Aroma lele yang lagi digoreng menyeruak saat kami turun dari mobil. Aku langsung menuju ke arah penjual untuk memesan, sedangkan Mas Putra dan Anna mencari lesehan. Tinggal 3 orang lagi di depanku, sabar. Udah laper banget. Sebenarnya sih, Mas Putra udah nawari makan sejak kami keluar dari kebun binatang tadi. Tapi apa daya, tuan putri pingin lele goreng di sini.
"Lalapan lelenya tiga, Bu. Yang satu ngga pake sambal. Minumnya teh hangat tiga."
"Meja mana, mbak?" mataku menyisir keberadaan Mas Putra. Oh, di pojok.
"Pojok itu ya Bu. Yang ada anak kecilnya."
"Iya mbak, ditunggu."
Aku menyusul untuk bergabung dengan Mas Putra dan Anna. Mereka lagi melihat-lihat foto yang diambil selama di kebun binatang tadi. Aku hanya menyangga kepalaku lemah sambil melihat keduanya yang masih asik dengan Anna yang terus berceloteh tentang binatang-binatang yang dilihatnya.
Oh iya, sekarang adalah seminggu lebih setelah Mas Putra pulang. Nyatanya setelah suamiku pulang dari Tengger kami ngga bisa langsung pergi ke kebun binatang. Dia masih perlu ke kampus untuk nyusun laporan. Itu katanya, aku hanya mendengar penjelasannya setiap menjelang tidur.
"Permisi." suara pramusaji meletakkan 3 teh hangat di atas meja. Aku langsung menggeser beberapa barang yang seakan memenuhi meja di hadapanku. Ngga lama, pesanan lele kami juga datang.
"Anna mau minum dulu?" dia langsung pindah duduk di pangkuanku. Aku mencoba membantu Anna minum dengan tangannya yang juga memegang gelas yang terlihat besar kalau untuk ukuran tangannya.
Mas Putra yang tadinya duduk di depanku, sekarang pindah ke sampingku. Kulihat pergerakan tangannya kaya mau nyuapi Anna.
"Hadap sini, a'" katanya kemudian menjejalkan nasi beserta lele goreng ke mulut Anna.
"Kamu makan aja. Aku takut istriku tambah kecil." ucapnya sambil sedikit cekikikan. Wah minta ngga dikasih jatah nih orang.
"Anna sini turun. Mama biar makan dulu."
Aku udah ngga berdaya untuk mengelak ucapan Mas Putra kalau aku bakal tambah kecil semisal aku ngga makan. Emang yang dinikahi sama dia kan adiknya. Ralat, adik iparnya.
Lalapan di depanku langsung kuserbu. Astagaa gurih sekali. Dagingnya lembut. Nasinya pulen. Sambalnya pedes tapi masih oke di lidahku, seger dengan aroma jeruk sambal. Tak lupa daun kemangi, terong lalapan, kacang panjang, dan kubis yang melengkapi menu ku malam ini. Yang paling penting adalah lelenya ngga bau tanah.
Tapi aku ngga tau kenapa ada orang yang suka sama kepala lele kaya Mas Putra. Padahal keras banget ngga bisa dinikmati. Agak menakutkan juga sebenernya sih. Langsung aja kepala leleku ku taruh di piring Mas Putra.
Selama menyuapi Anna, Mas Putra sama sekali belum menyuap nasinya ke mulut. Melihat itu aku buru-buru selesaiin makanku biar bisa nyuapin Anna. Anakku ini sebenernya bisa makan sendiri walaupun masih kacau. Tapi kalau makan ikan, karena ada durinya, dan ini udah malem keburu pulang juga, jadi biar cepet disuapi aja.
Selesai dengan makananku ganti aku yang menyuapi Anna. Ngga banyak, tinggal 3 suapan lagi.
Ngga lama setelah Anna selesai makan, Mas Putra juga selesai. Kami ngga langsung pulang, masih nunggu perut enakan dikit. Biar makanan turun dulu.
Kemudian Mas Putra menggendong Anna ke mobil, sedangkan aku masih perlu bayar makanan. Untuk ukuran makanan dengan rasa yang endes, tempat bersih, dan pelayanan cepat, tempat ini layak dapat 4/5. Sambalnya pingin bungkus banget.
Sampai di rumah aku langsung menidurkan Anna ke kamar. Kayanya kecapean banget. Di kebun binatang tadi bawaannya pingin jalan sendiri terus ngga mau digendong ayahnya. Palingan aku yang agak ngomel kalau dia lari-lari. Agak takut ya bund, anak lari-lari di tempat umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raline
SpiritualDi tengah kesibukan dengan kuliahnya tiba-tiba ada yang melamarnya. Tidak main-main, mantan kakak iparnya datang dengan kedua orangtuanya malam itu membuat Raline mati kutu. Bagaimana Raline bisa menjadi ibu untuk bocil bernama Anna di saat usianya...