***
Keluar dari ruang rawat Adnan, Zula pun berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Ia berencana untuk segera pulang ke rumah. Namun saat tengah melewati karidor, langkah Zula terhenti. Tatapannya terpaku pada seorang pria yang tengah duduk di ujung lorong. Semakin di dekati, sosok itu justru terlihat semakin tak asing. Pria itu tampak tersenyum ke arahnya.
"Zayyan? Kamu di sini?"
Pria itu mengangguk kecil, "Iya."
"Sudah lama?" Tanya Zula sedikit canggung.
Zayyan melihat arlogi ditangannya, "Mm.. mungkin setengah jam yang lalu."
"A.. Kamu mau ketemu sama Adnan dan Nayra kan? Mereka sepertinya menunggu kedatanganmu, mau aku temani untuk menemui mereka-"
"Tidak perlu," Ucap Zayyan cepat. "Saya menunggu di sini saja." Suaranya terdengar setenang biasanya, namun kilat matanya jauh terlihat lebih sendu.
Zula yang telah mengetahui sikap Nayra pada Zayyan, hanya terdiam bingung. Ia menyadari kebencian yang Nayra tunjukan kepada Zayyan, cukup membuat pria itu semakin merasa bersalah. Namun di sisi lain, hal itu justru membuat Zayyan agak sedikit menjaga jarak dengan Nayra. Ia tidak ingin ada keributan di rumah sakit seperti yang sudah-sudah.
"Tadi saya sempat melihat kondisi Adnan dari luar ruangan, dia terlihat semakin membaik. Benarkan?" Tanya Zayyan kemudian.
Zula mengangguk senang, "Iya, alhamdulillah kondisinya semakin stabil dan dokter bilang 2 sampai 3 pekan lagi dia bisa pulang ke rumah."
Zayyan ikut tersenyum senang. Kabar membaiknya Adnan sejujurnya begitu menggembirakan hatinya. Bagaimanapun juga, ia sepenuhnya bertanggung jawab atas keadaan Adnan saat ini.
Sejurus kemudian Zayyan beralih memandang ke arah Zula yang masih menunduk di hadapannya. "Boleh kita mengobrol sebentar, Zula?" Tanya Zayyan tiba-tiba.
Zula terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk canggung, "Boleh."
Di luar dugaan Zayyan justru berjalan lebih dulu meninggalkan Zula, seolah meminta gadis itu untuk mengikutinya. Tanpa bertanya lebih lanjut, Zula berjalan agak jauh di belakang Zayyan. Rupanya pria itu mengajak Zula menuju sebuah kafe yang masih berada di sekitar rumah sakit.
Suasana kafe siang itu agak sedikit ramai dengan beberapa pengunjung lain yang terlihat memadati sebagian tempat duduk.
Tak lama Zayyan memanggil seorang pelayan dan memesan minuman untuknya dan Zula.
"Satu kopi latte dan secangkir cokelat hangat untuk dia," Ucap Zayyan mengalihkan arah pandangannya pada Zula. "Benar?"
Dari balik cadarnya Zula mengulas senyum disertai anggukan.
"Baik," Pelayan itu mencatat pesanan Zayyan. "Apa ada lagi?"
"Itu dulu."
"Baik, mohon ditunggu ya."
Pelayan itu pun berlalu dengan membawa pesanan mereka berdua.
"Apa yang mau kamu bicarakan?" Tanya Zula sedikit gusar.
Sejujurnya gadis itu agak khawatir, sebab tidak ahsan (baca; baik) rasanya seorang wanita dengan laki-laki berdua seperti ini, meskipun mereka berada di tempat umum yang bisa dibilang tidak tertutup sama sekali. Entah kenapa, ia tidak begitu suka dengan kondisi ini.
"Zayyan," Panggil Zula, menyadarkan Zayyan yang sejak tadi masih diam.
Sejenak Zayyan menarik napas panjang. Ia terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri dan tampaknya ia cukup berbeda dari biasanya, seolah ada beban yang tengah dirasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah Cinta Zulaikha
Lãng mạn⚠️Follow sebelum baca⚠️ Mahabbah Cinta Zulaikha "Ini bukan tentang sebuah nama, bukan juga hanya masalah cinta. Tetapi menyangkut problema hidup dan perjuangan yang harus dihadapi oleh seorang wanita dalam menahan sebuah rasa yang disebut Cinta. Sun...