tak sengaja ❕

78 12 1
                                    

Pagi itu, hari kedua Masa Orientasi Siswa (MOS) di SMA Nusantara berlangsung seperti biasanya. Para siswa baru berkeliling, mengumpulkan tanda tangan dari para kakak kelas. Di antara mereka, seorang siswi bernama Aletta tampak gugup. Sampai detik ini, ia belum berhasil mendapatkan satu tanda tangan pun. Sesekali ia melihat ke kanan dan ke kiri, mencari peluang, namun tak ada satu pun yang menawarkan bantuan.

Di tengah kegelisahannya, tiba-tiba tubuh Aletta terdorong keras oleh seseorang. "Bruk!" Tubuhnya jatuh ke tanah, dan beberapa kertas yang dipegangnya terlempar ke udara. Seorang laki-laki dengan seragam kakak kelas berdiri di hadapannya, mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Maaf, aku nggak lihat jalan tadi," ucapnya cepat, seraya menatap Aletta dengan raut bersalah.

Namun, Aletta hanya berdiri sendiri tanpa menerima uluran tangannya. Wajahnya datar, tidak marah, namun juga tidak menunjukkan tanda-tanda terkejut. Dia menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit kotor, lalu mendongak menatap laki-laki itu.

"Kamu siswi baru, ya?" tanya laki-laki itu. Tatapannya mencoba membaca ekspresi Aletta.

"Iya, Kak," jawab Aletta singkat. Suaranya pelan, namun cukup jelas untuk didengar.

Laki-laki itu, yang ternyata bernama Eyden, masih berdiri di sana. Dalam beberapa detik yang singkat, ia memperhatikan Aletta, lalu tampaknya menyadari bahwa siswi ini tidak seperti yang lain. Tidak ada ekspresi kagum atau gugup yang biasa dia lihat dari siswa-siswa baru yang ingin mendapatkan tanda tangannya.

Melihat kesempatan itu, Aletta yang sejak tadi ragu, akhirnya maju satu langkah sambil menyodorkan kertas orientasi yang sudah diberi oleh para guru. "Kak, boleh minta tanda tangannya?" tanyanya dengan suara sedikit gemetar, sembari menarik napas panjang.

Eyden mengangguk ringan, lalu mengambil kertas itu dari tangan Aletta. Tanpa banyak bicara, ia menuliskan namanya dengan tulisan tegak bersambung yang indah: *Eyden Liviian William*. Setelah selesai, ia menyerahkan kertas itu kembali pada Aletta. "Nih," ucapnya singkat.

"Terima kasih, Kak," jawab Aletta cepat, mengambil kertas itu dengan kedua tangannya. Setelah itu, tanpa basa-basi, ia segera pergi menjauh dari tempat itu. Tidak seperti kebanyakan siswa yang biasanya akan mengobrol lebih lama, Aletta seolah ingin secepat mungkin meninggalkan tempat itu.

Eyden hanya terdiam, memandangi punggung Aletta yang semakin menjauh. Ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu, sesuatu yang membuatnya merasa tertarik meskipun ia tak tahu kenapa.

"Woi! Lu ngapain bengong di sini?" Suara Rafael, sahabat dekat Eyden, menginterupsi lamunannya. Rafael menepuk bahu Eyden, menyadarkannya dari lamunan singkat tadi.

"Ah, nggak apa-apa," jawab Eyden cepat, menggelengkan kepala. "Ayo, masuk. Lu kan di kelas IX IPA 2 kan? Kelas kita bersebelahan," lanjut Rafael sembari menarik tangan Eyden untuk segera menuju kelas.

***

Di sisi lain, di kelas Aletta, suasana sudah mulai ramai. Para siswa mulai berdiskusi tentang tugas dan tantangan selama MOS. Ketika Aletta memasuki ruangan kelasnya, salah satu temannya, Calista, langsung mendekatinya dengan tatapan penuh selidik.

"Eh, lu dari mana aja? Kok baru balik sekarang?" tanya Calista dengan nada tajam.

"Maaf, tadi habis dari toilet," jawab Aletta singkat. Matanya menghindari tatapan tajam Calista. Tapi, rupanya Calista belum selesai dengannya.

Aletta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang