3. Hakless

706 45 0
                                    

Mia mengambil sendok dan garpu, lalu membawa semangkok indomie kuah ke hadapan Jeffrey di ruang TV. "Nih, Tuan."

Candaan Mia barusan ditangkap berbeda oleh Jeffrey. Ia sampai menaikan alis kanannya, "I did not know you are into roleplay."

Siapapun, tolong tahan Mia untuk tidak menyiram kuah indomie yang panas ini ke Jeffrey. Otak pria itu memang sangat perlu untuk diservis. Isinya terlalu mengkhawatirkan. Hanya sepenggal kata sapaan hormat biasa malah lari menyasar ke hal kinky.

Ck, sekarang paham 'kan kenapa Mia menganggap komitmen dan Jeffrey adalah suatu mala petaka?

Menurut Mia, orang dengan isi kepala penuh musibah seperti itu tidak akan sanggup melakukan sesuatu yang penuh berkat, seperti berkomitmen.

Jengah dengan isi kepala Jeffrey, Mia berbicara serius, "Duh, lo main dimana sih, Jeff? Sampai gak bisa bedain mana yang bercanda dan mana yang bukan."

Selain komitmen, serius juga bukanlah hal yang bisa disandingkan dengan Jeffrey, terkecuali untuk masalah pekerjaan. Buktinya, sekarang Jeffrey malah tertawa. "Jangan kayak gini, Mi. Gue jadi makin senang gangguin lo. Brabe ntar."

Soal roleplay tadi, Jeffrey memang sengaja menganggu Mia. Niatnya cuma melanjutkan candaan Mia saja. Tapi, yang diajak bercanda malah ngegas.

Berbeda dari kebayakan orang, Jeffrey malah senang digas Mia. Ia seperti mendapat perhatian yang berlebih lewat amarah Mia. Memang aneh pemikiran penganut 'kalau marah berarti sayang' yang satu ini.

Mia, sejujurnya, ingin memarahi Jeffrey lebih lanjut, tapi emosinya lagi-lagi mereda hanya karena tawa Jeffrey. Ia pub hanya bisa mendengus. "Udah ah, jangan kebanyakan bacot. Cepat makan." ucapnya melemah, tidak sengegas tadi.

Agar tidak semakin lemah, Mia pun mengambil jarak fisik dari Jeffrey. Ia memilih duduk di ujung bagian lain dari sofa itu. Menjauhi Jeffrey.

Posisi jauh yang diambil Mia membuat Jeffrey ingin menarik Mia mendekat. Kalau perlu, sampai kepangkuannya. Tapi, aroma dari kenikmatan surgawi yang hadir di depannya ini begitu menggoda. Indomie kuah ayam bawang dulu deh, baru Mia.

Jeffrey lalu mengeluarkan gawainya. "Bentar, mau ritual dulu sebelum makan." Ritualnya adalah memotret makanan untuk nanti diunggah ke Instagram Story. Baik foto maupun aslinya, indomie kuah ini terlihat cantik, sama seperti yang membuat.

Objek potretnya pun berpindah menjadi subjek. Ia menggeser kameranya ke Mia yang sedang menatap ke arah lain. Langsung saja ia abadikan wajah Mia yang tertekuk—entah, sedang memikirkan apa, namun tetap terlihat cantik bagi Jeffrey.

Meski terlihat cantik, tetapi Jeffrey merasa kurang puas. Ia butuh hal lain yang lebih cantik. Ia butuh senyum Mia.

"Mia, liat sini dong."

Mia refleks mengalihkan padangan ke sumber suara. Ia kaget mendapati dirinya ditodong kamera oleh Jeffrey.

"Smile for the camera!"

Sudah ditodong begini, mau tidak mau, Mia pun tersenyum. Senyumnya menjadi lebih lebar ketika ia sadar bahwa dari balik kamera, Jeffrey juga ikut tersenyum. Mereka tersenyum bersamanya.

Eh, tapi, untuk apa Jeffrey ikut tersenyum? Kenapa juga pria itu tiba-tiba memotretnya? Daripada semakin bingung, Mia memilih melontarkan pertanyaan, "Buat apa sih foto-foto?"

"Buat apa sih tanya-tanya? Gue mau makan."

Jawaban dari Jeffrey membuat Mia mendengus. Ia merasa bodoh karena sudah bertanya. Harusnya, ia sudah paham bertanya kepada Jeffrey tidak akan menuai jawaban. Tapi, ia benar-benar butuh jawaban yang satu ini.

THE FIRST ONE | Jung Jaehyun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang