05. Lomba

5 2 5
                                    

Deka keluar dari ruang guru dengan wajah yang ditekuk dan beberapa kertas di tangannya. Dengan sambil memerhatikan kertas yang diberikan guru, Deka berjalan menuju kelas dan tidak mengacuhkan pandangan orang-orang yang menatap kagum kepadanya.

Di dalam kelas Deka disambut oleh teriakan tidak jelas dari teman-temannya yang tengah bercanda. Deka berjalan menuju mejanya dan duduk di samping Ayara dengan masih terus memerhatikan kertas yang dipegangnya.

Ayara melepas earphone yang dipakainya dan memerhatikan Deka. “Apa yang guru bilang?” tanya Ayara mengalihkan perhatian Deka dari kertasnya.

Deka menaruh kertas HVS itu ke atas meja dan menatap Ayara. “Gue diminta buat ikut lomba.”

“Itu bagus, tapi kenapa muka lo ditekuk kaya gitu?”

Deka menghela nafas. “Jadwal lombanya tabrakan sama jadwal remedial matematika lo.”

Ayara mengernyit tidak paham. “Lantas apa hubungannya antara jadwal lomba lo sama jadwal remedial matematika gue?”

“Jelas ada!” jawab Deka dengan nada yang ditinggikan dan hal itu membuat Ayara kaget dan mengelus dadanya. “Kalau gue mesti ikut lomba, maka sebagian besar waktu gue, gue habisin buat belajar dan nggak akan ada waktu buat gue ngajarin lo matematika.”

Ayara mengibaskan tangannya di depan wajah Deka seolah kata-kata Deka itu tidak patut untuk diambil pusing. “Lo nggak usah mikirin soal remedial gue, lo pikiran aja lomba lo dan pastikan kalau lo bakalan bawa piala untuk juara satu, bukan dua apalagi tiga, oke?” Ayara ingin kembali memasang earphone-nya, tapi tidak jadi karena Deka kembali bersuara.

“Tapi, Ay-“

“Tapi apalagi?” sela Ayara dengan wajah jengkel. “Gue bakalan belajar, Dek. Gue bakalan ngulang semua pelajaran yang udah dikasih sama guru, jadi lo nggak usah khawatirin gue, oke? Udah sana, lo baca aja, nih, contoh-contoh soal,” ucap Ayara sembari mendekatkan kertas HVS tadi ke hadapan Deka. “Dan kalau ada guru tolong bangunin gue.” Setelah itu Ayara kembali memasang earphone-nya dan meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan.

Deka menghela nafas dan memandang belakang kepala Ayara lalu mengalihkan pandangannya dan menatap kertas HVS yang ada di hadapannya dan mengumpat. Ia kesal, karena lomba sialan ini ia tidak bisa menghabiskan banyak waktu dengan Ayara. Sial!

_________________________________

Ayara duduk di kursi belajarnya dan mengepalkan tangan dengan tekad yang kuat kalau ia akan belajar malam ini sesuai dengan apa yang ia katakan kepada Deka, tapi saat Ayara baru membuka satu halaman dari buku catatannya, Ayara sudah mulai merasa pusing karena rumus-rumus matematika yang begitu banyak dan pada akhirnya Ayara kembali menutup buku itu.

“Oke, kayaknya, gue mesti istirahat dulu sebelum belajar.” Dan Ayara kembali merebahkan dirinya di atas kasur dan bermain ponsel.

Mulai dari sosial media sampai membalas chat-chat dari temannya sudah Ayara lakukan, tapi Ayara masih tidak mempunyai minat untuk bangun dan kembali duduk di kursi belajarnya sampai Ayara menguap dan merasa matanya sudah memberat, saat itu Ayara memutuskan untuk tidur dan akan belajar besok saja kalau ia tidak capek.

________________________________

Ayara dan Deka keluar dari pagar rumah masing-masing secara bersamaan dan saat mata mereka saling tatap, saat itu senyum Ayara dan Deka merekah, hal ini selalu saja terjadi seolah ada ikatan batin di antara mereka.

Deka mendekati Ayara dan berjalan di sampingnya menuju halte yang ada di depan komplek.

“Lo malam tadi belajar, Ay?” tanya Deka.

Ayara menghela nafas, padahal ini masih pagi dan matahari lagi-lagi cerah-cerahnya, tapi kenapa Deka malah membahas hal yang mustahil untuk Ayara lakukan, bahkan saat tekadnya sudah besar, tapi tetap saja Ayara tidak bisa melakukannya.

“Ya, gue belajar,” jawab Ayara sekenanya.

“Lo yakin, Ay?” tanya Deka dengan tatapan penuh kecurigaan.

Ayara menatap Deka dengan malas dan menjawab, “iya, tapi cuman sebatas membuka buku lalu gue tutup karena kepala gue langsung pusing setelah ngeliat segala macam rumus yang gue tulis dilembar pertama.” Lalu Ayara kembali fokus menatap jalan di depannya.

“Ay, lo mesti lawan, ini buat nilai lo juga.”

“Iya, Deka, iya. Nanti gue lawan.”

“Ay,” panggil Deka dengan mata yang memicing tidak percaya kepada Ayara.

“Iya, Deka, iya!” balas Ayara dengan kesal. “Repot banget, sih, lo. Lagian ini juga nilai gue, kenapa lo yang ribet banget, sih?”

“Ini, kan, buat kebaikan lo, Ay.”

“Iya, iya. Udah, ah, pagi-pagi udah bikin emosi, mending jalan cepetan sebelum ketinggalan angkot.” Lalu Ayara berjalan lebih dulu dan meninggalkan Deka di belakangnya.

_______________________________

Ayara membereskan alat tulisnya dan maju ke depan untuk mengambil hasil remedialnya.

“Ayara, kamu mesti remedial satu kali lagi dan setelah itu selesai. Ingat, hanya satu kali, jadi, belajarlah dengan rajin,” ucap guru kepada Ayara sembari memberikan kertas ulangan Ayara yang sudah diberi nilai.

“Siap, Bu.” Ayara mengambil kertas ulangannya dan memerhatikan nilai yang tertulis di sana sembari berjalan keluar dari kelas.

Ayara menghela nafas setelah melihat nilai itu dan bergumam, “kalau begini apa gunanya gue remedial kalau nilai ulangan gue jauh lebih baik daripada nilai remedial gue.” Ayara melipat kertas ulangan itu dan memasukkannya ke dalam tas.

Ayara pulang dengan naik ojek online dan sebelum Ayara memasuki halaman rumahnya, Deka tiba-tiba muncul dan menepuk pundak Ayara.

“Gimana hasil remedialnya?” tanya Deka tanpa basa-basi.

“Wohooo, santai, seharusnya gue yang tanya, gimana lomba lo? Menang? Juara berapa?” tanya Ayara dengan beruntun.

“Lomba baik, gue menang dan juara satu. Sekarang, gimana hasil ulangan lo?” tanya Deka seolah tidak sabar.

Ayara mengangkat bahunya. “Yah, seperti yang lo perkirakan,” jawab Ayara acuh dan berjalan memasuki halaman rumahnya diikuti Deka.

“Ay! Lo belajar nggak, sih?” tanya Deka dengan kesal.

Ayara cengengesan dan menggelengkan kepalanya dan hal itu membuat Deka berdecak sebal.

“Udah, ah, lagian gue dikasih kesempatan remedial lagi, kok, jadi tenang aja.” Ayara menepuk bisep Deka dan merangkulnya untuk ikut memasuki rumahnya. “Sekarang mending lo pesen pizza buat ngerayain kemenangan lomba lo.”

Deka menjauhkan tangan Ayara dari pundaknya dan menatap gadis itu sinis. “Enggak ada pizza, yang ada sekarang lo mesti belajar sama gue.” Deka mendekat dan ingin menarik Ayara, tapi Ayara malah menjauh.

No! Lo menang lomba dengan cara menelantarkan gue, ya, jadi sebagai gantinya lo harus mengeluarkan uang untuk ganti rugi ke gue sekaligus merayakan keberhasilan lo!” ucap Ayara dengan tegas dan tidak menerima penolakan.

“Oke, tapi setelah makan pizza, lo harus belajar, paham?”

“Ya, ya, lo atur aja masalah gituan,” jawab Ayara dengan malas sembari mengibas-kibaskan tangannya tidak peduli. “Ingat, jangan lupa pesen pizza dan saat gue turun pizza harus sudah ada di meja,” ucap Ayara dengan telunjuk yang menunjuk meja ruang tengah dan setelah itu Ayara meninggalkan Deka untuk membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya.

Deka menghela nafas. Seharusnya Ayara yang mentraktir Deka untuk ucapan selamat atas kemenangannya, tapi di sini malah Deka yang mentraktir Ayara untuk kemenangan dirinya sendiri.

The Story of DekAyara (Projects TDWC) (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang