3

3.9K 221 1
                                    

Jangan lupa vote dan komentarrr, happy reading guys!!

Selepas subuhan, aku langsung membantu ibu di dapur. Menu pagi ini sop ayam dan tempe mendoan. Cuma bahan seadanya yang ada di kulkas. Belum sempat belanja karena bapak yang biasanya mengantar masih ada tugas mendampingi siswanya yang lomba ke Yogayakarta.

"Jadi bareng sama Putra?", roman-romannya seperti mau menggodaku nih.

"Iya bu... Ya Allah, baru aja semalem aku cerita."

"Ya bukannya apa. Ibu cuma seneng aja. Ternyata sinyal dari kamu bagus juga. Kan harapan ibu mantu dosen lagi kemungkinannya besar."

"Apaan sih ibu. Orang ya satu fakultas juga."

"Layo kan peneran. Gitu aja tiap hari bareng Putra, Lin.", oh jadi ini to motivasi ibu menggebu-gebu menyokongku untuk nerima Mas Putra. Biar hemat transport? Dwasar ibuku sayang...

_______________________

Aku menunggu Mas Putra yang masih mengantar masuk Anna ke halaman sekolahnya. Haduuu, habis ini berduaan dong. Terus, yang ketiga nanti syaitonirrajim. Wah parah nih. Apa aku duduk belakang aja ya?

Belum sempat aku pindah Mas Putra sudah masuk mobil. Suasana bak film Frozen, membeku. Tidak ada suara sampai kami berhenti di perempatan, terjebak lampu merah.
Ponsel Mas Putra tiba-tiba berbunyi.

"...oh, iya. Baik pak.", lalu menutupnya.

"Lin, nanti pulang sendiri tidak apa-apa?"

"Hah? Oh, gapapa. Banget."

"Saya ada kunjungan seminar ke Malang. Menggantikan Pak Wadek yang tidak bisa hadir."

"Iya, mas."

Mas Putra kembali fokus pada kemudinya.
"Nanti kalau ada apa-apa di perjalanan kontak saya saja."

"Kenapa, mas?", ...tiba-tiba inisiatif gitu.

"Ya kan kamu berangkatnya sama saya tapi pulang sendiri. Ibu juga nitipin kamu ke saya. Jadi tanggungjawab saya kamu sampai rumah dengan selamat."

Aku berdecak sebal. Ibu terlalu ikut campur.
"Jangan begitu, kalau saya jadi ibu kamu juga akan begitu. Apalagi kita tidak ada hubungan apa-apa sekarang. Kecuali kalau kita sudah nikah."

"Hah? Apa hubungannya?"

"Ya kalau kita sudah nikah, nanti ganti saya yang akan kaya ibu kamu. Khawatir kalau kamu pergi sama orang lain.", heee bisa-bisanya dia bilang begitu.

"Mas, aku turun depan Faperta aja.", berabe kalau ketauan temen yang aku kenal. Mau kubilang apa kalau mereka godain aku nanti.

Dan dia mengabaikanku, pemirsa. Aku kesal tapi tidak kaget. Sampai di depan gedung dosen FEB aku langsung salim ke dia sebelum turun. Aku baru sadar, seketika suasana terasa aneh. Tapi kan dia lebih tua dariku, wajar kalau aku salim kan? Dulu juga begitu. Tapi ini aneh banget, Mas Putra menatapku dalam sambil sedikit melengkungkan bibirnya. Wah bener, udah banyak setannya nih mobil.

"Eh, a a assalamu'alaikum, makasih tumpangannya mas.", kataku sambil segera meninggalkan lokasi kejadian.

Pagi ini kelas Eko Makro 1, aku duduk di antara Denisa dan Raihan dengan jantung yang masih berdebar. Ah, gimana diriku ini maunya iya apa engga lamaran itu. Kayak engga tapi kok aku deg deg an. Mau iya tapi gimana ya nikah sambil kuliah. Nanti mana yang bakal jadi prioritasku.

RalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang