Plan menggeliat, mulai terjaga ketika matahari bahkan belum terlihat dari timur. Seluruh badannya lengket akibat kegiatan semalam, ia mendongak dan mendapati Mean masih pulas dengan dengkuran kecil. Plan bergerak perlahan, dekapan lengan Mean pada perutnya terlampau erat, Plan takut membangunkan si besar yang mengadu sudah tiga hari belakangan sulit tertidur. Plan terdiam ketika Mean mulai bergerak tidak nyaman, untung saja gerakkan Mean membuat pelukannya pada tubuh tak berbusana Plan melonggar. Plan bangun terduduk, memijit pelah lehernya yang terasa sedikit sakit.
Melenguh melihat kondisi kamar tidurnya yang berantakkan, baju miliknya juga milik Mean berceceran di lantai, bungkus bekas kondom, dan juga botol lotion yang Mean lempar semalam. Plan menghela nafas pelan, tubuhnya remuk, dan pantat-nya begitu pedih, sudah berapa puluh kali Mean menyetubuhi badannya tapi tetap saja Plan belum terbiasa dengan birahi pria itu yang selalu meledak-ledak sepanjang malam. Plan beranjak turun dari ranjang, memakai kemeja kantor milik Mean secara asal, ia berangsur keluar kamar, menuju dapur untuk mencari sekaleng minuman berkarbonasi untuk diteguk.
Plan meneguk satu kaleng minuman itu selagi perhatiannya terarah pada tampilan pesan di layar ponsel miliknya.
'Suamiku tidak pulang lagi malam ini'
Begitu bunyi pesan dari kakak perempuan Plan yang mengadu bahwa suami kakak-nya lagi-lagi tak pulang kerumah. Plan mendesah lagi.
Tentu, pikir Plan. Suami kakak-nya tengah sibuk tertidur pulas di dalam kamar apartment milik Plan setelah puas menyetubuhi Plan sepanjang malam.
Plan terpekur, melamun memikirkan seberapa besar dosa yang ia miliki selama ini. Benar, Plan bermain api dengan Mean, suami dari kakak perempuan kandung-nya. Plan tidak mengerti sejak kapan dan keberanian dari mana sampai ia menerima Mean mendominasi hidup dan tubuh-nya bahkan ketika pria itu sudah sah memperistri kakak-nya dua tahun silam.
Plan mengaku berdosa meski ia masih begitu keras kepala, pikirnya, Mean miliknya lebih dulu, Plan yang menemukan Mean lebih dulu.
Memikirkan hubungannya dengan sang kakak membuatnya pusing, Plan menunduk dengan memukul-mukul pelan kepala belakangnya.
Pada menit kesekian, Plan berjengit terkejut ketika merasakan sebuah lengan kokoh memeluk perutnya erat, ia menoleh dan mendapati Mean sudah merajuk bersandar dibahu-nya.
"Aku tidak menemukanmu disampingku," adu Mean padanya.
Plan tersenyum dan berbalik, mengalungkan lengannya pada leher Mean, dan memandang pria besar itu dalam. Detik berikutnya, Plan mencium mesra belahan bibir milik Mean, melumatnya pelan, dan begitu menggoda.
Plan yang terduduk di salah satu bangku didepan mini bar dapur-nya, melingkarkan kaki-nya pada pinggang Mean yang hanya mengenakan celana dalam jenis boxer pendek. Sengaja menekan-nekan bagian tengah Mean hingga sang pemilik meracau tidak jelas.
Mean melepaskan gamitan bibir mereka, memandang tajam Plan, "Jangan menggodaku," balasnya serak, dan parau, merasakah gairah yang begitu keras dan siap di bawah sana.
Plan hanya tersenyum menyeringai, "Kakakku mencarimu," ungkap Plan, "Pulanglah,"
Mean mengeram, merasakan miliknya berkedut di bawah dan Plan malah menyuruhnya untuk pulang kerumah wanita sialan itu.
Plan hanya mengenakan kemeja kebesaran milik Mean, tanpa apapun dibalik kemeja tipis itu. Mean menyibakkan bagian bawah kemeja, mengangkat Plan keatas meja bar, dan membuka selangkangan Plan lebar-lebar.
Plan menggingit bibir bawahnya, merasakan kejantanan Mean mencoba menerobos masuk kedalam lubang pantat-nya dibawah. Ia mendongak, memeluk bahu lebar Mean begitu erat. Rasa perih yang tadi belum hilang dan Mean sudah kembali menumbuk tidak manusiawi bagian belakang bawah-nya itu.
"Eunghn~"
Mencari-cari bibir Mean, Plan melumat belahan bibir tersebut dengan lembut, mencoba melupakan denyutan ngilu didalam pusat tubuhnya dibawah. Plan beralih mencubu leher Mean, lalu mengigit kecil bahu pria tersebut.
"Hhhh~" desah Plan.
Plan mendongak membiarkan Mean melahap habis bagian lehernya ampun, tidak peduli dengan bercak merah yang semakin nampak banyak. Tubuhnya mengejang ketika ia mendapat pelepasan, disusul Mean beberapa menit setelahnya, menyemburkan cairan kental itu didalam tubuh Plan.
Plan terkulai lemas, ia membiarkan Mean menggendong tubuhnya dan kembali membaringkannya diatas ranjang. Dengan melucuti kemeja yang sudah tak berbentuk yang Plan kenakan. Mean melanjutkan kegiatannya dini hari itu, menyemburkan cairan miliknya berkali-kali didalam tubuh Plan, menyentak-nyentakkan tubuh pualam Plan tanpa ampun. Merasakan betapa nikmat tubuh tak berdaya milik Plan dibawahnya, betapa dinding rektrum Plan yang menekan miliknya manja.
Mean tidak memikirkan dengan peluh yang mulai menetes, ia semakin dalam menumbuk prostat Plan, membuat sang empu mendesah-desahkan namanya tanpa henti. Mean tersenyum, Plan sangat manis, dan begitu indah dengan tubuh merah pualam dibawah kungkungannya.
Plan menggeliat keenakkan, mendongak, dan mendesahkan nama Mean sepanjang permainan. Membiarkan pria itu menghancurkan-nya, menguasai tubuhnya, membuatnya mendesah tak karuan setiap malam, Plan tidak keberatan ia berubah menjadi seorang pelacur, mengkhianati kakak kandung-nya dengan bermain api dibelakang.
Plan tidak perduli dengan dosa yang ia tanggung. Ia terlalu mencintai Mean, meninggalkan pria ini sama dengan membunuh Plan secara perlahan, tak apa, batinnya.
Karna Mean adalah miliknya.