two : empty

193 37 7
                                    

SMA Matata, sekolah unggulan dengan prestasi bak monster dalam bidang olahraga khususnya pada bulu tangkis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SMA Matata, sekolah unggulan dengan prestasi bak monster dalam bidang olahraga khususnya pada bulu tangkis. Tidak diragukan lagi jika mereka selalu membawa piala setiap tahun dalam kejuaraan musim semi di kotanya, dan berlanjut pada turnamen Nasional. Tempat di mana murid-murid SMP berbagai sekolah memilih mengasah dan mengabdikan diri sesuai bakat mereka.

Bang Chan, salah satu unggulan di tingkat dua yang berhasil membawa nama sekolahnya memasuki semi final kejuaraan bersama partnernya Lee Minho. Mereka anggota club yang resmi menjadi anggota inti setelah memasuki kelas dua (Kebanyakan sekolah memang mengajukan muridnya yang sudah kelas dua agar persiapan peserta lebih matang.).

“Tidak diragukan lagi, dia dulu memborong medali dan piala juga di kejuaraan tingkat SMP!” Pelatihnya Brian, memuji anak didiknya yang kini sedang bermain di lapangan luas bernuansa merah jambu pastel dengan senjata raket andalannya. Menumbangkan para senior yang kewalahan menjadi lawan mereka. Skor telak dimenangkan Tim Bangchan-Minho untuk latihan ini.

“Dan juga teman setimnya adalah adikmu, menang sudah jelas menjadi takdir sepihak untuk kita.” Brian menoleh pada atlet bulu tangkis nasional di sebelahnya, Yoongi. Yang hanya tersenyum tipis mendengar pujian itu. Masih setia menatap permainan adiknya yang terlihat sangat tidak menarik… baginya.

“Mereka hebat, tapi mereka kurang bersemangat. Adikku sudah jauh melampauiku dan murid laki-lakimu itu benar-benar monster. Walau menang... ini tidak akan berjalan baik!” ujarnya kemudian. Brian ikut menatap kedua muridnya itu, memang benar apa yang Yoongi katakan. Mata mereka penuh dengan rasa bosan dan tanpa ambisi, berada pada titik di mana mereka tidak mempunyai lawan yang membakar gairah mereka. Seakan hanya melakukan aktivitas yang sudah menjadi kewajibannya tanpa ada gairah dalam benak mereka.

“Mungkin kau benar, Tuan Yoongi. Menang mungkin takdir, tapi tidak dengan gairahmu untuk merasakannya. Karna takdir belum tentu sejalan dengan keinginan seseorang.” Brian menepuk pelan pundak Yoongi sebelum berteriak pada murid-muridnya untuk beristirahat sebentar. Yoogi masih menatap adiknya dengan senyuman tipis, adiknya yang sudah tidak sama dengan bocah dengan mata ceria saat menggumamkan ‘aku ingin menjadi seperti kakak’, karna pada kenyataannya dia sudah terbang terlalu jauh. Matanya beralih pada Chan, sedikit menyeringai menatap wajah bosan atlet muda yang langsung tertidur di kursi panjang pinggir lapangan.

“Hah… hampa adalah saat di mana kau menjadi yang paling kuat.” lirih Yoongi sebelum menghampiri adiknya yang terduduk di tengah lapangan.







***






“Kalian menang melawan Furui! Hebat! Hebat!!Kalian masuk final!! Argghhhh!! Setelah sekian lama sekolah kita menjadi yang paling hancur dalam bidang olahraga!” Kedua orang yang baru saja keluar dari gedung tournament menutup telinganya refleks. Telinga mereka sudah cukup panas untuk mendengar hysteria supporter dan teman-teman mereka yang bersorak kegirangan saat skor yang beda tipis yang tertera di papan skor beberapa waktu yang lalu mengantarkan mereka ke final. Membuat Hyunjin tidak bisa lepas dari pujian teman-temannya tentang dia yang berkembang pesat sejak kelas satu. Dan juga fangirl Jisung yang terus mengekor. Han Jisung, tangan sakti yang sudah melatih Hyunjin dengan sabar.

“Jeongin! Bisakah kau tidak heboh begitu?” Jisung sang kakak menonyor kepala adiknya pelan, walau adiknya sepertinya tidak peduli dengan tonyoran itu.

“Dan juga Hyunjin, aku harap kau lebih berhati-hati dengan kakimu. Kau belum pulih sempurna karna cidera saat latihan tempo lalu!” Hyunjin hanya bergumam ‘ya’ dengan malas. Tidak mungkin dia meruntuki kakinya di saat genting seperti ini ‘kan? Lagipula sudah terlalu jauh baginya untuk mundur. Memilih sedikit berkelit bahwa kakinya sudah sembuh total walau teman setimnya tidak akan percaya begitu saja.

“Hari ini ada dua pertandingan kan? 20 menit lagi pertandingan SMA Matata dengan SMA Sugosi.” Jeongin berujar sembari melirik papan di depan stadion besar. Jisung dan Hyunjin saling menatap, mengisyaratkan pikiran meraka masing-masing.

“Ayo nonton!” ujar mereka bersamaan, memasuki gedung itu kembali. Menghiraukan Jeongin yang protes karna merasa diabaikan dari tadi. Mereka berjalan beriringan menuju tempat pertandingan, menghiraukan orang-orang yang juga berlalu lalang.

“Ah tapi kau duluan saja! Jeongin temani aku beli minuman dan camilan!”

“Kenapa haru—sgdfywtiaASU!!” Jeongin menggerutu sebal saat kerah bajunya ditarik sepihak sebelum dia bisa melawan tangan kuat kakak sekaligus seniornya Jisung. Menyisakan Hyunjin yang hanya menggeleng melihat tingkah mereka, memilih untuk melanjutkan perjalannya sendirian di lorong gedung tournament.

“Maaf! Maaf! Minggir! Tolong mingir!!Ouch—” Hyunjin merasakan senggolan kasar di lengan kanannya, kemudian menatap shock pada sosok yang terjerembab di lantai dan membuat barang bawaannya berserakan. Jika dilihat, dia sepertinya menginjak tali sepatunya sendiri.

“Chan sialan! Aku tidak akan memaafkanmu!” Guman sosok itu sembari mencoba menolong dirinya sendiri. Hyunjin masih terdiam mendengar gerutuan itu, walau kemudian dia tersadar dan ikut mengambil barang-barang yang terjatuh dengan tidak elit di depan matanya.

“Ini…,” ucap Hyunjin sembari memberikan tas tempat sepatu pada sosok yang sudah terduduk di lantai dengan rambut yang berantakan. Dia memang terlihat berantakan dengan baju putih lengan hitam yang kusut dan mulut yang masih mengunyah permen karet dengan sedikit kesal. Membuat Hyunjin enggan bertanya sesuatu yang sedikit mengganjal hatinya.

“Ah! Terimakasih ya!” ucap sosok itu kemudian sambil tersenyum tipis, mengikat tali sepatu biadapnya yang membuatnya terjungkal dan menahan malu. Untung, orang yang berlalu lalang tidak begitu banyak.

“Ah Sh*t! Keparat! Gara-gara mengambil sepatu Chan aku jadi telat!!” umpatnya saat melihat jam tangan di lengannya, langsung bergegas membawa barang-barangnya sambil berjalan cepat mendahului Hyunjin yang masih terdiam bingung di sana.

“Terimakasih ya!” Menoleh sebentar yang hanya dibalas senyum oleh Hyunjin.

“Chan?”



***



Biarkan Minho meruntuki nasibnya yang selalu kalah taruhan dengan Chan. Ingin sekali dia melempar sepatu Chan ke tong sampah jika dia punya keberanian lebih.

StrongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang