10

3.9K 228 10
                                    

Mau cepet up? 60 vote 20 comment yuk. Bisa ngga nih? xixi
.
.
.
.
.


"Ayah! Mama, ayah." Anna beranjak berdiri dari sofa mendengar mobil Mas Putra memasuki pelataran. Duh, padahal tinggal 2 suapan lagi nih.

"Mama, ayo!"

"Iya, Anna duluan aja." alih-alih menyusulnya menghampiri Mas Putra, aku berjalan ke dapur untuk mencuci piring Anna dan beresin bekas masak. Ga bisa dibiarin. Ini kalau meleng dikit bukannya bersih bisa-bisa beranak-pinak si teflon kotor dan kawan-kawannya. Sekalian capeknya, kalau ditunda bisa-bisa keburu males.

Semenjak Mas Putra sibuk ikut penelitian gabungan dengan dosen lain, pulangnya jadi malem-malem. Terus juga ga bisa bantu-bantu aku. Aku sih engga minta dia bantuin aku ini itu. Tapi dia nya kan emang udah bertahun-tahun hidup jadi orang tua tunggal jadi udah biasa ngurus rumah. Terus pas aku jadi istrinya pun, banyak pekerjaan rumah dibantu sama dia.

Dulu Mas Putra pernah nawari aku buat cari ART gitu. Tapi aku mikir kalau rumah ini juga jarang berantakan. Karena Anna siangnya sering di rumah ibu. Malam ya tinggal kumpul remeh temeh terus tidur. Udah. Kalau baju mah paling capenya kalau nyeterika.

Ngga ada apa ya, mesin yang buat baju abis keluar dari mesin cuci langsung rapi no kusut gitu? Eh aku pernah lihat deeeh. Tapi kaya masih jarang gitu di Indo.

"Serius banget. Sampe ngga denger aku salam, loh." tangannya memeluk perutku erat sambil tiba-tiba mencium pipiku dari arah belakang. Kaget, untung ngga pecah nih tutup teflon.

"Ya Allah, wa'alaikumussalam. Bentar." aku membilas tangan dari busa sabun cuci piring yang masih melumuri tanganku. Kemudian mencium hikmat tangannya.

"Capek, Lin?"

"Yaa lumayan. Capek nya be aja sih. Mas gimana?"

"Kangen kamu."

"Apaan sih. Penelitiannya gimana?"

"Alhamdulillah udah dapet acc pihak kampus. Terus..." bibirnya mengulum sampe kelihatan lesung pipitnya. Ada yang aneh.

"Kenapa, mas?"

"Kalau ke kebun binatangnya minggu depan aja gimana ya, Lin?" sorot matanya kelihatan cape banget. Di kamar juga kalau malem ngga langsung tidur. Malah kadang meeting online dulu terus ngerjain project-annya.

"Ngga apa, mas." ku usap lengannya yang masih melingkar di pinggangku. Sambil menghela nafas berat. Oke, tunda lagi.

"Kamu ngga nanya gitu, kenapa?"

"Penelitian itu kan?"

"Iya. Dari kampus pendanaannya ternyata turun lebih cepet. Jadi mereka request penelitiannya ke lapangan segera. Niatnya besok Jum'at aku sama Pak Purwadi dan dosen FMIPA ke Tengger buat bikin janji sama kepala adatnya. Terus pulangnya Sabtu malam atau Minggu pagi atau bahkan Minggu sorenya gitu. Gimana?"

"Ya gimana maaas. Berangkat aja, mau gimana lagi. Nanti Anna aku yang bujuk deh biar ngga ngambek."

"Tapi kok kayaknya kamu yang ngambek?"

"Engga. Aku? Ah, engga. Aku sih malah seneng di rumah aja. Bisa istrirahat. Atau malah bisa nginep di rumah ibu  juga oke oke aja. Udah lama ngga tidur sana." Sungguh aku biasa aja. Apa sih kebun binatang, aku juga udah pernah ke sana kan dulu. Tapi mungkin dia harusnya ga usah janji ke Anna gitu kalau tau emang lagi sibuk.

"Eeh, kok makin kedengeran kesel?" tak lama lalu Mas Putra memelukku erat sambil menghidu puncak kepalaku.

"Astaghfirullahal'adzim." batinku sembari memejamkan mata. Suami baru dateng udah dijutekin, Raline. Kayanya karena mau mens ini. Sensi banget.

RalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang