Hujan deras mengguyur kota. Suhu malam ini berada dalam titik terendahnya. Tidak ada yang berani keluar rumah pada pukul 11 malam dengan cuaca buruk seperti itu. Namun, ada seorang gadis yang berdiri di tengah hujan seperti orang gila.
Tubuhnya menggigil kedinginan, tetapi ia tak bergeming. Baginya, hujanlah yang bisa menutupi perasaan gelisah di hatinya sekarang. Ia bebas menangis dan teriak sekencang mungkin tanpa harus di dengar orang lain.
Ia sudah tak peduli kalau ia akan mati terkena hipotermia. Toh, tak ada seorang pun yang memedulikannya. Ia tak memiliki siapa-siapa, dan akan selamanya begitu.
Ya..., kan?
“HEI CEWEK GILAAA!”
Seorang pria berteriak sambil menerjang hujan deras dengan payung yang hampir patah. Namun, gadis itu seolah tuli. Telinganya hanya menangkap suara berisik yang berasal dari kepalanya.
Dasar nggak guna!
Semua terjadi gara-gara aku.
Nggak ada yang peduli denganku.
Aku...
... Seharusnya nggak...
“HOI, KAU DENGAR NGGAK, CEWEK GILA?!”
Gadis itu tersentak. Akhirnya ia sadar.
Ia tengah dipayungi oleh seorang laki-laki berkaus hitam. Keadaannya juga basah kuyup. Pasti hasil menerjang hujan.
“JANGAN COBA-COBA BUNUH DIRI DI DEPAN TOKOKU! AKU NGGAK MAU WILAYAH INI JADI ANGKER! KALAU WILAYAH INI ANGKER, AKU NGGAK TAU HARUS PINDAH KEMANA!”
Gadis itu masih diam menunduk. Ia tak menanggapi teriakan lelaki itu. Setelah berteriak, lelaki itu membawa sang gadis ke tokonya untuk berteduh dari hujan yang tak kunjung reda.
Ah... ternyata ia sudah sangat kedinginan.
“Sebentar ya, kuambilkan handuk,” ujar lelaki itu. “Jangan coba-coba kabur!”
Nggak lah. Lagian mau kabur ke mana?
Tak lama kemudian, lelaki itu kembali dengan handuk dan selimut. Dengan telaten ia usap kepala sang gadis yang basah setelah meminta izin yang disertai dengan anggukan lemah. Lelaki itu juga sudah menyiapkan baju ganti untuk sang gadis. Sepanjang mengeringkan rambut, lelaki itu sibuk mengomel tentang hidup.
“Hidup itu memang berat, tapi bunuh diri bukan pilihan,” katanya begitu. “Mungkin kamu memang nggak punya seseorang untuk bersandar, tapi kamu harus ingat kalau kamu masih punya Tuhan sebagai tempat bersujud. Kata-kataku memang nggak terlalu membantu, hanya saja kamu harus ingat poin penting ini. Soalnya, kepada siapa lagi kita bergantung kalau bukan pada Tuhan. Iya, kan?”
Gadis itu yakin, lelaki penjaga toko ini adalah pasti orang yang suka menghadiri kajian-kajian keagamaan.
“Kata siapa aku mau bunuh diri?”
Usapan lelaki itu berhenti.
“Terus kamu ngapain dong hujan-hujanan?”
“Pengen aja.”
“PENGEN? PENGEN KAMU BILANG?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak
Hayran KurguKetika tapak kaki meninggalkan tanda kelana. "Hidup itu apa?" "Perjuangan." . . DokJu Alternative Universe