EMPAT BELAS (Revisi) ✔️

1.6K 101 18
                                    

Playlist :
Shin Yong Jae - Feel You

"Aku memang salah memilihmu, tapi takdir berkata demikian."
-Mayasari Althafika Dirgantara-

Tim Satreskrim Polrestabes Bandung diberitahu bahwa hasil autopsi telah keluar. 18 jam prosesnya karena kepolisian sendiri yang meminta untuk proses autopsi lengkapnya.

Lima lembar kertas berisi hasil autopsi jenazah anak balita ini sudah diterbitkan rumah sakit. Dokter forensik yang ditugaskan mereka memberikannya setelah surat itu disetujui dan ditandatangani tim forensik. Komandan Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung, AKBP Adi Permana menerimanya dan langsung membaca seluruh isinya. Hasilnya sangat mengejutkan para polisi ini. Bukan hanya identitas sang jenazah tetapi identitas pelakunya. Hal itu dibuktikan dari hasil pemeriksaan luar yang ditemukan serat berwarna biru dari jas pria.

Dibalik Senyum Denis

"Tapi saya cuma---"

"Maaf Bu Maya, saya cuma jalanin perintah Pak Harun aja. Sekali lagi maaf," ujar satpam paling muda.

Saat aku berdebat dan memberontak untuk masuk ke ruangan Mas Harun, sirine yang memekakkan telinga berbunyi. Rupanya dua mobil dari kepolisian datang.

Seketika kami bertiga berhenti berdebat. Kami sama-sama bingung kenapa polisi itu tiba-tiba datang ke kantor Mas Harun kalau bukan adanya tindak kejahatan.

Lima polisi yang tidak berseragam turun dari mobil. Salah seorang dari mereka, polisi berpangkat AKBP menghampiri kami dan mengenalkan identitasnya.

"Polisi. Apa benar ini perusahaan dari Harun Dirgantara?"

Aku menjawab cepat pertanyaan polisi ini. "Benar. Ini kantor suami saya. Kalau boleh saya tahu kenapa pak polisi datang kemari?"

"Salah seorang dari pegawai di sini adalah tersangka kriminal yang kami cari."

"Siapa, Pak?"

Kelima polisi ini tidak menghiraukan pertanyaan kami tentang siapa penjahat yang dimaksud. Aku mengekor di belakang kelima polisi ini. Hingga sampai di lobi, mereka menanyakan di mana ruangan Mas Harun. Lagi, aku menjawabnya lebih dulu.

"Saya tahu ruangannya, Pak. Jika kalian berkenan, bisa saya tunjukkan sekarang juga."

"Anda tahu di mana ruangannya?"

"Ya."

"Baiklah, silakan anda jalan lebih dulu."
.
.
.
Ruangan kerja Mas Harun terletak dilantai tiga. Aku berjalan di depan para polisi ini rasanya aku seperti seorang penjahat yang digiring menuju penjara.

Sepanjang perjalanan, kelima polisi ini terus berbincang mengenai hasil autopsi tadi. Mereka tidak menyangka jika pelakunya adalah orang ternama. Tetapi saat itu aku belum menyadari jika orang yang dimaksud adalah Mas Harun.

Tiba di depan ruang kerja Mas Harun, kami berhenti.

"Ini ruangannya. Ruang kerja dari orang yang kalian cari. Kalau boleh saya tahu apa tujuan pak polisi semua mencari suami saya?"

"Anda siapa? Apa hubungannya dengan Pak Harun Dirgantara?"

"Saya istrinya, Pak.

"Anda istrinya?"

Dibalik Senyum Denis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang