***
"Dimana Zayyan?" Tanya Zula begitu mendapati Akbar terlihat seorang diri di bar counter.
Ini adalah kedua kalinya Zula datang ke kafe baru Zayyan. Entah kenapa ia begitu suka untuk datang ke sini. Mungkin karena pria itu -ah sudahlah.
"Mas ada di kafe yang satu lagi." Ucap Akbar, pria itu menyungging segaris senyum seolah tahu tujuan utama kedatangan Zula ke sini. "Kenapa? Mau ketemu, ya?" Sambung Akbar.
"Enggak, kok!" Zula menggeleng kaku, seolah ia tengah menyembunyikan sesuatu. "Cuma tumben aja, kalian ga bareng."
"Setelah ini Mas Zayyan bakal lebih sering di kafe sana daripada disini." Jelas Akbar tanpa melihat ke arah Zula, ia masih sibuk membuat smoothie jus pesanan salah satu customer. "Mau di telpon?" Tawarnya sedikit menoleh.
Zula menggeleng, "Enggak usah."
Akbar tertawa pelan, "Yakin?"
"Iya," Zula langsung meninggalkan Akbar menuju salah satu meja yang berada tepat di depan bar counter.
"Oke," Akbar kembali melanjutkan pekerjaannya. "Cokelat panas?" Tawarnya kemudian.
Zula mengangguk, "Boleh."
Akbar langsung membuat minuman untuk Zula setelah menyelesaikan pesanan smoothie jus pelanggannya yang lain. Sejurus kemudian, ia membawa secangkir hot chocolate dan meletakkannya di depan Zula.
Gadis itu mengulas senyum, "Thanks."
"Boleh saya ikut duduk di sini?" Tanya Akbar hati-hati.
"Sure," Jawab Zula mulai menikmati cokelat panasnya. Entah kenapa racikan cokelat panah Akbar maupun Zayyan begitu candu. Rasanya sedikit berbeda dengan yang biasa dibuat Bi Ijah di rumahnya.
"Omong-omong, tumben sendirian. Temenmu ga ikut?" Tanya Akbar tiba-tiba.
"Keyna?" Tanya Zula balik.
"Iya."
"Dia masih di kampus, tadinya mau ke sini juga tapi dia bilang ga bisa ikut karena ada kegiatan BEM."
"Anak BEM ternyata," Akbar manggut-manggut.
"Wait," Sejenak Zula menatap Akbar heran. "Kenapa kamu tiba-tiba nanya soal Keyna?"
Akbar menyungging senyum tipis, "Kenapa? Ga boleh, ya?"
Zula balas tersenyum ganjil, "Boleh, kok."
"Jangan mikir aneh-aneh," Ucap Akbar seolah memberi ultimatum. "Saya cuma nanya doang."
"Lebih dari nanya juga ga apa-apa," Balas Zula. Ia tersenyum melihat ekspresi wajah Akbar yang tiba-tiba terlihat serba salah.
Belum lama keduanya mengobrol, tatapan Akbar seketika terpaku ke arah pintu masuk kafe. Seorang wanita bergamis marun tampak memasuki kafe. Parasnya terlihat cantik dengan sedikit polesan riasan wajah.
Gadis itu kemudian terlihat berjalan ke arah mereka. Akbar yang menyadari kehadiran gadis itu langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menghampirinya dengan raut wajah yang sedikit kaku, membuat Zula yang melihatnya ikut bingung dengan ekspresi wajah Akbar. Mereka pun berdiri tidak begitu jauh dari Zula.
"Assalamualaikum, Akbar." Sapa gadis itu kepada Akbar.
Suaranya terdengar lembut saat berbicara. Sementara arah tatapannya terlihat menunduk saat berhadapan dengan Akbar yang tingginya sedikit lebih tinggi dari postur gadis itu.
"Waalaikumussalam, Ning." Jawab Akbar kaku -sejujurnya Akbar lebih terlihat cemas alih-alih kaku.
Ning? Siapa gadis itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah Cinta Zulaikha
Romance⚠️Follow sebelum baca⚠️ Mahabbah Cinta Zulaikha "Ini bukan tentang sebuah nama, bukan juga hanya masalah cinta. Tetapi menyangkut problema hidup dan perjuangan yang harus dihadapi oleh seorang wanita dalam menahan sebuah rasa yang disebut Cinta. Sun...