~ 08

23.7K 1.1K 18
                                    

Sepasang kaki itu melangkah memasuki gerbang kediaman Cadenvia. Kakinya mulai gemetar takut bertemu dengan sang pemilik rumah. Perlahan tangannya mendorong pintu hingga terbuka, dua asisten rumah tangga datang menghampiri dan bertanya-tanya layaknya wartawan.

Yang satu menemani sang nona dan yang satu pergi memanggil majikannya. Tak lama Rahardja datang dengan angkuhnya, tatapan sinis dan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

"Akhirnya kamu pulang."

"Disuruh."

"Kalau saya gak butuh, gak bakal nyuruh kamu pulang."

"Iya, aku kan jalang."

"That's right!"

Jika sudah begini, maka mau tidak mau, Lethia harus izin tidak masuk sekolah. Alasannya sakit, padahal sebentar lagi sudah ujian. Yah, jalan hidupnya terlalu rumit.

Wanita bertubuh gempal tadi datang membawa segelas jus jambu kesukaan Lethia lalu pergi. Tak ada obrolan lagi di antara ayah dan anak kandung itu. Rasanya ia merasa asing di rumahnya sendiri, delapan belas tahun tinggal di sana tak membuatnya menjadi nyaman.

Merasa jengah akhirnya ia memilih untuk pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua. Rasanya begitu rindu melihat foto-foto keluarganya dulu. Ayah, ibu, dirinya. Tampak begitu bahagia. Namun, sekarang semuanya berbanding terbalik, ibunya sudah tiada, ayah membencinya, ia sendiri hidup tak tentu arah.

Jay Anjay
Saya udah ada di depan.

Lethia
Aku tunggu

Ia dapat merasakan jantung yang berdetak begitu kencang. Bukan takut seperti yang dulu-dulu, tapi bagaimana reaksi ayahnya jika tahu bahwa Jay itu kekasih Lethia? Terlebih janji Jay untuk membebaskannya dari penjara Rahardja membuatnya begitu penasaran.

"Nona, ditunggu tuan dan tamunya," ujar seseorang dari balik pintu.

"Iya, Bi."

Dengan rasa gugup dan tak menentu ia berjalan ke luar. Dari kejauhan tampak Jay yang duduk di sofa dan fokus pada berkas-berkas di atas meja, tak ada interaksi antar dua pengusaha itu. Ketika Lethia berdiri di samping sofa, Rahardja menoleh lantas dengan sikap manis layaknya ayah yang baik ia memperkenalkan Lethia pada Jay.

Dasar keparat! Gue udah kenal dia bego!

"Perkenalkan ini anak saya, Lethia," ujar Rahardja.

Uluran tangan Lethia dibalas oleh Jay, ditambah elusan lembut di telapak tangan membuat bulu kuduknya meremang.

"Saya Jay."

"Mari kita mulai."

"Saya mengajukan tujuh puluh tiga puluh." Rahardja menyerahkan map merah pada Jay, senyum sinisnya terlihat jelas.

"Tiga puluh untuk saya?" tanya Jay. "Memangnya sebesar apa perusahaan Anda, Tuan Rahardja."

"Bukankah itu sudah adil? Kita bekerja sama, kontrak dan segalanya saya yang membuat, jadi bukankah itu sudah sangat cukup besar untuk perusahaan Anda yang sangat besar dan dikenal hingga mancanegara?"

"Baiklah, tapi saya ada syarat."

"Apa syaratnya? Anak saya?"

"Hebat sekali Anda sampai tahu apa yang saya inginkan."

Jay berdiri, meraih tangan Lethia dan mengajaknya untuk berdiri. Merengkuh pinggang agar lebih intens, kecupan singkat di bibir berubah menjadi ciuman panas. Rahardja bisa melihat bahwa Jay benar-benar laki-laki yang kesepian, buktinya begitu nafsu dengan anaknya.

Pria setengah baya itu menyeruput kopi hangat seraya menikmati pemandangan dua manusia di hadapannya. Sang putri tak nampak terpaksa sedikitpun, justru di mata Rahardja anaknya malah terlihat menikmati juga. Ada yang janggal. Namun, ia tak terlalu memikirkan yang terpenting adalah mendapat kolega untuk suntikan dana perusahaan. Hanya itu.

"Saya boleh membawanya ke kamar?" tanya Jay yang mengangkat tubuh Lethia.

"Silakan," jawabnya. "Bawa dia ke kamarmu."

Sepasang kakinya melangkah menaiki anak tangga menuju kamar Lethia, untuk saat ini ia tak menginginkan tubuh Lethia, ia hanya ingin menyelamatkan kekasihnya. Tubuh kecil itu meringkuk di dalam dekapan Jay, hangat dan nyaman.

Di dalam kamar yang lumayan besar, Jay menurunkan Lethia. Mereka berdua segera mengemas barang dan baju seperlunya. Di satu tas berukuran sedang, Lethia memasukkan semua makeup dan skincare yang ia punya, meski akan minggat ia harus tetap cantik. Setidaknya tidak mempermalukan diri.

"Lethia, kamu mau bawa semua barang itu?"

Jay menggeleng melihat boneka-boneka yang berjajar di bawah jendela, dua tas besar berisi baju yang dikemas Lethia, satu tas berukuran sedang berisi makeup. Bisa-bisanya membawa barang sebanyak itu.

"Iya, kenapa?"

"Kamu pikir mobil saya itu truk?"

Cengiran lebar terpampang dari bibir Lethia, gigi putih berderet dengan dua gigi depan agak besar. Ia pikir barang yang dibawa terlihat sedikit, masih banyak barang yang belum dikemas olehnya. Apa harus merelakan barang-barang penting seperti lemari dan ranjang?

"Jay, ini kan barang penting semua," rengeknya.

"Boneka sama baju saya bisa beliin satu toko kalau kamu mau!" tegas Jay sekenanya.

"Beneran? Oke, aku tinggal ini, yang ini, ini, sama ini." Lethia memilah kembali barang dari dalam tas-tas itu, hingga menyisakan satu tas besar dan satu tas kecil. Baju haramnya hampir delapan puluh persen harus ditinggalkan di rumah ini untuk selamanya, serta boneka kesayangan yang setiap hari menemani pun harus ditinggal juga. Ia hanya membawa apa yang memang ia inginkan.

"Giliran belanja cepet, dasar cewek!"

"Aduh, Jay yang tampan, cewek cantik itu juga buat pacarnya. Paham?"

"Ya ya."

Jay mengikat dua tas itu dengan tali lalu melemparnya keluar dari jendela belakang kamar Lethia dengan perlahan hingga mendarat di atas rerumputan. Misi selesai! Misi selanjutnya adalah pura-pura membeli Lethia dan menukarnya dengan saham fantastis.

Lelaki itu mengacak-acak pakaian dan rambutnya hingga seperti orang gila, begitu pula dengan Lethia. Mereka tampak seperti sepasang kekasih yang habis mengadu cinta di atas ranjang. Perempuan itu memasang muka lesu lalu naik ke gendongan Jay.

Sebuah kecupan singkat dilayangkan ke bibir sang kekasih. Menggemaskan!

Anak tangga dipijak datu per satu hingga sampai ke lantai dasar, Jay duduk di atas sofa dengan Lethia di pangkuannya. Mata Rahardja menatap dua manusia itu dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu tersenyum miring.

"Saya bawa Lethia."

Dahi itu mengkerut, "Maksud Anda?"

"Saya bawa Lethia dan saya tukar dengan saham perusahaan yang ada di Amerika sebesar dua persen atau senilai dengan dua triliun dan itu akan terus bertambah nilai seiring berjalannya waktu serta menyetujui tawaran tujuh puluh tiga puluh."

"Du-dua triliun? Anda ya-yakin?"

"Ya."

Siapa yang tak akan tergiur dengan tawaran segila itu? Bahkan apapun akan dilakukan demi mendapatkan nilai yang begitu besar, termasuk menjual anaknya kepada orang lain tanpa berpikir lebih dahulu.

"Jika Anda setuju, bisa menandatangani perjanjian ini." Jay mengeluarkan sebuah kertas berisi perjanjian penukaran barang dan tidak boleh memintanya kembali atau membayar dua kali lipat.

Rahardja meraih kertas itu, tangannya dengan lihai menggoreskan tinta di atas materai. Ia resmi memberikan Lethia untuk Jay. Setidaknya itu menyelamatkan sang anak dari genggaman ayah biadab.

Setelah selesai, mereka berdua berjalan keluar dari rumah itu. Lethia turun dari gendongan Jay dan berjalan menuju belakang kamar untuk mengambil barang-barangnya.

"Makasih, Jay. Aku berhutang budi sama kamu."

"Ya, balas budinya cukup jangan membuat saya bangkrut."

"Ah, kamu!"

Jadi Istri Tuan CEO (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang