Bunda, lihat gambar Denis. Bagus, nggak? Ini Denis gambar buat kenang-kenangan Denis nanti kalo udah besar. Ini Ayah pake baju SuperAyah, ini Denis pake baju SuperDenis, ini Bunda pake baju SuperBunda.
Bunda, Denis kangen. Bunda kapan pulang?
Bunda, cepet sembuhnya. Denis tunggu di rumah. Nanti kalo Bunda pulang, Denis mau kasih bunda kado.
Niiiiit.
Suara mesin EKG berdecit kencang. Garis yang ada di sana bahkan hampir menunjukkan garis lurus. Untungnya tim medis yang terdiri dari dua dokter dan dua perawat bertindak gesit dan cepat. Mulai dari metode RJP sampai terakhir memakai alat defibrilator untuk menyelamatkan nyawaku.
“200 joule!” teriak sang dokter.
Suara alat itu memekakkan telinga sebelum diletakkan sebagai alat pacu detak jantungku. Suaranya persis seperti mesin penembak sinar X-ray.
Dokter melihat grafiknya yang masih belum berubah. Kini mereka memerintahkan untuk menambah daya alat itu menjadi lebih tinggi.
“360 joule!”
Nit. Nit. Nit.
Kembali normal. Para dokter yang sempat tegang alih-alih nyawaku tidak terselamatkan, kini bisa bernapas lega. Salah satu perawat wanita memasang kembali kancing kemeja yang kupakai.
“Bagaimana hasil pemantauan kondisi Bu Maya?”
“Sejauh ini masih tetap sama, dok. Belum ada perubahan yang signifikan.”
“Oke. Tolong terus pantau pasien setiap saat.”
“Baik, dokter.”
Dibalik Senyum Denis
[TK Victoria]
Suasana kelas sangat riuh karena pelajaran hari ini adalah menebak dan meniru suara hewan. Semua teman-teman Denis sangat antusias namun mereka juga merasa seperti kurang karena ketidakhadiran Denis, teman mereka yang paling mereka kagumi.
“Ayo tebak hewan apa ini?” ujar bu guru sambil menirukan suara auman.
Entah kenapa saat guru mereka menirukan suara sang raja hutan, suasana kelas yang tadinya riuh mendadak diam. Mereka tahu jika tebak-tebakan hewan itu biasanya Denis lah yang paling cepat menjawab. Maka dari itu, teman-temannya yang merasa Denis tidak masuk sekolah tetap membiarkan tebakan hewan itu tidak dijawab karena teman-temannya tahu itu adalah pertanyaan favoritnya.
Wanita berhijab itu mengerti.
“Ya sudah. Kita lanjut, ya. Ayo tebak hewan apakah aku?” Bu guru melanjutkan kembali dengan menirukan gerakan hewan dengan menggunakan kedua tangan sebagai tanduknya.
Murid perempuan yang duduk di sebelah kursi Denis langsung menunjuk tangannya. “Ayra tahu bu guru! Itu banteng, 'kan? Bu guru jadi banteng. Hahaha ....”
“Ayra pinter.”
Belum sampai ke pertanyaan terakhir, bel sekolah sudah berbunyi. Tandanya sudah jam pulang sekolah.
“Pulang! Pulang! Bu guru kita pulang! Ayo baca doa.”
Dibalik Senyum Denis
Para guru memang selalu pulang terakhir. Sebelum pulang biasanya para guru berbincang di ruang guru mengenai murid-murid mereka. Tidak terkecuali guru yang mengajar di kelasnya Denis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Senyum Denis [END]
Ficțiune generală[Terinspirasi dari kisah nyata yang author alami]. Cerita sudah didramatisir dari kejadian aslinya. 'Kalo Denis nanti nggak bisa peluk ayah bunda lagi, apa Denis masih jadi anak nakal?' Kalimat itulah yang diucapkannya pada semua orang. Mereka pikir...