niat baik dengan kamu, mama harap kamu mau mempertimbangkan lagi permintaan mama tentang perjodohan ini."

Usai mengucapkan itu, Nyonya Zee pergi meninggalkan Zula yang masih kalut dengan pikirannya sendiri. Gadis itu kembali mengusap air mata yang menetes di pelupuk matanya.

***

Mahabbah Cinta ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang