"Anjir nih manusia, siapa yang bilang gue takut sama elo, hah? Gue berani kali!"
"Kak, kalau lo berani cepat balas SMSnya, bukan cuman ngoceh doang!"
Haruto mencibir Jihoon yang baru saja berlagak sok berani, padahal mah Haruto tahu nyali Jihoon itu secuil, kecil banget kayak tai cicak.
"Ini beneran nggak sih tapi?"
Jihoon dan Haruto baru saja pulang dari warung bubur pinggir jalan dari komplek perumahan mereka. Tapi tiba-tiba pas Haruto dan Jihoon pulang ke rumah, mereka menemukan ponsel jadul dengan isi yang sedikit... err.
"Orang iseng paling, Kak," sahut Haruto.
"Tapi ya kali...?"
Sejujurnya Haruto juga tidak yakin apakah ini hanya sebuah lelucon atau beneran. Karena sekarang lagi jaman-jamannya prank, Haruto nggak bisa membedakan yang mana benar-benar musibah, atau yang mana prank.
"Kak, jangan-jangan ada kamera tersembunyi," bisik Haruto pada Jihoon.
"Tapi Hartono, kalau ternyata bukan prank gimana?"
Haruto berpikir sejenak, menaruh tangannya didagu. Benar juga, bagaimana jika ini beneran? Ah, sejujurnya Haruto tuh nggak begitu percaya sama teror-meneror yang sering Haruto lihat-lihat kayak di televisi. Logika aja, mana ada orang seniat itu untuk membuat rencana, membeli ponsel dan sebagainya. Kalau emang niat bunuh mah tinggal bunuh aja, kenapa juga harus neror?
Fiks, ini kerjaan orang gabut.
"Oi, jawab woi. Malah bengong," sembur Jihoon.
"Kak, mending kita tanya yang lainnya aja deh. Siapa tahu kan yang lain juga dapat?" saran Haruto.
"Kalau nggak, gimana? Masak gue diginiin sendirian? Kesepian dong gue."
Aduh, manusia satu ini.
"Untung ya Kak lo Kakak gue, kalau bukan udah gue tendang lo sampai Uranus."
"Ck, jadi ini gimana? Mana orang tua gue pergi lagi, tambah ngeri."
"Ya telepon dong sana. Bilang kalau elo mau dibunuh."
"Njing, gue belum pasti dibunuh. Elo kok ngomongnya gitu?" tanya Jihoon nggak terima. Haruto cuman bisa memutar bola matanya malas, tadi Jihoon minta saran, giliran dikasih saran nggak terima. Maunya apa sih, dugong?
"Ya udah, makanya gue bilang KALAU MENDINGAN TANYA YANG LAINNYA AJA, AH GITU AJA RIBET," ujar Haruto ngegas.
"Ya udah santai, ngegasan lo kayak knalpot motornya Doyoung."
"Banyak omong lo."
Drrt Drrt
Jihoon dan Haruto sama-sama melirik ke arah ponsel jadul yang ada di tangan Jihoon. Ponsel itu berdering lagi.
"Coba deh angkat aja, Kak."
"Elo aja noh, ogah gue."
"Idih, takut ya lo?" goda Haruto, padahal dia juga sama-sama takut.
"Nggak gitu nyong, cuman pokoknya nggak mau angkat aja!"
"Nggak usah ngibul, lo takut kan?"
"Udah lah, kok kita malah adu bacot. Ayo, siapa nih yang mau angkat?" tanya Jihoon akhirnya.
"Coba angkat terus langsung taruh di meja deh, Kak," saran Haruto yang diangguki oleh Jihoon.
"Diangkat juga nih, hihi."
"Ih, kunti ya lo? Ketawa kok hihihi," sembur Jihoon, nggak tahu ada di mana letak ketakutannya yang tadi.
"Kamu nggak mau tahu nih saya siapa, hehe? Saya nerornya anti-main stream loh pakai telepon bukan pakai SMS," kata seseorang di seberang telepon sana. Jihoon sama Haruto hanya dapat saling menatap sembari melebarkan matanya. Bedanya, Jihoon juga sambil ngejek, niruin suara orang yang ada di telepon menggunakan mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Killer | Treasure ✔
Mystère / Thriller❝ Pick up the phone, I am Mr. Killer. ❞