Aiyana pernah iseng mencari arti namanya di mesin pencari informasi suatu kali, lalu mendengus keras saat mendapati hasilnya.
Bunga keabadian. Definisi tersebut seolah-olah menyindir Aiyana tepat sasaran hingga cuplikan kenangan masa lalu muncul begitu saja, tetapi segera ditepisnya agar tidak mengingat kembali memori tersebut.
Yang jelas, Aiyana merasa nama itu terlalu bagus untuknya.
Jika saja dia adalah tokoh protagonis dalam cerita, nama tersebut tentu ikut memberikan pengaruh yang positif.
Sudah selayaknya demikian, kan? Tokoh utama biasanya mempunyai karakter yang baik hati, saking baiknya hingga terlalu lemah dan sering disakiti walau kisah akhirnya dipastikan bahagia. Kurang lebih mirip dongeng Cinderella dan Putih Salju, atau pemeran protagonis lainnya.
Tidak, Aiyana tidak sebaik itu. Dari luar dia bisa saja kalem, bahkan dia tidak sanggup menatap balik tatapan lawan bicaranya sehingga tidak ada yang bisa menyangka seperti apa dia di masa lalu.
Lantas, apa yang membuat Aiyana berubah se-drastis ini?
Baiklah, mari kita kembali ke masa lalu tepatnya di zaman SD. Sekolah itu masih satu yayasan dengan SMA Berdikari. Itulah sebabnya mengapa pihak internal yang sudah mengetahui asal-muasal situasi Aiyana, mengizinkannya menggunakan nama Yana di masa sekarang. Mereka bersedia menutupi tragedi itu setelah mempertimbangkan prestasi Aiyana yang berkembang pesat seiring berjalannya waktu.
Bisa dibilang, perubahannya yang drastis juga membuatnya mendapat semacam pengampunan bagi yang pernah ilfil atas sikapnya dulu.
Lagi pula, kejadian itu sudah lama berlalu. Semuanya lantas sepakat untuk menutupi semua hal yang tidak mengenakkan dan membiarkan Aiyana 'membuka lembaran baru'.
Dulu, Aiyana tipikal anak manja. Situasinya klise, dia berasal dari keluarga kaya sampai-sampai papanya menjadi donatur utama sekolah. Tidak ada yang protes dengan aksi berandalannya, termasuk merundung sesama teman.
Tidak tanggung-tanggung, Aiyana juga suka mengancam. Targetnya lebih berfokus pada murid yang berprestasi karena dia selalu risih dengan dunia belajar.
Sampai suatu hari, Baskara Febrian diatur wali kelas untuk duduk di sebelah Aiyana Maulana. Nasib yang nahas bagi Baskara, tetapi sebaliknya eksistensi dia menjadi napas bagi Aiyana.
Bagaimana tidak? Selain pintar yang menjurus ke jenius, Baskara adalah sasaran terempuk yang bisa diatur sesuka hati. Tidak hanya diancam untuk mengerjakan semua tugas dan memberikan contekan, cowok culun itu menjadi korban buli pertama yang paling lama bertahan di sisinya.
Mirip asisten pribadi, tetapi bisa dinistakan tanpa perlu merasa bersalah. Wong Baskara itu tipikal penurut, yang tidak pernah protes atau minimal menunjukkan ekspresi untuk membantah.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Baskara Febrian untuk viral gegara pertemanannya yang awet dengan Aiyana. Hingga keduanya naik kelas pun, cewek itu meminta secara khusus agar mereka bisa sekelas dan duduk bersama lagi.
Ke mana-mana selalu berdua; jika ada Aiyana pasti ada Baskara di sisinya.
Bagi Aiyana, Baskara itu mirip Doraemon yang bisa mengabulkan semua permintaan yang belum pernah dia dapatkan dari orang tuanya, sedangkan dia sendiri adalah Nobita yang semakin lama semakin 'manja'.
Hubungan pertemanan mereka memang tidak diawali dengan kesan baik, tetapi begitulah yang terjadi seiring berjalannya waktu.
Hingga suatu kali, Aiyana mengetahui informasi susulan tidak lama setelah mereka naik kelas. Faktanya, ternyata papa Baskara adalah bawahan papa Aiyana di salah satu perusahaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He was Nerd | Mini Story [END]
Teen FictionPlease vote if you enjoy 🌟 Genre : School, Teenfiction, Romance, Comedy (70%), Sad (30%) (Mostly menggunakan POV 1, jadi narasinya tidak full baku) Naskah full revisi ✅ Terinspirasi dari drama populer Korea berjudul She was Pretty, yang sempat diad...