!! WARNING !! INI MASIH PROMPT. CUMAN IDE YANG AKU TUANG DALAM BEBERAPA KALIMAT.
Aku nga tau, atau belum tau bakal kembangin ide ini dalam sebuah keseluruhan cerita apa ngga. Hehe. Aku lagi enak-enak rebahan di kamar, mikirin thesis yang stuck di BAB 3 sampai kemudian muncul ide cerita gila ini. Well, lama tak bersua dengan saya ya? Hehe.
.
.
.
.
.
e p o c h.
(n.) sebuah masa atau waktu tertentu didalam hidup seseorang
Plan. Dia baru saja berusia lima belas tahun ketika kedua orang tua-nya direnggut paksa oleh takdir yang menewaskan keduanya dalam kecelakaan pesawat terbang. Tepat satu hari setelah hari ulang tahun-nya. Plan mengira bahwa ayah dan ibu akan kembali dari Osaka dengan membawa sekarung penuh hadiah yang mereka janjikan untuk Plan, bukan dua tubuh tak bernyawa yang siap untuk dikubur itu. Dunia Plan sudah hancur di detik dan menit yang sama. Ia bukan lagi Plan yang sama. Tidak pernah lagi.
Plan. Dia baru saja menginjak usia dua puluh empat tahun lebih tiga bulan ketika kakak kandung laki-laki satu-satunya kembali direnggut paksa oleh takdir. Kecelakaan beruntun yang menewaskan sang kakak dari perjalanan sepulang bekerja. Kakak laki-laki tersebut adalah satu-satunya pondasi Plan yang tersisa. Satu-satunya alasan Plan untuk tetap bertahan sejauh ini, alasan Plan abai akan semua sakit, dan pilu di masa lalu.
Plan kembali dibuat hancur lebur tak bersisa. Tercerai berai tak bersatu.
Plan akan menikah dengan seorang yang sangat ia cintai satu minggu kemudian, dan sang kakak berani sekali pergi dari dunia-nya dan tak pernah kembali. Pria tiga puluh tahun itu sudah berjanji akan mengantarkan Plan ke depan altar. Menggantikan tugas ayah mereka, mengantarkan Plan kepada calon sang calon suami.
Kakak-nya telah berjanji.
Namun, ia ingkar.
Plan tidak pernah menjadi kuat. Pernikahan-nya berantakkan. Plan kabur entah kemana, meninggalkan calon suami-nya ditengah altar menanggung malu. Keluarga si pria mengumpat sumpah serapah. Bersumpah akan mencari Plan sampai ujung dunia dan meminta pertanggung jawaban atas rasa malu yang ditanggu keluarga besar. Plan lari, menjauh, lalu menghilang.
Ia tak pernah kembali ketempat dimana ia lahir dan dibesarkan.
Plan berjanji untuk tak menikah, ataupun mengikat sebuah hubungan dengan siapapun. Dia tidak ingin menikah. Pernikahan hanya akan membuatnya dipaksa mengingat kejadian pilu atas kepergian orang terkasih, pernikahan hanya akan membuatnya menangis pilu melihat bahwa bukan sang kakak yang mengantarnya ke depan altar, ataupun sang ayah. Bukan. Bukan keduanya. Pernikahan atau sebuah hubungan hanya akan membawanya kedalam sebuah perpisahan pedih menggores habis ulu hati. Plan tidak ingin. Tekad-nya sudah bulat. Sampai bertahun berlalu, Plan bertemu dengan pria jangkung dengan seratus delapan puluh dua centi meter. Tampan, sangat tampan. Bersikap lembut, juga manis. Ia memperlakukan Plan sangat baik sampai Plan takut sendiri. Takut dengan perasaan asing yang sangat ia kenali.
Plan sudah berjanji untuk hidup seorang diri. Namun, pria seratus delapan puluh dua centi meter itu terlampau penyayang. Perasaan asing itu tumbuh, semakin kuat, semakin terasa hebat.
Plan jatuh cinta. Fenomena penuh misteri yang seharusnya tidak boleh Plan lalui lagi.
Namanya, Mean. Tidak seperti namanya, pria itu memperlakukan Plan dengan sangat baik. Lembut, manis, begitu pengertian. Plan terbuai olehnya.
Lantas, bagaimana jika pria bernama Mean itu adalah seseorang yang menyebabkan kecelakaan beruntun lima tahun lalu? Dan seseorang yang berhubungan dengan musibah yang menimpa kedua orang tuanya 14 tahun lalu? Yang menewaskan satu-satunya harapan untuk Plan bertahan di dunia yang lucu ini? Bagaimana jika Plan jatuh cinta kepada seseorang yang telah merenggut semuanya dari Plan? Kedua orang tua-nya dan kakak kandung satu-satunya?
"Kau tidak mencintaiku, Mean! Kau hanya membutuhkan objek untuk bertanggung jawab, untuk menebus kesalahanmu di masa lalu!"