03. Belanja Online

4 3 1
                                    

Bosan, itulah yang Deka rasakan sekarang saat berada di ruang tengah rumah Ayara, sedangkan Ayara yang berada di sampingnya hanya sibuk dengan ponselnya dan tidak menghiraukan keberadaan Deka di sampingnya.

Deka menghela nafas, ia melempar buku yang tadi dipegangnya ke atas meja dan menatap Ayara dengan pandangan jengkel.

“Come on, Ay,” ucap Deka jengkel.

Ayolah, tujuan Deka kemari bukan untuk melihat Ayara bermain ponsel, tetapi untuk mengajari Ayara agar bisa menjawab soal-soal ulangan besok, tapi lihat respon Ayara terhadap niat baik yang mau ia lakukan untuk gadis itu.

Ayara menghela nafas dan mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap Deka. “Apa, Deka?”

“Kita di sini mau belajar dan berhenti mainin ponsel lo itu.”

Ayara memutar bola matanya lantas berdecak. “Gue ngelakuin ini supaya voucher gratis ongkir gue itu nggak terbuang sia-sia.”

Deka merebut ponsel Ayara secara tiba-tiba dan berucap, “persetan dengan gratis ongkir itu.” Deka mendorong buku fisika ke hadapan Ayara. “Dan baca buku itu buat ulangan besok.”

Ayara menggeram jengkel dan mendorong buku fisika itu menjauh dari hadapannya. “Lo aja yang belajar, gue males dan sekarang balikin ponsel gue,” pinta Ayara.

Deka menyembunyikan ponsel Ayara di belakangnya dan menggeleng. “Enggak, sampai lo bisa ngejawab beberapa soal yang ada di buku itu dengan benar.”

Ayara memukul sofa yang ia duduki dengan kesal. “Ayolah, Dek,” keluhnya.

“Enggak.”

“DEKA,” Ayara berteriak karena saking kesalnya dan selanjutnya mendekati Deka untuk merebut ponselnya, tapi Deka dengan cekatan langsung berlari untuk menghindari Ayara dan Ayah Ayara – Om Bram – yang berada di atas harus turun ke lantai satu untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, tapi yang beliau lihat malah aksi kejar-kejaran.

Om Bram menepuk tangannya beberapa kali untuk menarik perhatian Ayara dan Deka. “Anak-anak, apa yang kalian perebutkan?”

Ayara langsung menunjuk Deka dengan wajah yang memerah. “Deka ngambil ponsel Ayara, Ayah,” keluh Ayara.

Om Bram menatap Deka menuntut penjelasan. “Kenapa kamu ngambil ponsel Ayara, Deka?” tanya Om Bram sembari melangkah mendekati sofa untuk duduk di sana.

Deka berjalan mendekati Om Bram dengan tetap memegang ponsel Ayara dengan kuat dan Ayara juga ikut berjalan di dekat Deka untuk merebut ponselnya.

“Ayara memainkan ponselnya di waktu belajar, Om,” jawab Deka sembari menyerahkan ponsel Ayara ke Om Bram.

Om Bram mengambil alih ponsel Ayara dan hal itu membuat Ayara menggeram kesal kepada Deka.

Om Bram menatap Ayara dan bertanya, “kenapa memainkan ponsel di waktu belajar, Ay?”

Ayara berjalan dengan wajah memelas mendekati Om Bram lantas merengek, “Ayahhhh, Ayara cuman pengen belanja online,” rengeknya sembari duduk di dekat Om Bram.

Deka juga ikut duduk, tapi tidak terlalu dekat dengan Om Bram dan memerhatikan interaksi antara Ayah dan anak yang ada di depan matanya.

“Belanja online?”

“Iya, Ayara cuman pengen beli baju lewat online dan kebetulan ada gratis ongkir, makanya Ayara langsung nyari baju yang pengen Ayara beli.”

“Kenapa nggak langsung belanja ke toko?”

“Ayara males, lagian juga belanja lewat online lebih gampang dan simple, bayarnya juga bisa lewat bank.”

“Tapi gimana kalau kamu kena penipuan atau barang yang datang malah nggak bagus? Kan, kamu yang rugi.”

“Setuju,” sela Deka secara tiba-tiba dan hal itu membuat Ayara menatap sinis ke arah Deka.

Ayara kembali menatap Om Bram. “Ya, Ayara lihat-lihat dulu review-review dari orang-orang yang udah belanja di olshop itu dan kalau bagus, ya, Ayara bakalan beli di sana, tapi kalau nggak bagus, ya, Ayara bakalan nyari olshop yang lain.”

Ayara memberikan tatapan memelasnya kepada Om Bram dan mengguncang-guncang tangan Om Bram. “Ayolah, Ayah. Ayara cuman pengen beli satu baju aja,” rengek Ayara berharap Om Bram mau membiarkannya berbelanja secara online.

Om Bram menghela nafas dan menatap Deka, meminta bantuan untuk memberikannya saran apakah harus membiarkan Ayara berbelanja secara online atau melarangnya.

“Jangan di ijinin, Om, nanti Ayara kecanduan belanja online.”

“DEKA,” Ayara berteriak tidak terima karena Deka malah memprovokasi Om Bram agar tidak mengijinkannya.

Om Bram menatap Ayara dan saat melihat wajah memelas putrinya Om Bram hanya bisa pasrah dan mengembalikan ponsel Ayara sebagai tanda kalau ia mengijinkan Ayara berbelanja online.

Ayara mengambil ponselnya dengan senyum riang dan memeluk Om Bram sambil berucap, “Ayara sayang Ayah.”

Om Bram menarik Ayara menjauh dan memberikan tatapan tajam. “Ingat, belanja seperlunya dan jangan boros.” Ayara mengangguk sebagai jawabannya dan setelah itu Om Bram berdiri untuk kembali ke lantai dua, tapi sebelum menjauh Om Bram menepuk pundak Deka dan berkata, “maaf,” dengan lirih karena tidak bisa menghalangi Ayara.

Deka menghela nafas dan menatap kepergian Om Bram yang menuju lantai dua rumah Ayara dan Deka beralih menatap Ayara yang kembali sibuk dengan ponselnya.

Deka mengambil beberapa buku miliknya yang ada di atas meja ruang tengah dan menumpuknya.

Ayara yang melihat aksi Deka mengernyit keheranan dan bertanya, “lo mau kemana?”

Deka menatap Ayara dengan malas dan berucap, “apa peduli lo? Mending lo urus belanja online lo itu.” Lalu Deka melangkah pergi keluar dari rumah Ayara dan kembali kerumahnya.

Ayara menatap kepergian Deka dan mengangkat bahunya. “Dasar ngambekan.”

____________________________


Deka kembali menghela nafasnya karena mulai bosan dengan tingkah Ayara yang terus sibuk dengan ponselnya dan tidak menghiraukan keberadaan Deka.

“Ay.”

“Hmm?”

Deka menatap Ayara yang ada di atasnya dan berucap dengan kesal, “kapan gue bisa ngelepasin masker ini? Dan kapan lo berhenti mainin ponsel lo itu?”

Ayara menjauhkan ponsel dari depan wajahnya dan menatap Deka yang tangan tiduran di lantai dengan kakinya sebagai bantal untuk kepala lelaki itu.

“Masih belum waktunya, Deka.” Lalu Ayara kembali berkutat dengan ponselnya lantas mengalihkan pandangannya menatap pintu rumahnya yang tertutup rapat.

Deka menatap Ayara dengan kernyitan di dahinya dan bertanya jengkel, “lo ngapain, sih?”

Ayara berdecak dan kembali menatap layar ponselnya. “Ini paket gue statusnya mau di anter ke rumah, tapi sampai sekarang belum dateng juga!” keluh Ayara dengan kesal.

Deka memutar matanya jengah dan menatap ke depan tanpa memedulikan Ayara. “Ya, lo tunggu aja, ntar juga dateng paketnya.”

Berselang beberapa menit bel rumah Ayara berbunyi disusul teriakan tukang paket dan Ayara langsung berdiri dengan cepat dan berlari ke luar rumah tanpa memedulikan Deka yang kepalanya terbentur lantai karena aksi Ayara.

Ayara masuk dengan riang sambil membawa paketnya. Deka mengubah posisinya menjadi duduk dan melepas sheet mask yang menempel di wajahnya dan menaruhnya di atas meja.

Ayara duduk di sofa, diikuti oleh Deka dan Ayara menaruh paketnya di atas pangkuannya dan meminta Deka mengambil gunting untuk mempermudahnya membuka paket.

Deka mengambil gunting dan memberikannya kepada Ayara dan memerhatikan Ayara yang tengah tersenyum-senyum saat membuka paketnya.

“Lo tau, Dek? Review baju ini bagus-bagus banget. Katanya, bajunya itu tebal, terus adem, dan nyaman lagi, ihhh nggak sabar,” ucap Ayara dengan gembira dan Deka hanya bisa meringis mendengar ucapan Ayara.

Ayara terus berusaha membuka paketnya dan saat sudah terbuka Ayara dibuat mengernyit. “Loh, kok, yang dateng warna pink? Kan, gue mesannya warna mint,” keluh Ayara sambil membolak-balik baju yang masih terbungkus plastik itu.

“Coba buka dulu plastiknya.”

Ayara membuka plastiknya dan ia dibuat melongo dengan bahan baju itu. “Anj—kok, bahannya begini?” keluh Ayara.

Deka mengambil alih baju itu dan meraba-raba bahan baju itu. “Pftt, tebal banget kainnya.” Deka menaruh kain baju itu ke pipinya dan berkata, “terus adem lagi,” ucapnya sambil memberikan senyum mengejek kepada Ayara.

Ayara memberengut kesal dan menarik baju itu lantas melemparnya ke atas meja ruang tengah. Wajah Ayara memerah saking kesalnya karena barang yang datang sungguh di luar ekspektasi Ayara, ditambah Deka mengejeknya dan hal itu semakin membuat wajah Ayara memerah.

Deka mencolek dagu Ayara dan Ayara menepis tangan Deka. “Masih mau belanja online dan menaruh ekspektasi tinggi terhadap barang yang review-review nya bagus?”

Ayara  melotot marah kepada Deka dan kembali menatap baju yang tadi ia beli. Ayara mengambil bantal sofa lantas menutup wajahnya. “AKKHHH, GUE BENCI BELANJA ONLINE!” teriak Ayara yang teredam oleh bantal sofa dan Deka hanya bisa tertawa puas, siapa suruh tidak mau mendengarkan ucapannya, kan, kena getahnya sendiri.

Semenjak kejadian itu Ayara tidak mau lagi berbelanja secara online dan juga tidak mau menaruh ekspektasi tinggi terhadap barang atau apapun yang belum ia lihat secara langsung.

The Story of DekAyara (Projects TDWC) (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang