Bab 11

1K 204 29
                                    

"Seorang pebisnis sukses adalah mereka yang mampu menekan perasaan, tidak mudah sakit hati dengan penolakan, serta mampu tersenyum menelan hinaan."

Pesan Damian selalu Ishan ingat. Sedikit banyak, kakek dan ayahnya terpengaruh teman-teman pengusaha Tionghoa. Tak peduli komentar sejahat apa pun, senyum tak pernah meninggalkan bibir.

Setelah menghabiskan satu malam membakar gairah bersama Fabiola, keesokan paginya Ishan memanggilkan taksi online untuk mengantarkan partner seksnya ke bandara, mengirim pulang ke Jakarta.

Ishan sendiri meminta Maura kembali ke kantor sementara dia masih harus menyelesaikan urusan penting di Semarang. Ponsel Ishan berdering saat dia membereskan kopernya. Ishan akan check out dari hotel, bukan kembali ke Jakarta tapi menuju sebuah tempat.

"Ya, Pa," Ishan sudah merencanakan mau menjawab apa, tapi semua jawaban yang sudah tersusun rapi itu buyar seketika.

"Maura lapor sudah balik ke Jakarta sendirian."

"Misi kita belum selesai di sini. Aku usahakan lahan biara jatuh ke tangan kita."

"Ishan, you nggak perlu mengotori tanganmu sendiri. Biar Papa panggil orang-orang Papa untuk membereskannya."

"Aku jamin nggak pakai cara kotor. Birawati-biarawati itu akan menyerahkan sendiri lahannya pada kita. Papa tinggal siapkan lahan untuk relokasi." Ishan memutus percakapan sebelum Damian berkomentar lebih jauh.

Diam-diam Ishan memesan taksi online untuk dirinya sendiri. Tujuannya sudah jelas, biara Santa Helena.

Doa pagi mengawali hari-hari Irene sejak tinggal di biara. Irene cukup syok sebab dia mengira biarawati hanya berdoa sepanjang hari. Dia salah. Dua tahun menjadi aspirant, Irene malah merasa dia berada dalam pusat pelatihan TKW yang akan dikirim ke Arab Saudi untuk menjadi asisten rumah tangga. 

Bayangkan saja, pukul 4 pagi harus bangun lalu ibadah bersama. Berdoa dan menyanyi lagu-lagu rohani bersama teman aspirant lain. Belum ada pakaian biarawati di sini. Para aspirant mengenakan pakaian masing-masing. 

Usai ibadah pagi, suster senior akan memberikan arahan apa saja yang mereka kerjakan. Berbeda-beda setiap harinya tergantung kalender liturgi. Satu yang pasti, para aspirant akan disebar ke seluruh lahan biara seluas 10 hektar. Ada yang menyapu biara, membersihkan kapel beserta benda-benda di atas altar, belum lagi TK dan panti jompo. 

Punggung Irene pegal-pegal saat itu. Efek melelahkan dari menyapu daun-daun kering yang berserakan di pekarangan seluas 3000 meter persegi bersama dua orang aspirant lain jauh melebihi ngegym selama dua jam. Irene tidak pernah mengerjakan hal ini di rumah. Ada Mbak yang bisa dia panggil dan suruh-suruh. Irene menangis karena merasa tertipu. Kenapa di poster pembukaan pendaftaran sebagai biarawati tidak dijelaskan kegiatan ini? 

Karena beratnya pekerjaan, Irene jadi menyukai ibadah. Karena pada saat ibadah lah tubuhnya bisa rileks. Punggungnya bisa beristirahat sejenak. Irene mengira hanya satu dua minggu menjalani siksaan ini. Namun dia salah. Satu tahun penuh dia menjadi aspirant sampai dinyatakan lulus ke tahap selanjutnya yakni postulan. 

Prinsip ora et labora atau berdoa dan bekerja sangat diterapkan di biara. Irene jadi tahu kenapa lingkungan Katolik selalu bersih. Taplak di altar putih tanpa noda. Para biarawati ini bagaikan semut. Sangat rajin dan suka bekerja, mengamalkan ayat Alkitab pada Kolese 3:23 yang berkata, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Memang hasil pekerjaan para biarawati sangat baik bahkan mendekati sempurna. Sulit dicara cacat celanya. 

Lama kelamaan Irene terbiasa. Malah sekarang dia tidak bisa diam barang sejenak. Tubuhnya harus selalu bergerak. 

Pagi ini, setelah memandikan beberapa penghuni panti jompo, Irene bersiap-siap ke kebun. Agak kesiangan memang karena Mbah Ngatinem sedikit rewel, malas mandi katanya. Irene harus membujuk wanita sepuh berusia 89 tahun itu. Benar ya kelakuan lansia kembali lagi seperti anak kecil. Bicara mengenai anak kecil, ingatannya melalang buana menuju keluarganya sendiri. Julia, sepupunya menikah lima tahun yang lalu dan sudah punya anak. Irene sempat menjenguk di rumah sakit sebelum dia menetap di sini. Bayi perempuan itu diberi nama Louisa. Pasti sudah berusia 4 tahun dan tengah aktif-aktifnya. Mungkin saja suka rewel dan merajuk seperti Mbah Ngatinem. 

SANGGRALOKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang