07. Ingkar Janji

5 3 0
                                    

Ayara dan Riska duduk di atas kasur sambil memerhatikan adegan yang ditampilkan dilayar laptop Ayara. Sesekali Ayara dan Riska menutup mulut mereka dan tersenyum gemas melihat adegan romantis yang mengandung uwu yang cukup bagus untuk asupan para jomblo seperti mereka.

Pintu diketuk, Ayara dan Riska menatap pintu kamar Ayara lalu kembali menatap layar laptop dan mengacuhkan si pengetuk pintu, sedangkan Deka yang ada di luar menatap jengkel pintu kamar Ayara lalu mengetuknya kembali, hingga terdengar suara decakan dari dalam dan barulah pintu terbuka.

“Lama banget, sih, buka pintunya,” keluh Deka sembari memberikan Tote bag yang berisi camilan yang diminta Ayara.

“Ya, kan, gue nya sibuk,” balas Ayara dengan kesal.

Deka berdecak. “Sibuk lo itu nggak ada gunanya, by.” Deka berlalu pergi dan meninggalkan Ayara yang menatap punggungnya dengan jengkel.

Ayara menutup pintu kamarnya dengan kencang dan berdesis, “benci banget.” Ayara menuju kasurnya dan mengeluarkan segala macam camilan yang tadi dibeli Deka.

Riska menatap wajah kesal Ayara dan sesudah Ayara duduk di atas kasur, Riska langsung menanyainya, “kenapa?”

“Itu si Deka, nyebelin,” jawab Ayara dengan wajah yang semakin di tekuk.

Riska mengernyit dan menatap pintu kamar Ayara lalu kembali menatap Ayara, perasaan tadi Deka nggak bilang sesuatu hal yang bisa mancing emosi Ayara, deh, gumam Riska dalam hati.

“Emang Deka nyebelin kenapa?”

Ayara ingin menjawab, tapi tidak jadi. Iya, ya. Deka nyebelin kenapa coba? Tanya Ayara pada dirinya sendiri, tapi karena tidak mau dianggap salah, maka Ayara menjawab begini, “ya, nyebelin aja. Udah, ah, ngapain pake ngebahas Deka coba, mending lanjut nge-drakor.”

Riska mengangkat bahunya, tidak ingin membahas soal kekesalan Ayara lagi dan memilih menonton drakor kembali, sedangkan Ayara langsung menghela nafas lega dengan pelan dan melanjutkan menonton drakor juga dengan memakan camilan.

Riska dan Ayara kembali fokus menatap layar laptop, hingga satu adegan muncul, adegan dimana pemeran laki-laki melindungi kekasihnya dari cipratan air dan disitu Ayara juga Riska dibuat menjerit tidak kuat dengan ke-uwu-an yang mereka lihat.

Ayara me-pause videonya dan menutup mulutnya dengan wajah yang memerah.

Please, gue nggak kuat!” jerit Ayara dengan sesekali menatap kembali layar laptopnya.

“Uwu banget, gue juga pengen!” gumam Riska dengan kegemasan yang tidak bisa ia tutupi.

Ayara menatap Riska dan kulit wajahnya perlahan normal, tidak memerah lagi. “Kalo pengen uwu, kenapa nggak pacaran aja?” tanya Ayara tiba-tiba dan hal itu membuat Riska berhenti mendesis gemas.

“Kenapa tiba-tiba?” tanya Riska dengan bingung.

Ayara membetulkan duduknya dengan menghadap kepada Riska dan menampilkan wajah seriusnya. “Gue sebenarnya sedikit bingung sama lo.”

Riska sedikit menjaga jarak dari Ayara karena merasa risih dengan tatapan Ayara yang terlalu serius bagi Riska. “Apa yang lo bingungin dari gue?” tanya Riska sembari menunjuk dirinya sendiri.

“Lo itu cantik, Ka, tapi kenapa sampai sekarang lo masih jomblo? Sedangkan banyak, tuh, orang yang ngedeketin lo.”

Riska merenung dan bertanya kepada dirinya sendiri, “kenapa gue jomblo?” Riska mencoba mencari alasan ia jomblo dan satu wajah seorang lelaki muncul dengan wajah seriusnya yang begitu tampan dan hal itu membuat Riska tiba-tiba tersipu malu dan hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata, “nggak tau.”

Ayara memicingkan matanya tidak percaya dengan apa yang Riska katakan dan Riska yang melihat pandangan Ayara terhadapnya hanya bisa menahan nafas dan berharap Ayara akan mengakhiri pembicaraan ini.

“Lo yakin?” tanya Ayara dengan pandangan mencurigai Riska.

Riska menatap ke sembarang arah hanya agar tidak menatap Ayara dan hal itu semakin menguatkan kecurigaan Ayara.

Ayara mendekat kepada Riska dan memegang tangan Riska sembari memberikan senyum manisnya.

Riska terkejut dengan sikap Ayara yang tiba-tiba berubah dan senyum yang Ayara tunjukkan itu seolah pertanda buruk untuk Riska.

“Ka, kita udah temenan hampir dua tahun, kan?”

“Ya,” jawab Riska dengan berusaha menarik tangannya agar terlepas dari genggaman tangan Ayara, tapi Ayara malah menguatkan genggaman tangan itu.

Ayara semakin mendekat kepada Riska dan tangan kanannya berpindah ke pipi Ayara. “Lo jujur aja sama gue, Ka. Tenang gue bukan orang yang ember, kok,” yakin Ayara agar Riska mau berbagi rahasia dengannya.

Riska memundurkan badannya dan saat melihat senyum Ayara, Riska semakin tidak kuat. Senyum itu, senyum yang paling Riska benci, sebab senyum itu seolah membuat Riska mau-tak mau untuk membeberkan rahasianya.

“OKE, FINE! GUE CERITA, JADI SINGKIRIN TANGAN LO DARI BADAN GUE!” teriak Riska sembari menepis tangan Ayara yang berada di pipi dan tangannya.

“Oke.” Ayara menjaga jarak kembali dengan Riska dan memeluk lututnya agar bisa mendengarkan ucapan Riska dengan seksama.

Riska menarik nafasnya dan menghembuskannya lalu menatap Ayara dengan tidak yakin. Ia seolah bimbang antara memberitahu Ayara atau malah menutupinya dan membeberkan sebuah kebohongan saja kepada Ayara, tapi saat melihat mata sedikit sipit Ayara yang menatapnya dengan berbinar membuat Riska tidak sanggup untuk berbohong.

Riska mengangkat jari kelingkingnya di depan wajah Ayara. “Janji dulu kalau lo nggak akan bilang sama siapa-siapa soal ini. Apalagi Deka, pokoknya jangan!” peringat Riska.

Ayara mengaitkan kelingkingnya dengan punya Riska dan mengangguk. “Oke, sekarang ayo cerita.”

Riska merunduk dan memilin jarinya, ah, dirinya terlalu malu untuk jujur di depan Ayara, tapi juga terlalu tidak sanggup untuk membohongi Ayara.

“Sebenarnya, gue suka sama Deka,” cicit Riska dengan pelan.

Ayara terdiam, ia mengorek kuping kanannya menggunakan jari kelingkingnya dan menyelipkan rambut di belakang kuping lalu mendekatkan kuping kanannya kepada Riska.

“Coba ulang sekali lagi, siapa tau gue salah dengar,” pinta Ayara.

Riska menghela nafasnya, tapi juga tetap menuruti permintaan Ayara. “Gue suka sama Deka.”

Ayara mundur dengan refleks dengan wajah kagetnya lalu kembali mendekat. “Coba sekali lagi, Ka,” pinta Ayara.

“Ay, please, gue yakin lo denger ucapan gue,” ucap Riska jengah dengan tingkah Ayara.

Ayara menjauh dan memegang kepalanya. “Enggak, bentar.” Ayara seketika linglung sendiri dan bingung dengan apa yang mesti ia ucapkan. “Deka yang itu, Ka? Deka?” tanya Ayara kembali memastikan kalau apa yang ia dengar dan ia bayangkan itu tidak salah.

“Iya, Deka itu, Deka sahabat lo.”

Ayara menutup mulutnya dengan lebay. “Kok, bisa? Kenapa harus Deka?” tanya Ayara dengan dramatis dan entah sejak kapan tatapan Ayara berubah menjadi tatapan kasihan.

Riska mengernyit tidak paham dengan sikap Ayara yang aneh menurutnya. “Emang kenapa? Jangan bilang.” Riska menggantung ucapannya untuk memastikan respon Ayara akan menjadi seperti apa, tapi gadis itu tetap menatapnya dengan kasihan. “Emang kenapa, sih, Ay!?” tanya Riska dengan kesal.

“Lo nggak tau. Deka itu pemarah, dia nggak sebaik yang orang-orang liat,” jelas Ayara dengan wajah prihatin. “Kenapa lo harus suka sama dia, sih?”

“Ya, wajar dong, dia itu baik, terus juga perhatian, mana ganteng lagi. Pokoknya Deka itu paket komplit bagi gue.”

“Lo gila,” ejek Ayara.

“Emang kenapa, sih!? Kaya lo nggak pernah suka sama orang aja,” ucap Riska dengan kesal.

Ayara menjentikkan jarinya dengan tiba-tiba dan ekspresi wajahnya juga berubah ceria dalam waktu singkat.

“Gue juga mau cerita sama lo,” ucap Ayara dengan senyum manisnya dan wajahnya yang tersipu.

Tiba-tiba? Pikir Riska. Mood Ayara terlalu mudah berubah dan Riska terlalu susah untuk mengerti seorang Ayara.

“Cerita apa?”

Ayara mengangkat jari kelingkingnya ke depan wajah Riska, seperti yang Riska lakukan sebelumnya. “Tapi janji dulu kalau lo nggak akan membeberkan cerita ini, apalagi sama Deka, kalau dia tau bisa abis gue diomelin sama dia.”

Riska mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Ayara. “Iya.”

Ayara menepuk tangannya sekali dan tersenyum dengan pipi yang semakin memerah. “Gue juga suka sama seseorang,” ucapnya dengan malu-malu.

Riska melotot dan mendekat kepada Ayara agar bisa mendengarkan dengan baik. Jarang-jarang, loh, Ayara mau berbagi cerita seperti ini dengan seseorang selain Deka.

“Siapa?” tanya Riska penasaran.

“Ka Alif, ketua OSIS.”

“Ka Alif!?” tanya Riska dengan heboh dan Ayara langsung membekap mulut Riska, takut-takut kalau Deka akan mendengarkan pembicaraan mereka.

“Jangan keras-keras,” desis Ayara.

“Oke,” sahut Riska dengan menampilkan jari telunjuk dan jempolnya yang membentuk bulat.

Setelah itu Riska dan Ayara sibuk membicarakan orang yang mereka suka. Mulai dari Ayara yang memberi tahu bagaimana sikap Deka di luar sekolah sampai Riska yang memberi tahu Ayara bagaimana tegasnya Alif dalam memimpin organisasi OSIS.

___________________________________

The Story of DekAyara (Projects TDWC) (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang