ten : final

178 38 3
                                    


Set 2


"Detik ini, aku berhenti mengagumimu." Ucapan itu menyapa telinga seseorang, Chan. Dia terhenyak saat Hyunjin menghampirinya sebelum bertanding, menunjukan senyum tipisnya dengan tatapan serius. Hyunjin berujar singkat dan kembali ke posisinya, tanpa kata-kata lain untuk diucapkan pada sang lawan. Chan menyeringai liar saat sadar apa yang baru saja  Hyunjin katakan.

"Hei dia bilang apa?" tanya Minho menghampirinya penasaran, yang hanya dibalas decakan oleh Chan.

Pertandingan dimulai. Hyunjin menjadi lebih serius dari Set 1, mengesampingkan rasa egonya tentang masa lalu yang mungkin tidak akan kembali.

'Kau mungkin lebih kuat, dan aku mungkin bukan lawan yang sepadan. '

Hyunjin melakukan smash dengan cantik, membuat sorakan dari tribun menggema dan membuat Minho menyunggingkan seringaian sedikit. Mulai bersemangat rupanya?

'Tapi jika menjadi kuat berarti harus berhenti mengagumimu... Aku akan melakukannya.'

Jisung dan Hyunjin masih berusaha menahan semua lemparan Kok dari sebrang walau sedikit kewalahan. Apapun yang terjadi, mereka tidak boleh menyerah atau ragu, karna saat kau ingin kuat, satu-satunya cara adalah melawan keraguanmu sendiri.

'Karna saat aku kuat, kau akan menemukan lawan yang sepadan..."

SMASH!

Hyunjin melakukannya dengan apik lagi walau skor masih terpaut jauh seperti set pertama. Mengabaikan sedikit rasa ngilu di kakinya yang memang sudah terasa sejak semi final. Tidak! Dia harus menahannya.

'Dan saat kau menemukan lawan yang sepadan, kau akan mendapatkan semangat itu kembali, benar begitu kan Chan? Apa itu alasan kenapa kau memilih meninggalkanku sendirian? Agar aku bisa menjadi lawanmu yang sepadan? Agar kita bisa bermain dengan semangat berapi-api seperti saat pertama kali kita bertemu dan bermain bersama? Yang tidak akan bisa kita lakukan jika aku masih terlalu lemah'

Dia meringis kesakitan saat kakinya mulai berulah lagi, berusaha untuk tidak terlarut dengan perasaannya sendiri saat ini. Tidak ingin mengecewakan Jisung yang sudah melatihnya sampai sejauh ini apalagi membuatnya khawatir. Dia bahkan berbohong soal kakinya untuk menjadi kuat dan mengalahkan yang terkuat. Dan pada akhirnya pertandingan itu tetap berjalan sesuai takdir yang sudah bisa ditebak. Membuat suara riuh penonton menggema keseluruh arena.


Papan skor menunjukan kemenangan telak untuk Matata, walau masih seperti biasa tidak ada euphoria dari kedua pemainnya. Minho tersenyum menatap Hyunjin yang terengah-engah di tengah lapangan, menghampirinya lebih dulu karna Hyunjin terlihat kesulitan untuk sekedar berjalan.

"Aku tarik kembali kata-kataku Hyunjin, keseriusanmu sedikit mengintimidasiku." Minho menjabat tangan lawannya yang hanya bisa tersenyum.

"Kau juga Minho, sela-Ouch!" Hyunjin terhuyung, membuat Jisung reflek menopang tubuhnya. Jisung agaknya sudah bisa menduga, tapi dia memilih mengikuti kemauan hati Hyunjin walau dengan sangat berat hati. Yang dia bisa hanya terus mengawasinya. Dan ini sebenarnya sudah diprediksi jauh oleh Jisung.

"Kau baik-baik saja?" Chan datang menghampiri ketiga orang itu, Hyunjin hanya tersenyum, berusaha mengalihkan airmatanya yang hampir keluar. Entah menangisi kakinya, kekalahannya, atau sosok laki-laki yang tiba-tiba menatapnya khawatir. Ke mana wajah datarnya? Wajah khawatir itu justru hanya akan membuat Hyunjin menangis.

"Selamat ya!" Jisung menampakan senyum sportifnya, membuat Minho memukul lengannya pelan.

"Sejak kapan pertahananmu jadi sekuat itu eoh?!" godanya yang membuat Hyunjin dan Jisung terkekeh.

"Kami akan membalaskannya, di tournamen musim panas. Kami janji!" ujar Jisung mantap. Chan tersenyum tipis dan menatap Hyunjin yang juga menatapnya. Tatapan itu betemu, tanpa ada ucapan yang berarti. Mengisyaratkan bahwa semuanya akan berjalan baik, dan tidak ada kebencian dibalik sorot mata pria itu. Karna sejujurnya, Chan masih mempedulikan Hyunjin lebih dari apa pun.

"Kami akan jadi lebih kuat! Jadi persiapkan diri kalian!" Bibir Chan semakin menukik ke atas saat mendengar ucapan semangat dari mulut teman kecilnya dulu.

"Aku menunggunya Hyunjin, Kau pasti bisa!" Chan tersenyum singkat dan meraih lengan Minho untuk menjauh dari situ, berusaha untuk tidak menjadi menyedihkan saat dia dihadapkan pada kenyataan yang serasa mempermainkan, ingin rasanya membantu Hyunjin dan menghiburnya lebih, tapi itu hanya akan membuat Hyunjin lemah.

Karna pada dasarnya, tidak ada kata-kata dari pemenang yang benar-benar bisa menghibur pihak yang kalah. Dia lebih memilih menunggu Hyunjin semakin kuat, agar dia bisa merasakan rasanya bermain bulu tangkis dengan ceria, dengan lawan yang sepadan. Berharap suatu saat ada orang yang sama kuatnya dengannya, yang bisa mengisi keinginan hatinya yang sudah lama kandas dan berdebu.


Sementara itu, Hyunjin berjalan pelan dan dipapah oleh Jisung menuju tempat mereka, menahan isakan yang entah isakan kekalahan atau isakan kerinduan. Yang jelas, Jisung terus bergumam 'it's okay' disela perjalanan mereka dan berakhir menggendong Hyunjin yang sepertinya akan hancur menjadi serpihan kaca.


"Jisung... hiks... kita kalah... maaf...."


"Kau melakukannya dengan baik Hyunjin. Aku bangga padamu."


***

StrongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang