~ 03

110K 2K 23
                                    

Hari pertama menjadi pengasuh Kara, sebenarnya bukan hanya anak kecil itu saja, tapi juga sang ayah angkat. Ibarat kata, Lethia adalah anak kucing yang harus mengasuh ibu dan saudaranya. Mungkin seperti itu. Berhubung Hari Sabtu dan sekolah libur, ia menyempatkan diri untuk membersihkan setiap inci sudut unit yang lumayan berantakan. Debu membandel menempel di permukaan meja atau almari. Di beberapa tempat, terlihat noda bekas coklat yang sudah mengering.

Perlahan tapi pasti, unit itu kini bersih seperti tanpa kaca, cling!

Sedikit melelahkan, tapi sepadan dengan hasil yang memuaskan. Jay pasti bangga, karena ia tak salah merekrut pegawai.

Meski awalnya Lethia merasa agak aneh, jujur saja ia seperti gadis bodoh yang menyelinap di tengah sebuah pertemuan, bersembunyi di bawah meja, meringkuk memeluk kaki laki-laki asing, setelahnya diakui pacar oleh laki-laki itu. Setelahnya malah dijadikan pengasuh. Mantab jiwa!

"Mau makan apa?" tanya Jay yang berdiri seraya memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Kemunculannya yang tiba-tiba membuat jantung lethia berdegup kaget.

Jika dilihat-lihat, Jay ini hanya umurnya saja yang dua puluh lima tahun, tapi tampangnya terlihat seperti orang berusia dua puluh tahun. Begitu menawan. Lethia sangat tertarik.

"McD boleh, Om?" jawabnya seraya memencet tombol plus pada AC.

"Apa?"

"Apa aja asal bukan tai."

"Dasar bocah!" Jay mendesis mendengar ucapan anak SMA di hadapannya.

"Eits! Bocah gini bisa menarik hati, Om!"

"Menarik apanya? Mantan pacar kamu kemarin bilang kalau body cewek yang lagi dikejarnya tuh montok, ini apaan?"

"Eh, eh, eh, jangan menyimpulkan begitu, kan gak perlu dipamerkan, betul tidak? Harga diri itu penting?"

Yah, tidak ada yang salah dari perkataan Lethia, memang benar menjaga harga diri itu penting di tengah gempuran anak SMA banting harga.

Pria itu mendudukkan pantat di ruang kosong sebelah Lethia, dengan lihai jari-jari itu menggeser layar ponsel ke atas dengan sesekali mengetik sesuatu. Terakhir terpampang total pesanan di McD, lumayan besar dengan jumlah empat ratus ribu untuk tiga orang.

Jay terdiam, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkan.

Dahinya mengernyit,"Bukannya kamu anak pengusaha kaya raya?"

Tatapan mata gadis itu berubah menjadi sendu, tak seperti sebelumnya yang terlihat begitu ceria layaknya anak kecil yang diberi banyak mainan. Jay berpikir pasti ada yang tak beres.

"Selama ini aku lebih sering tidur di rumah temen atau di hotel, buat tidur di rumah bisa dihitung jari." Ia menjeda perkataannya sejenak, apa perlu ia bercerita? Namun, seperti ada dorongan dalam dirinya. "Ayah sering bawa wanita ke rumah dan aku gak suka itu. Sering terdengar suara-suara aneh, aku jadi gak nyaman."

"Benarkah?"

"Ya, bahkan-aku harus banget cerita, Jay?"

"Enggak perlu kau kamu merasa keberatan."

Ia diam sejenak, setelahnya menyandarkan kepala di sandaran sofa. "Aku sering dijadikan alat penarik kolega."

"Maksudnya?"

"Ya boleh dipakai gitu aja, imbalannya nanti ayah dapat kolega dan aku dapat traumanya."

Tangan besar Jay mengelus lembut puncak kepala Lethia. Apa benar sosok Rahadja yang dipandang sebagai seorang pengusaha kaya raya dan ayah yang baik ternyata bersikap seperti itu? Kenapa media selalu menyiarkan berita yang bagus-bagus, kekuatan uang?

"Ayah sering minta aku buat melayani para kolega agar mereka mau bekerjasama dengan perusahaan. Di saat ayah membawa wanita lain dan melakukan hubungan itu tepat di depan mataku, di situ pula ada beberapa kolega yang bermain denganku, tentu saja aku sering menolak, tapi yang aku dapatkan hanya pukulan yang membuat tubuhku membiru."

Pria itu ingat sesuatu, beberapa bekas biru yang tercetak jelas di kulit putih Lethia, ia lihat saat Lethia tidur bersama ia dan Kara semalam. Matanya tertuju pada paha Lethia yang terekspos, di sana ada bekas biru kehitaman. Tangannya dengan sigap menyingkap sweater yang membalut tubuh mungilnya, di bahu ada satu, punggung satu, dan di antara buah dadanya ada satu.

Ia pikir itu hanya gambar alias makeup untuk drama antara dua orang yang sudah berpisah. Seperti drama perceraian demi mendapat simpati dari orang.

Di hatinya sedikit tersirat rasa sakit ketika mendengar cerita dari seorang siswi SMA berusia delapan belas tahun yang merelakan tubuhnya dijajah oleh para kolega ayahnya. Lantas, dimana otak ayahnya itu? Bisa-bisanya mengorbankan anak sendiri demi kepentingan pribadi. Sungguh monster.

"Apa sakit?" Lethia menggeleng pelan. "Biar saya obati." Lagi, gadis itu-sebutan apa yang cocok untuknya? Baiklah, perempuan itu menggeleng lagi.

"Gak apa-apa, gak sakit." Mata hazel itu menatap intens, mencoba menerobos masuk ke pikiran Jay. "Apa aku boleh tinggal di sini?"

"Boleh saja, asal kamu mau jadi pacar saya dan mau membantu mengasuh Kara, maka saya akan memenuhi kebutuhan kamu."

Satu notifikasi dari driver ojek online muncul di layar ponsel Jay, ia berdiri. Lethia mengekor di belakang ketika pria itu berjalan keluar untuk menemui driver. Di lobi sebuah bapak berusia sekitar lima puluh tahunan duduk di kursi, motor bebek berwarna putih hitam terparkir tak jauh dari tempatnya, di tangan ada empat bungkusan. Jay mendekat, driver memberikan bungkusan itu. Sepuluh lembar uang berwarna merah diserahkan berserta dua bungkusan lainnya.

"Ini buat bapak, manfaatkan uangnya baik-baik, dan ini untuk makan bapak dan keluarga," ujar Jay membuat Lethia begitu terkesima.

Mata bapak driver berkaca-kaca seolah ingin menangis, "Pak, ini banyak sekali. Saya gak bisa nerima."

"Gak apa-apa, anggap saja apresiasi dari saya untuk bapak yang tetap semangat bekerja hingga detik ini. Anggap rejeki anak istri bapak di rumah."

"Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak atas kebaikannya."

Mereka kembali ke kamar, mata Lethia berbinar menatap ayam dan kentang yang tersaji di atas meja. Ini terlalu banyak untuk berdua, minuman, ayam, kentang goreng, soup, dan masih banyak lagi. Masih ada makanan untuk Kara juga-anak menggemaskan itu masih tidur dengan pulas. Sepertinya Jay membeli seluruh menu yang tersedia, benar-benar gila.

"Aku boleh makan?" Jay mengangguk mempersilakan.

Satu potong ayam berukuran besar sudah ada di tangan, dengan lahap gadis itu menggigit dan mengunyah. Tanpa perlu waktu lama hanya tersisa tulang-tulang. Terus berlanjut hingga ia telah menghabiskan dua potong ayam, satu kentang goreng, dan satu soup. Perutnya terasa begitu penuh.

"Berapa hari kamu gak makan?" tanya Jay tiba-tiba setelah mengamati cara Lethia makan.

"Dua hari mungkin, tapi aku masih minum."

Gadis itu benar-benar seperti tak terurus, untuk makan saja sepertinya susah hingga sampai dua hari tak makan. Ia kira menjadi anak dari seorang pengusaha kaya raya yang dikenal hampir seantero negeri membuat hidupnya terjamin. Namun, ternyata itu semua tak nyata.

Jay sendiri dulunya hidup susah, makan susah, bekerja sendiri berjualan koran atau tisu di jalanan. Menjadi anak yatim-piatu di usia yang masih sangat muda membuatnya tersiksa. Hingga ia bisa bersekolah tinggi dan lulus dengan gelar sarjana. Membangun perusahaannya dari nol hingga sebesar sekarang. Semuanya tak mudah.

"Ke mari." Pria itu menepuk pahanya, Lethia menurut dan duduk di atasnya. "Bagaimana tawaran saya tadi?"

"Aku setuju."

"Bagus, anak pintar." Tangannya kembali mengelus puncak kepala itu dengan begitu lembut, layaknya seorang ayah pada putrinya. "Oh, iya, kamu sekarang pacar saya."

Jadi Istri Tuan CEO (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang