06. Cinta

2 2 1
                                    

Deka memandang dua manusia yang ada di hadapannya dengan tidak habis pikir.

“Jadi, lo berdua diam-diam pacaran di belakang gue?” tanya Deka memastikan kalau apa yang ia dengar pagi tadi bukanlah bualan belaka.

Ayara menunduk, tidak sanggup melihat ekspresi Deka yang seolah dikhianati.

“Iya, gue sama Ayara pacaran,” jawab Zanu.

“Sejak kapan?” tanya Deka mulai mengintrogasi.

Zanu mengingat-ingat kapan pastinya ia mulai berpacaran dengan Ayara, tapi ia benar-benar lupa kapan hari jadi mereka.

“Udah sekitar tiga Minggu, Dek,” sela Ayara karena ia tahu kalau Zanu itu pelupa.

Deka melotot tidak percaya. “TIGA MINGGU DAN GUE BARU TAU SEKARANG!? BAHKAN ITU DARI ORANG LAIN!?” teriak Deka tidak percaya dan suasana kelas tiba-tiba hening karena teriakan itu.

Semuanya terdiam sambil menatap bagaimana ekspresi marah Deka yang jarang dilihatkan oleh lelaki itu, tapi kali ini dia benar-benar marah karena merasa dikhianati oleh teman dan sahabatnya sendiri.

Deka menatap Zanu dan Ayara secara bergantian dengan wajah yang sudah memerah lalu matanya berhenti di Zanu dan memelototi lelaki itu. “Lo, Zan, lo itu temen gue, kenapa lo nggak cerita sama gue kalau lo punya pacar?” Lalu Deka beralih menatap Ayara. “Lo juga, Ay. Kita temenan dari kecil, tapi masalah kaya begini doang lo nggak mau cerita sama gue!?”

Ayara merunduk, ia tidak berani melihat wajah marah Deka dan Zanu yang merasakan ketakutan Deka berusaha untuk mencari pembelaan agar mereka berdua tidak disudutkan.

Zanu mencoba menatap Deka dan sekujur tubuhnya hampir gemetar karena mata cokelat Deka yang melotot kepadanya. “Gini, Dek, Ayara nggak mau cerita sama lo karena dia takut kalau lo bakalan marah,” jelas Zanu dengan tangan saling menggenggam untuk menguatkan dirinya agar tidak merundukkan kepalanya.

“Tapi pada akhirnya gue tetep marah, kan!?”

“Maaf, Deka,” ucap Ayara dengan lirih dan Zanu hanya bisa diam karena dia sadar kalau di sini dia juga bersalah.

Deka menghela nafas dan mengibaskan tangannya. “Udahlah, lagian lo berdua juga udah pacaran lama.” Deka berdiri dan sebelum menjauh dari tempat duduk Zanu, Deka menatap Zanu terlebih dahulu lantas berucap, “lo jangan berani-berani buat nyakitin Ayara, ya, sekali lo bikin dia nangis, lo habis di tangan gue,” ancam Deka dengan tangan yang sudah mengepal di udara dan Zanu hanya bisa merunduk dan mengiyakan dengan suara yang lirih.

Deka menjauh dan berjalan keluar kelas. Saat Deka sudah keluar dari kelas, semua murid di dalam kelas langsung menghela nafas. Entah kenapa setiap Deka marah itu selalu membuat mereka gemetar dengan sendirinya, walaupun itu jarang terjadi karena Deka jarang sekali marah di dalam kelas.

____________________________________


Deka menutup bilik toilet dan menyenderkan tubuhnya di belakang pintu toilet. Deka meremas rambutnya dan menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya yang tadi sempat kelewat emosi.

Cukup lama Deka berada di dalam bilik toilet sampai ia merasa lega, baru setelah itu Deka keluar dan mencuci tangan sekaligus wajahnya. Deka berkaca dan memerhatikan wajahnya yang masih memerah karena emosi yang tercampur aduk di dalam dirinya, mulai dari marah, kecewa, patah hati sampai cemburu, semuanya muncul secara bersamaan dan hal itu membuat Deka hampir hilang akal.

Deka membasuh wajahnya sekali lagi dan menepuk pipinya beberapa kali sampai memerah. “Sadar, Deka, lo sama Ayara itu cuman sahabat dan seterusnya bakalan jadi sahabat,” gumamnya untuk menyadarkan dirinya agar sadar bahwa Ayara tidak akan membalas perasaannya.

Deka mengambil tisu dan mengeringkan tangan dan wajahnya, baru setelah itu Deka kembali ke kelas dan belajar seperti biasa, tapi ada yang berbeda karena selama pelajaran berlangsung Deka hanya diam tanpa menganggap Ayara ada di sampingnya.

__________________________________


Ayara turun dari motor matic Zanu dengan lesu. Ayara melepas helm dan menatap jendela kamar Deka yang pas berhadapan dengan rumah Ayara, padahal baru sebentar Deka tidak menghiraukan Ayara, tapi Ayara sudah kelewat rindu dengan Deka.

Zanu memerhatikan Ayara dan mengikuti arah pandang Ayara dan saat tahu apa yang Ayara perhatikan, entah kenapa, Zanu merasa cemburu, tapi Zanu mencoba mengenyahkan perasaan itu dan menepuk tangan Ayara untuk menyadarkan gadis itu.

“Kenapa?” tanya Zanu dengan suara lembutnya.

Ayara menatap Zanu dengan mata lesunya dan tersenyum. “Nggak apa-apa.” Ayara memberikan helm kepada Zanu dan Zanu menerimanya.

Zanu menaruh helm yang dipakai Ayara tadi ke kaca spion dan kembali menatap Ayara yang sekarang malah bergerak dengan gelisah.

“Kenapa, Ay?” tanya Zanu khawatir sembari melepas helmnya dan menaruhnya di kaca spion lalu turun dari motornya dan mendekati Ayara.

“Zanu.” Ayara memanggil Zanu dengan lesu.

“Ya?”

Ayara menatap Zanu dengan mata sedikit sipitnya dan berucap tiba-tiba, “gimana kalau kita putus aja?”

Zanu terdiam, ia tidak memprediksi kalau Ayara akan meminta putus secara tiba-tiba, bahkan mereka tidak ada terlibat pertengkaran apapun.

“Kenapa tiba-tiba?” tanya Zanu dengan lembut.

Ayara merunduk, tidak berani menatap wajah Zanu. “Pengen putus aja,” jawabnya dengan lirih.

“Ay, hei.” Zanu memegang pundak Ayara dan memintanya untuk menatap wajah Zanu. “Kenapa, hm? Apa aku bikin salah sama kamu?”

Ayara menggeleng. “Enggak.”

“Lantas kenapa tiba-tiba minta putus?”

Ayara kembali merunduk dan wajahnya tiba-tiba bertambah lesu. “Aku cuman takut, Zan.”

“Takut kenapa?”

Ayara mengalihkan pandangannya dan kembali menatap jendela kamar Deka. “Aku takut kalau Deka bakalan terus marah dan pada akhirnya hubungan aku sama Deka harus berakhir.” Ayara merunduk dan memilin tangannya. “Aku nggak mau kehilangan Deka, Zan,” ucap Ayara dengan lirih dan entah kenapa ia tiba-tiba merasa ingin menangis.

Zanu melepaskan pegangannya di pundak Ayara dan menyugar rambutnya. Deka, Deka dan Deka. Satu-satunya orang yang menjadi alasan kenapa mereka harus menyembunyikan hubungan mereka.

Zanu kembali menatap Ayara yang masih merunduk. “Sekarang Deka emang marah sama kita, Ay, tapi nanti dia bakalan kembali baik-baik aja, kok, dan kamu bisa temenan lagi sama dia.”

Ayara menangis karena bayangannya sendiri, ia membayangkan Deka yang mengacuhkan Ayara dan hal itu jelas membuat Ayara sedih. “Enggak, Zan.” Ayara menggelengkan kepalanya seolah keputusannya untuk putus sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi.

“Ay.” Zanu berusaha untuk menggapai tangan Ayara, tapi Ayara malah melangkah mundur.

“Maaf, Zan,” ucapnya masih dengan pandangan merunduk.

Zanu kembali menyugar rambutnya kembali. Entah kenapa Zanu tiba-tiba merasa kesal kepada Deka.

“Ay, kamu sebenarnya sayang nggak, sih, sama aku?” tanya Zanu dengan serius.

Ayara tiba-tiba mengangkat kepalanya dan segala rasa sedih yang tadi Ayara rasakan tiba-tiba lenyap lalu menjawab dengan yakin, “sayang, kok.”

“Kalau gitu kita pertahanin hubungan ini, ya?” tanya Zanu dengan lembut dan sekali lagi Zanu berusaha untuk menggapai tangan Ayara, tapi lagi-lagi Ayara malah melangkah mundur.

“Enggak bisa, Zan.”

“Kenapa!?” tanya Zanu mulai kesal.

“Aku takut kehilangan Deka, Zan. Aku nggak masalah kalau harus kehilangan cinta aku, tapi aku nggak mau kehilangan sahabat aku, Zan.” Ayara kembali merunduk saat melihat wajah kesal Zanu. “Maaf,” lirihnya dengan rasa bersalah.

Zanu mengacak pinggangnya dan secara tiba-tiba ia tertawa dengan pelan. Entah kenapa Zanu malah merasa lucu dengan tindakannya yang sampai beberapa detik yang lalu berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka, tapi sia-sia dan semua itu lagi-lagi karena Deka.

Zanu mengusap wajahnya dengan masih tertawa dan hal itu membuat Ayara terheran-heran karena situasi ini bukan situasi di mana Zanu bisa tertawa dengan lepas.

“Zanu, kamu kenapa?”

Zanu menatap Ayara dan menunjuk dirinya sendiri. “Gue, kenapa? Gue nggak kenapa-kenapa,” jawabnya dengan terkekeh kecil dan cara bicara Zanu berubah, yang awalnya menggunakan aku-kamu, tapi sekarang menggunakan lo-gue.

Zanu menatap ke sembarang arah sambil meredakan kekehannya dan menatap Ayara. “Ay,” panggilnya.

“Ya?” Ayara menatap Zanu dengan matanya yang begitu indah.

Zanu menggeleng sambil tersenyum. “Enggak, lo bisa masuk sekarang dan gue pamit pulang.” Setelah itu Zanu menaiki motornya dan kembali memakai helmnya, sedangkan helm yang tadi di pakai Ayara ia gantungkan dan setelah itu Zanu melaju pergi tanpa memedulikan Ayara yang menatapnya dengan pandangan bersalah.

Zanu mengendarai motornya dengan kecepatan 80km/jam. Zanu perlu pelampiasan untuk segala rasa sakit yang ia rasakan sekarang, rasa sakit karena diputusi oleh orang begitu di sayangnya dan rasa sakit karena ia baru sadar kalau Ayara tidak benar-benar menganggapnya penting dan segala cinta yang Zanu tunjukkan kepada Ayara, itu semua hanya akan menjadi cerita yang berakhir tragis untuk Zanu dan Ayara pada akhirnya kembali kepada lelaki yang menjadi sahabat kecilnya.

The Story of DekAyara (Projects TDWC) (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang