Avilio menghabiskan sisa waktunya di hotel kapsul sebelum berangkat menuju lokasi balap liar di Foghorn port. Niatnya sejak awal hanya untuk lihat-lihat dalam rangka menyegarkan pikiran agar tidak jenuh terjebak dalam duka. Tanpa sadar, tarikan gas menguat, motor matic merah itu melaju semakin kencang. Melihat lampu-lampu perkotaan, bunyi bising kendaraan bermotor dan dentuman musik dari toko sepanjang jalan membuat euforia Avilio meningkat. Darah muda kembali berdesir.
Hanya berpegang pada papan penunjuk jalan akhirnya dia bisa sampai di tempat tujuan tepat sebelum acara utama dimulai.
Di sekitar lokasi terjadi peningkatan arus lalu lintas. Avilio harus bersusah payah menyebrang dan melewati batas blokade jalan yang mereka buat.
Tidak seperti balap liar di kota A15 yang dijaga orang-orang khusus, balap liar di sini sepertinya hanya mengandalkan kekuatan penuh anak muda dan tidak ada campur tangan mafia. Meski begitu, penjagaan mereka cukup ketat. Orang-orang yang masuk wilayah balapan biarpun hanya sekedar menonton harus digeledah satu-persatu untuk memastikan tidak ada yang membawa narkoba.
"Lepas topi dan maskermu dulu, Bro. Pemeriksaan lanjutan," ujar pemuda berkulit gelap pada Avilio yang baru saja hendak melajukan motornya lagi.
"Perlu?" balas Avilio merasa tersinggung. "Sudah tau aku tidak membawa yang aneh-aneh."
"Aturannya di sini memang begitu, kalau tidak setuju ya sana, pergi."
Avilio bersedekap. Dia tak bisa menuruti begitu saja, statusnya saat ini masih 'menghilang' kalau sampai orang-orang di sini mengenalinya, urusannya bisa gawat. Derry bilang, pembunuh bawayaran yang disewa untuk mengincarnya mungkin sudah ditarik mundur, tapi tidak menutup kemungkinan mereka akan bergerak kembali jika dibayar lagi. Kalau sampai ada yang mengenali Avilio dan Samuel sampai mendengarnya, hal itu bisa saja terjadi.
"Apakah ini cukup?" Avilio merogoh dompetnya, mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Haa?" Pemuda berkulit gelap itu melongo, lalu dia bertukar tatap dengan teman-temannya sambil menunjuk Avilio dengan congkak. "What the hell. Lihat bocah ini, dia ingin kita tutup mulut dengan uang segitu??"
"Beritahu King, dia pasti sangat senang dapat mangsa baru!" sahut yang lain.
"Ayo giring dia!"
King?
Avilio mendengkus geli. Lepas dari hierarki keluarga yang ia rasa menjemukan, ternyata jauh-jauh bersembunyi di kota A12 balap liarnya pun pakai sistem raja-rajaan seperti permainan anak sekolah dasar?
"Hei! Hei! Jangan mengobrol! Cepat atur jalannya. Lihat! Di belakang macet parah, nanti kita bisa disamperin polisi!"
Tiba-tiba suara perempuan menyeruak, semua yang ada di sana sontak menoleh, termasuk Avilio.
Perempuan itu tidak seberapa tinggi, tapi sanggup turun dari kuda besi dengan gagah seorang diri. Ketika helm dilepas, rambut oranye panjangnya turun memuntir dengan indah. Melintasi bahu sempit berbalut jaket jeans, berakhir sejajar dengan sikunya.
Warna dan kilauannya mengingatkan Avilio pada seseorang.
"Gracia, tolong dengar dulu, ada orang memaksa masuk tanpa mau kita periksa wajahnya."
Gracia, perempuan itu berbalik badan menatap siapa yang dimaksud. Rambut oranye tersibak apik. Kelopak matanya berkedip-kedip. Mungkin dia heran mengapa pemuda itu menatapnya dengan pandangan lega.
"Bawa barang apa dia?"
"Tidak ada yang mencurigakan. Dia hanya menolak untuk menunjukkan wajah."
"Biarkan dia masuk," ujar Gracia ketus. "Sudah kuperingatkan jangan usik privasi orang lain seperti itu. Kalau dia tidak bawa apa-apa, langsung suruh masuk saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Race
AcakSeorang putra dari Don mafia diculik di club malam? ✳Disarankan baca mode item