Chapter 10

1.5K 111 8
                                    

Kakashi melangkah pelan diiringi Shikamaru. Mengevaluasi rencana mereka dalam bisu. Baginya, meski semuanya berjalan lancar masih ada satu hal mengganjal, membuat Kakashi berpikir ulang benarkah semua sudah berlalu. Penangkapan tetua terasa ambigu. Dalam benak ia ragu. Mereka licik dengan banyak tipu. Tidak mungkin semudah itu menyerahkan diri dan mengaku.

Pria paruh baya itu masih larut dalam lamunan, ketika seorang lain menginterupsinya. Sosok lelaki berkuncir dengan garis lintang di hidung menghalang perjalanan. Raut wajah khawatir serta merta diperlihatkan. Pasalnya dia tahu bahwa malam ini rencana Kakashi dilakukan. Apalagi melibatkan Sasuke dan Menma sebagai umpan. Iruka dengan tergesa, menghujam Kakashi lewat tatapan. Meminta kejelasan bahwa permasalahan ini sudah terselesaikan.

"Bagaimana?", tanyanya. Jemari ditautkan di depan dada. Ia sangat berharap bahwa hasilnya memuaskan.

Biner Kakashi mengerjap ragu, tapi ia paksa wajahnya merekahkan senyum. Meski dibalik maskernya tiada orang tahu. "Aahh, kau bisa lihat ke sana sendiri."

Dan Iruka berlari. Hanya untuk satu tujuan di mana permata hati berdiam kini.

.

.

.

Yang bisa dilihatnya adalah pemandangan mengharukan. Di mana Menma terlelap dalam dekapan ayahnya. Iruka sampai berkaca-kaca. Terharu dengan akhir bahagia bagi keduanya. Ah, siapapun pasti berpikir demikian. Jikalau melihat bagaimana Sasuke dan Naruto saling mengumbar senyuman.

"Sasuke.", serunya. Langsung ia songsong wajah ayu pria Uchiha. Membingkainya dalam telapak tangan. Membolak-balik rupa itu memastikan tiada luka. Iruka menghelah nafas, dan berpaling pada entitas lainnya.

"Menma tidur setelah menangis. Mungkin efek syok juga memengaruhi.", Naruto bicara tanpa diminta. Lagipula memang itulah yang akan Iruka tanya.

Kemudian mereka melangkah. Iruka berjalan paling depan, diikuti Naruto yang menggendong Menma di punggungnya. Namun baru saja ambang pintu dicapai, keduanya berbalik hanya untuk melihat Sasuka terpaku diam. Matanya gelisah. "Maaf, tapi bukankah Menma harus tetap di sini? Maksudku, kalian mau membawa Menma ke mana?"

Iruka mengalihkan pandang. Bersitatap dengan mata sebiru samudra. Keduanya spontan tertawa. Memaklumi mengapa tiba-tiba seorang Sasuke berpikiran lamban. "Kautidak berpikir membiarkan Menma tidur di tempat sekacau ini kan?"

Ah. Baru sadar dia. Tempat ini penuh bekas pertarungan. Entah bagaimana reaksi Sakura jika melihat rumah sakit Konoha begini jadinya. Oh dia juga baru ingat kalau selain Menma masih banyak pasien lainnya. Mengapa tidak terpikirkan? Apa yang lain baik-baik saja? Atau ada yang terkena imbasnya?

"Kalau kau berpikir bagaimana keadaan pasien lainnya, tenang saja. Mereka sudah dipindahkan. Guru Kakashi menyiapkan rencana ini bukan tanpa perhitungan."

"Jadi kausudah tahu?"

"Tidak juga. Guru Kakashi memberitahuku setelah memastikan kaumasuk ke area rumah sakit. Guru Iruka juga tahu. Benar kan, guru?", lelaki pirang mengalihkan tanya pada satu-satunya pria paruh baya. Dijawab anggukan meyakinkan, Iruka tersenyum melihat reaksi Sasuke sedemikian rupa.

"Jadi kausengaja dobe!"

"Sudah kubilang ini rencana guru Kakashi, teme! Mana aku tahu!"

"Tapi akhirnya kautahu, dan membiarkanku dan Menma jadi umpan hidup, kan? Bukankah kaubaru saja bilang ingin menjagaku dan Menma!"

"Ini dan itu berbeda, teme... kalau demi kebaikan apa salahnya. Yang penting kan aku datang di saat yang tepat. Kau dan Menma juga tidak terluka."

"Tetap saja itu bahaya dobe!

LUKA |EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang