Playlist :
Yoon Mi Rae - Lost4 bulan kemudian.
“Terdakwa Harun Dirgantara dan Retno Dwi Ariyanti silakan berdiri.”
Mas Harun dan Retno yang kini duduk berdampingan ditengah ruang sidang berdiri kala ketua panitera pengadilan memberikan instruksi sebelum majelis hakim menjatuhkan vonis.
Hari ini adalah hari di mana sidang putusan atas kasus yang menimpa mereka.
Aku hadir di sana di antara kedua pihak keluarga. Meskipun luka hati yang digoreskan Mas Harun masih membekas, tapi aku ingin melihat bagaimana jalannya sidang dan mendengar vonis hakim atas tuntutan dari jaksa penuntut umum.
“Saudara Harun Dirgantara, terdakwa kasus penganiayaan dan pembunuhan anak di bawah umur serta Saudari Retno Dwi Ariyanti yang terbukti ikut membantu tindak kejahatan tersebut, maka dari itu kami memutuskan bahwa saudara Harun kami jatuhkan 27 tahun penjara. Serta saudari Retno Dwi Ariyanti yang didakwa atas pasal penganiayaan anak dibawah umur maka kami juga memutuskan saudari Retno kami jatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dengan masa percobaan selama 8 bulan.”
Tok. Tok. Tok. Tiga ketukan palu hakim telah mengesahkan vonis hukuman untuk mereka. Aku yang duduk di barisan paling depan menitikkan air mata. Akhirnya keadilan untuk Denis datang juga. Tepat hari ini.
Mas Harun menunduk pasrah. Vonis sudah dijatuhkan dan ia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bahkan pihak pembela mereka juga tidak bisa berbuat banyak setelah persidangan yang memakan waktu 4 bulan ini karena bukti kuat tak terbantah bahwa merekalah memang pelakunya.
Usai sidang yang dihelat tertutup dan hanya dihadiri dari pihak keluarga, aku bergegas keluar lebih dulu untuk menghindari mereka semua. Tetapi sepertinya aku memang selalu diusahakan untuk bertemu dengan Mas Harun.
“Maya!”
Aku berhenti ketika namaku dipanggil dan hanya menoleh tanpa bergerak sedikitpun.
Mas Harun tersenyum getir. Ada perasaan senang juga darinya melihatkunrupanya datang melihat persidangan tadi.
“Aku seneng kamu bisa dateng.”
“Aku dateng karena Denis.”
“Aku tahu.”
“Masih ada lagi yang mau kamu omongin? Kalo enggak, aku permisi.”
Baru satu jengkal kakiku melangkah, suara ibu mertuaku memanggil membuatku terhenti lagi. Tidak hanya ibu mertuaku, tetapi kedua orang tua Retno juga mendekati diriku dengan penuh penyesalan. Terlihat sangat kentara dari wajah mereka.
“Mewakili Harun, ibu minta maaf sama kamu, May.” Suaranya bergetar karena ibu menangis. “Ibu ngerti gimana kamu sekarang tapi---”
Aku menggeleng. “Maaf, Bu, aku udah maafin Mas Harun, tapi aku nggak bisa menarik ucapanku lagi.”
“Ibu mohon, May. Kasih Harun kesempatan sekali lagi.”
“Bu, udah. Ibu nggak bisa maksain Maya lagi. Aku udah setuju Maya cerai aku, Bu.”
Setelah giliran Mas Harun dan ibu, giliran kedua orangtua Retno menghadapku dengan raut wajah yang begitu sedih.
“Nak Maya, kami mengerti gimana perasaan Nak Maya yang juga seorang ibu. Kehilangan seorang anak memang sangat memukul psikologis. Kami sangat menyesali apa yang putri kami lakukan. Di sini kami sebagai orang tua Retno sangat meminta maaf. Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa lagi agar Nak Maya bisa memaafkan kami semua. Kami tahu permintaan maaf ini nggak akan mengubah semuanya. Kami mohon maafkan Retno,” ujar sang ibu sambil berbelas kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Senyum Denis [END]
Ficção Geral[Terinspirasi dari kisah nyata yang author alami]. Cerita sudah didramatisir dari kejadian aslinya. 'Kalo Denis nanti nggak bisa peluk ayah bunda lagi, apa Denis masih jadi anak nakal?' Kalimat itulah yang diucapkannya pada semua orang. Mereka pikir...