Papa pernah bertanya sama aku.
"Ika lagi deket sama siapa?"
Waktu itu, Papa bertanya saat beliau sudah terbaring lemah di rumah sakit. Aroma rumah sakit ini bukan hanya menusuk hidungku, tetapi sampai tercetak memori di otakku. Mencium aroma itu, aku otomatis mengingat Papa. Aku tahu pertanyaan ini maksudnya adalah apakah aku sedang dekat dengan seorang laki-laki atau tidak. Aku menjawab disertai dengan gelengan.
"Nggak deket sama siapa-siapa, Pa."
Itu jawaban jujur, aku memang tidak dekat dengan siapa-siapa dalam artian laki-laki. Beberapa yang mencoba mendekatiku, ada. Tapi, aku tidak merespon mereka lebih banyak. Aku tahu, Papa menertawakan aku meski sebagian wajahnya tertutup masker oksigen. Karena beliau sudah bertanya itu berkali-kali dan jawabanku sama: Tidak Ada.
"Ika pengen fokus sama diri sendiri, Pa," lanjutku. "Ika bukan kayak teman-teman lain yang mau pacaran cuma untuk gaya-gayaan atau 'diakui'."
"Bagus itu. Papa setuju," jawab Papa. "Papa hanya bertanya. Karena kalau misalnya, Ika punya, tidak masalah. Hanya saja, jika suatu hari nanti Ika menikah, Papa tidak bisa menyaksikannya langsung."
Ya. Papa terbaring di depanku saat itu, kanker darahnya itu sudah masuk stadium akhir. Mendengar hasil vonis dokter itu, aku menghela nafas. Tidak dipungkiri bahwa beberapa tugas sekolahku terbengkalai karena kepikiran. Aku dan Bunda sudah berusaha menyiapkan hati dari jauh-jauh hari. Entah kenapa jika Papa pergi, aku belum siap. Tak akan pernah siap. Aku juga sebenarnya lelah menutupi rasa sedihku karena kondisi Papa. Tapi, kalau aku menunjukkan wajah sedihku, Papa akan kepikiran dan cenderung menyalahkan dirinya. Aku tidak mau hal itu terjadi, meski Papa memang tidak ada harapan lagi untuk berumur panjang.
"Ayah Fajar dapat nelpon Ika?"
"Dapet, Pa."
Papa terdiam sejenak, "Papa nggak pernah masalah kalau Ika masih keingat sama apa yang terjadi sama Ayah dan Bunda. Tapi, ingat. Ika nggak boleh terlalu lama hidup di masa lalu. Masalah maafkan itu atau tidak, itu terserah Ika. Ada kok orang yang tidak memaafkan kesalahan itu tetapi tetap berkomunikasi."
Aku hanya menyimaknya dan mati-matian menahan air mata sialan ini. Semenjak Papa sakit, aku jadi lebih mudah menangis. Aku ingin melawan itu, karena yang memulai kesalahan itu adalah Ayah. Kenapa harus aku yang meminta maaf? Akan jadi rumit nantinya jika aku menyanggah.
"Papa kalau boleh minta, Ika akur sama Ayah. Insya Allah, kalau Ika menikah nanti, Ayah yang temani Ika. Tapi, Papa nggak nyuruh kamu cepat-cepat menikah. Nikmati waktu sama diri sendiri, belajar lebih banyak."
"Iya, Pa. Nanti Ika coba."
Begitu pesan terakhir Papa sebelum Ia benar-benar pulang. Kejadian itu adalah salah satu yang tak bisa kulupakan. Aku hanya melihat dari kejauhan; Bunda dan Nenek mencoba menuntun Papa sampai hembusan terakhirnya. Aku benar-benar menyaksikan Papa yang sudah menyerah. Saat itu, aku baru saja lekas beribadah di Mushola Rumah Sakit. Tanganku mengepal menguatkan diri. Doaku setelah sholat itu adalah diberikan jalan terbaik untuk Papa.
Ekspektasiku, diberi mukjizat.
Ternyata, ini jalan terbaiknya. Papa pergi dengan tenang dan pesannya akan aku lakukan di waktu yang tepat.
-Mendarah-
"2 hari lagi?", tanya Bunda.
Aku mengangguk, "Aku juga udah beli tiket. Maaf kalau aku terlambat ngasi tau, Bun."
Bunda mengusap kepalaku lembut, "Padahal Bunda udah siapin uang buat biaya transport sama bekal kamu kalau mau ke Bali."
Aku mulai mengemas baju ke dalam koper. Aku sudah membeli tiket dengan uang tabunganku sendiri dan cukup untuk bekal. Untuk masalah finansial, aku sudah belajar dan mencoba untuk tidak merepotkan Bunda. Kan juga anaknya Bunda cuma kamu, katanya. Tapi, masa iya anak satu-satunya tidak boleh mandiri dan belajar finansial? Menurutku, simpan saja –uang tiket Bunda tadi- sebagai dana darurat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Mendarah
FanfictionKetika melepaskan juga arti dari Mencintai. Cerita tentang rumah yang berbeda. Setelah sekian tahun lamanya, Anggika Kanigara Pradnyaswari; yang tidak pernah menemui ayah kandungnya, akhirnya berhasil mengalahkan egonya. Kinara; Ibu Kandungnya, meny...