Karena pengkhianatan ini, rasa sakitku mungkin tidak akan pernah bisa diobati dengan apa pun. Meskipun Mas Harun sudah menjelaskannya dan meminta maaf padaku berulang kali, tetap saja aku bulat pada keputusanku.
Padahal aku tidak menginginkan cara terburuk seperti ini. Usia pernikahan yang baru berjalan lima tahun, bahkan sudah hancur karena kehadiran orang ketiga di dalam rumah tangga kami.
Aku sudah berganti dengan piyama tidur dan segera beristirahat tanpa peduli ada Mas Harun yang sedang membaca buku.
Aku tidur dengan posisi miring ke kiri. Membelakangi Mas Harun. Sesaat setelah aku berpura-pura tidur, kurasakan lampu kamar sudah gelap dan Mas Harun yang sudah mendengkur. Di saat itulah aku berbalik badan dan tidur dalam posisi menghadap dirinya.
Dibalik Senyum Denis
Sebelum fajar, aku sudah bangun lebih dulu. Mandi, solat lalu menyiapkan sarapan untuk Mas Harun. Aku tidak peduli kalau kondisiku masih seperti ini. Aku juga mengesampingkan perasaanku dulu dan mementingkan pekerjaanku sebagai seorang istri.
Selanjutnya aku bergegas ke kamar untuk membangunkan Mas Harun yang masih terlelap. Saat aku tiba dikamar, justru sosoknya tidak ada di kasur. Kupikir Mas Harun sedang mandi karena terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi.
Sambil menunggu Mas Harun selesai mandi aku menyiapkan juga pakaian kerjanya. Kemeja putih, setelan jas berwarna biru gelap, dasi sutra berwarna senada dan juga jepit dasinya dan kuletakkan di tepi kasur.
Lima menit kemudian sosoknya keluar dan membuatku kaget saat ia berdiri di samping meja rias.
“Astaghfirullah.”
“Maaf. Kamu liat minyak rambut aku, nggak?” tanyanya setelah kemarin siang kami saling diam.
“Yang ini?” Kutunjukkan minyak rambut dengan wadah berbentuk lingkaran.
Tanpa berkata apa pun, Mas Harun mengambilnya lalu memakainya di depan cermin. Sementara aku sendiri masih sibuk berdandan ala kadarnya. Tidak yang terlalu menonjol alias make up natural.
“Hari ini aku pulang agak malem. Jangan tunggu aku, ya. Urusan makan kayanya aku juga makan di luar. Ada meeting sama klien dari Surabaya soalnya.”
“Iya.”
Kemudian Mas Harun beralih ke tepi kasur untuk berpakaian. Setelan jas yang kupilihkan ternyata sesuai dengan keinginannya. Bisa kulihat dari pantulan cermin di mana Mas Harun tersenyum.
Dibalik Senyum Denis
Aris memandangi langit pagi yang sedikit mendung mendukung perasaannya kini. Setelah kemarin ia sudah menunjukkan bukti berupa foto dan keterangan yang ia berikan, rencananya hari ini polisi akan mengungkap semuanya bersamaan dengan keluarnya visum dari autopsi Denis.
[Kantor Polrestabes Bandung]
Dihadapan tiga polisi, Aris mengajukan foto Harun sebagai bukti.
“Terkait kasus yang bapak polisi sedang selidiki, saya mengajukan foto ini sebagai bukti dan saya juga bersedia dimintai ketrangan oleh Bapak,” ucapnya seraya memberikan dua lembar foto.
“Apa ini?”
“Itu foto pelakunya, Pak.”
Polisi yang ditemui Aris mengambilnya. Namun tak melepas kontak mata dengan pemuda ini, berjaga bila Aris ketahuan berbohong.
Selama beberapa saat melihat dua lembar foto; Foto Harun dan mobilnya, polisi ini kembali mencecar Aris alasannya mendadak menyerahkan foto ini.
“Dari mana kamu dapat foto ini?”
![](https://img.wattpad.com/cover/269560816-288-k132590.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Senyum Denis [END]
General Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata yang author alami]. Cerita sudah didramatisir dari kejadian aslinya. 'Kalo Denis nanti nggak bisa peluk ayah bunda lagi, apa Denis masih jadi anak nakal?' Kalimat itulah yang diucapkannya pada semua orang. Mereka pikir...