three : the monster duo (1)

171 32 12
                                    

“Hah! Kalian kenapa lama sekali?!” Hyunjin hanya bisa mendengus saat Jisung dan Jeongin  datang membawa tiga cola ukuran besar dan satu popcorn jumbo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Hah! Kalian kenapa lama sekali?!” Hyunjin hanya bisa mendengus saat Jisung dan Jeongin  datang membawa tiga cola ukuran besar dan satu popcorn jumbo. Mereka menunjukan cengiran tak berdosa sembari duduk di kursi sebelah Hyunjin sambil menatap lapangan.

“Belum mulai ya?” tanya Jisung, memberikan satu gelas cola pada Hyunjin.


‘Ya! Para hadirin sekalian. Mari kita memulai lomba semifinal Matata melawan Sugosi’


Tepuk tangan dan suara riuh penonton menggema. Apalagi saat pemain Sugosi muncul ke arah lapangan. Pembawa acara yang hanya terdengar suaranya lewat speakers itu masih memperkenalkan nama-nama pemain itu.


‘Dan dari SMA Matata. Bang Chan dan Lee Minho!’


Suara penonton terlihat dua kali lebih keras saat Chan dengan datarnya menuju lapangan tempat mereka bertanding. Hyunjin hanya tersenyum tipis, sampai kemudian senyum itu hilang saat melihat sosok yang sepertinya tidak asing baginya berjalan mengekor pada Chan. Sosok itu berjalan dengan santainya tanpa raut tegang sama sekali, sama seperti teman setimnya yang berjalan di depannya.


“BUAHAHAHA!! Minho??!” Jeongin tertawa, terlihat bersemangat saat mengetahui siapa sosok itu. Jisung juga mengernyit, setelah kemudian menyeringai puas.

“Petandingan ini akan seperti neraka untuk Sugosi!” Hyunjin menoleh ke arah Jisung yang masih menyeringai setelah berkomentar.

“Dia siapa? Aku melihatnya tadi saat aku menuju tempat pertandingan,” tanya Hyunjin.

“Dia adik dari atlet nasional Lee Yoongi, sekaligus partner Jisung hyung saat SMP, ” ujar Jeongin.

“Ha?” Hyunjin menunjukan ekspresi tak percaya, masih belum bisa mencerna kata-kata. Sedangkan Jisung hanya terkikik.

“Kau atlet juga, seharusnya kau bisa mengenal siapa saja lawanmu nanti!” cibir Jisung yang membuat Hyunjin semakin penasaran. Jeongin masih fokus pada lapangan dan duduk dengan damai di kursi tribun, mungkin terlalu semangat melihat mantan partner kakaknya.

“Saat SMP, aku dan dia selalu menjadi tim inti. Dan kami bisa memenangkan kejuaraan apa pun dan selalu masuk final. Tapi saat final terakhir di pertandingan musim panas aku dan dia kalah dengan tim sekolahmu, kalau tidak salah dulu Chan yang mewakilinya, dia temanmu kan?” Hyunjin hanya terdiam mendengarnya. Ah, banyak yang dia tidak tahu rupanya.

“Itu berarti—”

“Yups… Minho masuk ke Matata sebagai murid unggulan tanpa seleksi, dia berkembang pesat seperti saat dia masih SMP.”

“Dia pasti sangat hebat... harusnya kau mengikutinya ke Matata jika kalian sehebat itu.” Hyunjin menunduk, berujar lirih saat mengetahui orang yang mungkin saja menjadi lawannya di final. Mereka monster, tepuk tangan dan suara riuh penonton pun sudah menjelaskan semuanya.

“Kau tahu? Saat kau dekat dengan orang-orang hebat dan mengekor padanya, kau tidak akan pernah selangkah lebih maju.”

“…. ” Hyunjin menoleh pada Jisung yang kini menatap lapangan di mana sosok Minho beridiri, menyesap colanya pelan

.

“Saat kami lulus dia mendapat tawaran ke Matata, dia membujukku masuk Matata bersamanya juga. Dia sangat terobsesi pada kekuatan dan ingin bersanding dengan Chan yang digadang mendapat jalur khusus juga lewat prestasinya. Tapi bagiku, kesenangan dalam permainan adalah saat kau bisa menjadi lawan orang kuat dan bukan mendampingi orang kuat.”

“Itulah sebabnya kau menolak masuk Matata bersamanya?” Pertanyaan Hyunjin membuat Jisung mengangguk mantap, tersenyum menatap Hyunjin.

“Jika impiannya adalah bersanding dengan yang terkuat, maka impianku adalah mengalahkan yang terkuat. Itu membuatku menikmati hidup dibanding hanya menjadi bayangan dan bersorak tentang kemenangan dibalik kebosanan.” Hyunjin terdiam mendengarnya, memorinya seketika menariknya kembali pada masa-masa kelulusannya. Di mana dia ditinggalkan sendirian karna terlalu lemah, di mana temannya berubah menjadi sangat kuat dan berjalan terlalu jauh di depannya.

“Kalian terlalu serius! Nikmati saja pertandinganya!” Jeongin menyahut dengan mulut penuh popcorn, membuat kedua orang itu terkekeh dan memutuskan menikmati pertandingan yang sebentar lagi dimulai.

Sementara di tengah lapangan itu, tatapan datar kedua perwakilan Matata masih menghiasi wajah mereka. Bahkan Minho menahan diri untuk tidak menguap saat melihat semangat berapi-api dari lawannya. Dia mengangkat bahu pelan, setidaknya dia harus bermain manis karna kakaknya menonton dan pelatih mengawasi mereka.

“Jangan membuatku bosan! Set satu aku serahkan padamu, Set dua biar aku yang bermain sedikit.” Chan melirik teman setimnya itu sekilas, yang hanya dibalas dengan seringaian kesal.

“Aku bahkan bisa melawan mereka berdua tanpamu! Bagaimana kalau kita taruhan? Yang mencetak poin paling banyak harus mentraktir setelah pertandingan selesai!” Chan berdecak pelan, menatap remeh walau akhirnya menerima tantangan itu.


“Kau masih belum sehebat itu Minho.”


***

StrongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang