10 | Hijrah

970 149 56
                                    

***

AKBAR MENGUSAP RAMBUTNYA kesal. Sudah hampir 1 jam ia berkeliling di dalam Mal Cipanas. Matanya menatap kesana kemari, mencari sosok yang memang sejak 1 jam lalu ia cari.

Hilir mudik para pengunjung mal memecah fokus Akbar. Ia berusaha mencari sosok kakaknya di antara ratusan pengunjung mal lainnya.

Tiba-tiba saja telepon genggamnya berdering.

"Assalamulaikum, kamu dimana sih, Bar?" Suara bariton laki-laki terdengar tegas dari seberang telepon.

"Waalamussalam, aku disamping lift lantai 3, Mas. Lokasi kafemu dimana, sih? Hampir sejam aku muter-muter, ga nemu!"

"Dari litf kamu ke arah kanan, terus aja jalan. Kalau udah sampai di depan restoran jepang nanti belok sedikit ke kiri. Nah, kafe Mas ada di samping resto itu, Bar."

"Oh, ya udah Akbar ke sana sekarang."

"Oke ditunggu, Bar!"

Akbar pun mematikan sambungan telepon. Pemuda itu kemudian berjalan menuju arah yang di maksud sang kakak dari telepon.

Sesampai di depan lift, saat pintu lift baru saja dibuka Akbar dengan cepat masuk ke dalam. Karena tergesa-gesa, tanpa sengaja Akbar menabrak seorang gadis berkhimar yang tengah membawa beberapa tumpuk buku ditangannya.

Bug!

Seketika buku-buku yang dibawa wanita itu berserakan di lantai.

"Aduh gimana sih, Mas? Kalau jalan liat-liat dong." Gerutu gadis itu mulai memunguti buku-bukunya yang jatuh.

"Maaf ya mbak. Saya ga liat tadi," Ucap Akbar masih berusaha membantu wanita itu mengumpulkan buku-bukunya.

Wanita itu menatap sekilas ke arah pria yang menabraknya, "Iya ga apa-apa. Lain kali liat-liat ya Mas kalau jalan."

Akbar tersenyum malu, "Iya, Mbak. Sekali lagi maaf ya, Mbak."

Gadis itu mengangguk lalu berjalan meninggalkan Akbar begitu saja.

"Aduh, ada-ada aja ya. Sempet-sempetnya ketemu perempuan jutek kayak gitu," gerutunya pelan.

Akbar pun melanjutkan langkahnya menuju kafe yang di maksud sang kakak. Ia pun segera menaiki lift menuju lantai 3. Setibanya di restoran Jepang, Akbar sedikit menoleh ke arah kiri. Tepat di samping restoran, terdapat sebuah kafe kecil yang bertuliskan 'Diamond Cafe'. Pria itu pun berjalan menuju kafe tersebut.

Setibanya di depan kafe, terlihat Zayyan sudah siap dengan atribut baristanya. Ia tampak sedang merapikan beberapa peralatan kopinya.

"Akhirnya.." Akbar langsung menduduki sebuah kursi pengunjung yang berada tak jauh dari tempat Zayyan berdiri. "Mumet aku Mas, nyari ke sana kemari ga nemu-nemu."

"Suruh siapa kamu ga telpon aku, kan bisa kamu tanya aku." Jawab Zayyan sedikit terkejut dengan kehadiran Akbar yang tiba-tiba.

Akbar meringis malu, "Sebenernya sih sambil nyari kafemu, aku sekalian cuci mata tadi. Jadi ya muter-muter mal dulu lah."

"Jaga pandangan, Bar." Ucap Zayyan berat, tangannya dengan luwes masih merapikan peralatan kopi. "Jangan sampe kelewatan."

"Iya, Mas." Kembali Akbar mengangguk malu mendengar nasihat kakaknya. "Akbar juga ga liat yang aneh-aneh, kok, Mas."

Zayyan hanya mengangguk pelan. Setelah menyelesaikan tugasnya, Zayyan berjalan menuju tempat Akbar duduk dengan membawa dua gelas kopi latte.

Pemuda itu kemudian mengambil tempat duduk dihadapan Akbar dan menyodorkan satu gelas kopi latte pada adiknya.

Mahabbah Cinta ZulaikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang