Mas Harun sudah membuang kucing anaknya di areal pembuangan akhir. Di sisi lain, ia mengingat bagaimana anaknya tadi memohon belas kasihan agar ia tidak membuang kucing itu. Dari sorot mata anaknya, nampak pula kesedihan. Tapi karena permintaan Retno yang juga fobia kucing, jadi ia tidak bisa menolaknya. Mengorbankan perasaan anaknya demi wanita selingkuhannya.
Sebelum pergi pun, Mas Harun menatap kucing itu yang mengeong seolah mengatakan pada Mas Harun bawalah aku pulang, bawa aku temui anakmu lagi.
"Kenapa, Mas?"
"Nggak kenapa-napa."
"Ayo ah pulang! Di sini bau!"
Mas Harun mengangguk.
Di rumah, Denis sendirian lagi. Sudah malam anak sekecil dirinya tidak terurus. Belum mandi apalagi makan malam. Meskipun Bik Asih tadi menyiapkan semua makanan dan keperluan Denis dan Mas Harun, tetap saja di mata orang lain terasa berat jika Denis melakukannya sendirian. Tapi Denis berbeda. Ia mulai bisa melakukan semua hal yang ia bisa. Tanpa menunggu ayahnya yang tidak tahu pasti kapan pulang, Denis beranjak ke meja makan. Ia berdiri di atas kursi, mengambil piring bayinya lalu menyendok makanannya sendiri kemudian menyantap makanannya sendirian.
Dibalik Senyum Denis
Satu jam setelah kepergian ayahnya, Denis masih tetap menunggu ayahnya di ruang tengah sambil menggambar ditemani suara televisi yang disetel acara kartun kesukaaannya.
Tak lama kemudian terdengar suara mobil. Ayahnya pulang.
"Ayah!"
"Kenapa keluar kamar? Ayah bilang jangan keluar kamar!"
Denis menunduk. Kemudian mendongak menatap Mas Harun yang memasang ekspresi kesal.
"Denis takut di kamar sendirian," ujarnya singkat.
"Masuk kamar!"
Ia mengangguk. Lalu membereskan peralatan menggambarnya dan masuk ke kamar sesuai perintah ayahnya.
.
.
.
Sret. Sret. Sret.Coretan dari garis-garis sederhana Denis mulai membentuk sebuah sketsa. Gambar yang menjadi favoritnya adalah gambar keluarga. Tiga orang, dua orang dewasa dan satu anak laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Senyum Denis [END]
General Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata yang author alami]. Cerita sudah didramatisir dari kejadian aslinya. 'Kalo Denis nanti nggak bisa peluk ayah bunda lagi, apa Denis masih jadi anak nakal?' Kalimat itulah yang diucapkannya pada semua orang. Mereka pikir...