***
USAPAN DEMI USAPAN warna pada kanvas berukuran 30 cm x 45 cm itu, semakin menunjukkan keindahan sebuah menara berujung runcing yang tengah dilukis Zula. Sudah hampir dua jam ia melukis menara paris di kamarnya seorang diri. Bahkan ia bisa saja menghabiskan waktu berjam-jam dalam sepekan, hanya untuk melukis. Satu kegiatan yang sangat ia sukai.
Tiba-tiba, gadis itu mengulas senyum saat dengan tak sengaja ingatan tentang kejadian sore tadi terlintas di kepalanya. Peristiwa yang membuatnya seolah tak mampu menghilangkan bayangan wajah teduh pria yang telah menolongnya.
"Kenapa jadi baper gini, sih?"
Setengah kesal Zula meninggalkan karyanya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba saja tak berselera untuk melanjutkan lukisannya. Ia pun berjalan menuju wastafel kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Baru juga kenal," cicit gadis itu seraya membersihkan sisa cat akrilik dari tangan putihnya. "Kenapa ganggu pikiran banget, sih?"
Belum lama ia membersihkan tangannya, suara telepon terdengar dari arah tempat tidur. Dengan langkah sedikit tertatih-tatih Zula menuju kasur dan mendapati Adnan tengah meneleponnya.
"Halo, kamu dimana sih, By?" Dari seberang telepon terdengar suara kesal Adnan yang khas, "Kamu ga lupa sama janji kita malam ini buat ketemu kan?"
Kening Zula berkerut, seolah tengah mengingat sesuatu. "Aih, iya!"
"Ya ampun, kamu beneran lupa?!"
"I..iya, maaf ya. Aku siap-siap sekarang," Ucap Zula sedikit panik.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Adnan seketika itu juga mematikan sambungan teleponnya, membuat Zula panik bukan main.
Aduh bakalan ngambek nih, batinnya.
Dengan cepat gadis itu langsung bersiap-siap. Membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah setelan tunik putih, celana nude serta khimar yang warnanya senada dengan celananya. Dengan langkah tertatih sebab tragedi kecelakaan kecil sore tadi, Zula berjalan terburu-buru untuk mengganti pakaiannya.
Usai mengganti setelan pakaian tidurnya, dengan perlahan Zula menuruni anak tangga. Seketika pandangannya mengarah ke ruang tamu yang berada tepat di bawah tangga. Memperhatikan situasi ruangan yang lengang, perlahan Zula pun berjalan mengendap-endap menuju pintu keluar. Bahkan gadis itu sengaja melepas sepatu yang akan dia pakai ketika berjalan, berharap mamanya tak mendengar suara langkah kakinya ketika keluar pintu rumah.
Usahanya berhasil, ia berhasil keluar dari rumah tanpa diketahui sang mama. Sebenarnya ini bukan kali pertama ia 'pergi tanpa izin', entah sudah keberapa kali ia melakukan itu. Seolah tak jera, Zula kerap mengulangi hal yang sama meski Nyonya Zee selalu memarahi tindakan nakalnya.
Tak lama gadis itu pun mulai melajukan motornya menuju cafe tempat ia akan bertemu dengan Adnan.
***
"Jujur aku cape-"
"Aku juga!" Tandas Adnan cepat. "Kamu pikir kamu aja yang tertekan? Aku juga sama tertekannya." Ucap Adnan frustasi.
"Intinya, kamu serius ga sih sama aku?" Ucap Zula akhirnya.
Wajahnya terlihat sangat lelah. Sudah hampir satu jam keduanya terlihat bersitegang di dalam cafe. Sampai-sampai beberapa pengunjung cafe melihat ke arah mereka. Alih-alih peduli dengan pandangan pengunjung, Zula seolah tak begitu menghiraukannya.
"Harus berapa kali aku bilang sama kamu, aku sayang sama kamu. Tapi kita ga bisa nikah secepat itu. Aku belum siap-"
"Terus kapan kamu siapnya?" Tandas Zula kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah Cinta Zulaikha
Romance⚠️Follow sebelum baca⚠️ Mahabbah Cinta Zulaikha "Ini bukan tentang sebuah nama, bukan juga hanya masalah cinta. Tetapi menyangkut problema hidup dan perjuangan yang harus dihadapi oleh seorang wanita dalam menahan sebuah rasa yang disebut Cinta. Sun...