21 | Al'amal Alghariq

718 120 25
                                    

***

PERLAHAN LANGKAH KAKI Zula berjalan menuruni anak tangga menuju dapur. Di sana rupanya ada Bi Ijah yang sedang memasak makanan karena memang sebentar lagi masuk jam makan siang.

"Eh, Non Zula. Butuh sesuatu, Non?" Tanya Bi Ijah menghentikan kegiatannya menguleni tepung. Sepertinya ia akan membuat roti.

"Iya, Bi." Zula sedikit mengulas senyum. "Aku cuma mau ambil minum doang, kok."

"Non kan bisa panggil Bibi, nanti Bibi bawain ke atas." Ucap Bi Ijah masih khawatir dengan keadaan Zula yang baru saja beberapa hari lalu pulang dari rumah sakit setelah sebelumnya sempat dirawat inap sehari di sana. Meski hingga kini Bi Ijah tidak tahu sebab majikannya sampai masuk rumah sakit, namun Bi Ijah cukup senang dengan keadaan Zula yang semakin membaik.

"Kalau Zula bisa sendiri, kenapa harus ngerepotin orang, Bi. Ya kan?" Ucap Zula dengan segaris senyum tenangnya.

Bi Ijah sedikit mengangguk. Ia merasa bahwa kini Zula telah banyak berubah. Tak lagi semanja dan secerewet dulu.

"Ya udah, Zula mau ke atas lagi ya, Bi." Ucap Zula setelah mengambil 1 gelas air putih dari kulkas.

"Iya, Non."

Zula pun beranjak menuju tangga. Namun ia seketika melihat mamanya yang tengah duduk di ruang keluarga. Hal itu membuat Zula sedikit mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar. Gadis itu pun berjalan menuju mamanya yang masih sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya.

"Oh, hai sayang." Sapa Nyonya Zee menyadari kehadiran Zula di sampingnya.

Sejenak Zula memperhatikan layar laptop sang mama, "Mama sibuk banget kayaknya, mau Zula bantu?" Tawar Zula kemudian.

"Ga usah, Sayang. Mama bisa sendiri, kok." Nyonya Zee tampak mengulas senyum. "Kamu kenapa ga istirahat di kamar?"

"Bosen Mah di dalam kamar terus," Ucap Zula meneguk habis air minumnya.

Nyonya Zee hanya tersenyum. Setidaknya ia merasa tenang kini keadaan Zula sudah membaik.

"Ah iya, gimana sama kuliah kamu?" Tanya Nyonya Zee seolah membuka topik pembicaraan.

"Iya, Ma. 2 minggu lagi aku sidang skripsi," Jawab Zula meletakkan gelas minumannya di atas meja. "Doain ya, Ma. Semoga lancar sampai hari H."

Alih-alih menjawab, Nyonya Zee mengalihkan pandangannya ke arah Zula. "Pasti, Sayang. Mama pasti doain kamu."

"Makasih ya, Ma."

Nyonya Zee mengangguk dengan semburat senyum. Ia pun kembali meneruskan pekerjaannya. Sementara Zula berencana untuk kembali ke kamar. Sejurus kemudian suara bel pintu tiba-tiba saja terdengar. Dari arah dapur Bi Ijah tampak berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang tamu untuk membuka pintu rumah.

Ruang tamu dengan ruang keluarga tempat Zula dan Nyonya Zee duduk hanya terpisah oleh tirai bambu yang disusun melintang. Hal ini membuat baik Zula maupun Nyonya Zee dapat dengan mudah melihat orang yang datang dari celah-celah tirai bambu itu.

Begitu pintu rumah dibuka oleh Bi Ijah, seorang pria tampak sudah berdiri di depan pintu. Pria itu terlihat mengenakan setelan gamis putih panjang dengan arlogi hitam di pergelangan tangannya. Seketika pandangan Zula jatuh pada pemuda itu.

Mahabbah Cinta ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang