01. Pembunuh

29 8 10
                                    

Seorang lelaki berjalan di lorong sekolah dengan pandangan menunduk. Ia merasa bahwa banyak siswa di sekelilingnya yang tengah memandanginya, tapi pandangan itu bukan pandangan kagum yang dulu pernah ia dapatkan karena wajah tampannya, melainkan pandangan hina. Pandangan yang seolah berkata bahwa ia tampak begitu menjijikkan di mata mereka dan jujur ia tidak suka dipandang seperti itu. Dipandang seolah-olah ialah orang yang paling hina dan patut untuk dicaci-maki di muka bumi ini.

Deka namanya, seorang lelaki yang terbebas dari hukuman penjara karena ia terbukti tidak melakukan tindak kriminal pembunuhan terhadap Ayah sahabatnya, tetapi walaupun ia sudah terbukti tidak bersalah dan korbannya juga tidak meninggal, orang-orang akan tetap memandangnya sebagai pembunuh.

Deka meremas tali tasnya dengan kuat saat kalimat-kalimat dari mulut orang-orang itu terdengar di kupingnya.

"Dia yang namanya Deka itu, kan? Yang katanya mau ngebunuh Ayahnya Ayara?"

"Gila, dia masih punya nyali dateng ke sekolah setelah kasus yang menimpanya."

"Kok, bisa, sih, orang kaya dia dibiarin berkeliaran kaya gitu? Bikin masyarakat takut aja."

Dan masih banyak lagi kata-kata yang membuat api semangat dalam diri Deka padam. Sakit? Jelas Deka merasakan sakit itu, tapi Deka tetap berusaha tegar untuk bisa berdiri di hadapan satu gadis yang begitu berarti dalam hidupnya.

Deka memasuki kelas dan melihat seorang gadis tengah duduk di meja paling pojok belakang kelas. Pandangan gadis itu menyorot hampa menatap keluar jendela.

Deka meremas tangannya untuk meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja dan gadis yang akan ia hampiri mau memaafkannya atau setidaknya mendengarkan penjelasannya secara detail. Deka juga tidak masalah kalau gadis itu tidak mau langsung berteman dengannya dan langsung melupakan semua kejadian yang sudah berlalu, tapi setidaknya gadis itu mau membiarkan Deka berada di sisinya sampai Ayahnya sadar dari kritis karena kejadian yang tidak diinginkan itu.

Deka melangkah memasuki kelas dan semua keributan yang ada berubah menjadi senyap karena kehadiran Deka, tapi Deka tidak menghiraukan semuanya dan Deka memilih duduk di samping gadis berambut panjang itu. Pandangannya menelisik ke sekeliling kelas, memerhatikan teman-temannya yang tengah memandangnya sebagai penjahat. Deka terdiam dan merenung, apakah semua kebaikan yang ia berikan kepada teman-temannya akan terlupakan karena tragedi yang juga tidak ia inginkan ini?

Dan pada akhirnya semua itu benar, semua perkataan orang tentang seribu kebaikan akan terlupakan hanya karena satu kesalahan, itu benar dan Deka merasakannya sekarang, tapi Deka lagi-lagi tidak menghiraukan semua rasa sakit itu dan lebih memilih berfokus kepada gadis yang ada di sampingnya.

Deka mengalihkan pandangannya dan memandang gadis di sampingnya. Ia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan putih itu sambil berucap, "Ayara." Namun tangannya ditepis oleh gadis yang dipanggilnya Ayara itu.

Deka tersenyum walau hatinya seperti dicubit dengan kuat karena penolakan itu. Deka menguatkan dirinya dan masih berusaha meyakinkan dirinya bahwa Ayara pasti bisa memaafkannya dan kembali berteman dengannya walau harus memakan waktu yang lama.

Sekali lagi Deka memanggil, "Ayara," dan saat itu Ayara menoleh, tapi pandangan Ayara sudah berbeda dari dulu. Pandangan itu, pandangan yang ditampilkan Ayara saat gadis itu melihat bagaimana Deka menggenggam pisau yang menancap di perut Ayah Ayara.

Tidak mungkin bukan kalau Ayara akan memandangnya sebagai pembunuh? Satu pertanyaan itu terlintas di pikiran Deka dan kejadian hari itu terulang kembali di dalam benak Deka, bagaimana Ayara yang menatapnya marah sekaligus tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan bagaimana Ayara mendorongnya menjauh dari Ayahnya dan mempertanyakan apakah Deka ingin membunuh satu-satunya keluarga yang dimiliki Ayara.

The Story of DekAyara (Projects TDWC) (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang