Thersa kembali pada tempat duduknya. Ia masih saja kuat dengan memasang wajah datarnya itu walaupun kata-kata orang-orang itu mengelilingi pikirannya. Bahkan disaat rambutnya dijambak tadi. Lagi-lagi kejadian fitnah ini terulang kembali padanya. Siapa dalang dari semua ini? Kenapa melakukan hal ini padanya? Kenapa? Apa memang malaikat lah yang menaruh perhiasan tadi dan membuat semua tuduhan atas suruhan Tuhan?
***
Thersa mengamati pohonnya yang masih saja kosong tanpa buah. Ia sangat berharap agar pohon itu berbuah dengan cepat. Tapi mana mungkin? Sedangkan perutnya saja tersu berbunyi, yang membuat Thersa harus menahan kuat-kuat. Thersa bertanya-tanya, mengapa orang-orang memperlakukannya seperti ini? Mengapa? Mengapa mereka menganggap dirinya seperti anak tak tahu diri? Mengapa mereka tak memiliki hati disaat mengatakan kata-kata itu. Andai saja Thersa mengetahui dalang dari semua ini, ia pasti akan bebas dari tatapan-tatapan benci mereka.
Ia berjalan mengambil kain rajutannya yang belum selesai, menatapnya sebentar dan kembali melanjutkan. Aktivitas yang memang berulang-ulang terpaksa harus dilakukan. Setidaknya Ia masih punya hal yang harus Ia kerjakan sekarang, walaupun kepalanya berdenyut sakit dengan tubuh bagian belakangnya yang terasa remuk karna berkali-kali harus terbentur.
Hujan yang deras selalu menemani keadaan Thersa, tak ingin berhenti untuk menangis. Dan sekarang seakan-akan semakin deras mengguyurkan airnya. Bau tanah yang basah selalu memenuhi ruangan rumah Thersa. Bahkan kadang membuat jalanan sama sekali tidak terlihat, begitu pula dengan bangunan-bangunannya. Ya, Vannesrain yang selalu menangis dan berduka cita.
Thersa menguap dikala rajutannya hampir selesai. Ia menyudahi kegiatannya dan beranjak menuju kamarnya setelah menaruh kain rajutnya di meja dekat keranjang buahnya. Ia berbaring pada kasur sponsnya dan mulai menutup matanya.
Namun sebelum Ia mentup mata, indera pendengarannya menangkap suatu suara dari luar kamarnya. Matanya lansgung saja terbuka. Ia berjalan dengan pelan mengintip hal yang terjadi diluar kamarnya. Yang benar saja! Seseorang berjubah hitam dengan maskernya mengendap-endap masuk menuju Mejanya. Langsung saja Thersa berseru, “Heii! Kau! Hentikan!” Thersa langsung saja keluar dari kamarnya. Sosok berjubah hitam yang terkejut dengan Thersa, Ia langsung berlari keluar sebelum Thersa menangkapnya.
“Sial!” Umpat Thersa yang berlari menuju pintu dan sosok berjubah hitam itu yang telah menghilang ditelan hujan. Ia menutup pintunya dan segera mendorong mejanya kembali untuk bersandar pada pintu.
“Jadi dia dalangnya?” Tanya Thersa sendiri, Ia mengangguk-angguk dan menuju pada kursi panjangnya. Rasa kantuknya tiba tiba saja menghilang. Ya, dia sudah menemukan dalang yang membuatnya harus terkena tuduhan-tuduhan tidak jelas. Ia yakin pasti sosok itu ingin menaruh sesuatu ke mejanya dan membuat orang pemilik sesuatu barang itu akan datang dan menuduhnya sehingga membuat pertahanannya kembali rapuh.
Namun sekarang Ia tidak akan lemah seperti kemarin, Ia telah mengetahui dalangnya dan tinggal menangkapnya. Ia takkan membiarkan sosok itu masuk menerobos rumahnya dan membuat ulah lagi. Ia hanya menunggu saatnya saja.Thersa tak lagi mengantuk jadi Ia memutuskan untuk melanjutkan Rajutannya yang hampir selesai. Ia duduk di kursi sembari menikmati hujan tangannya mulai aktif merajut.
Namun, matanya menangkap sosok seorang anak kecil yang tengah duduk di tengah-tengah jalan dan basah oleh hujan. Ia menghentikkan aktivitas merajutnya dan menajamkan penglihatannya. Itu memang benar-benar seorang anak kecil. Langsung saja Thersa menaruh rajutannya dan berlari keluar rumahnya. Ia berhenti sebentar dan masih mendapati anak kecil itu.
“Heiii!” Thersa berteriak dengan keras, namun anak kecil itu tak menoleh mungkin saja suaranya terendam oleh hujan. Karna Thersa merasa kasihan, Ia merelakan dirinya terkena hujan dan berlari menuju anak kecil itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/253013136-288-k647707.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vannesrain シート : Rain Of Black Clouds
Ficção Adolescente[ACCEPT PAIN to KNOW PAIN] "Segera gelarkan kapet merah! Sweet Lion kita datang!" Gadis itu dengan senyum dan tatapan tajamnya akan mengitimidasi siapa saja yang tak menundukkan kepalanya. Primadona sekolah gelarnya. Tapi, naas. Semuanya telah bera...