IV. Feel

227 39 5
                                    

"Aneh. Bukankah anemia biasanya sering terjadi pada wanita?." tanya Hyunsuk yang memandangi kantong darah Mark.

Sebenarnya Hyunsuk sedikit bersyukur karena Mark tidak menderita penyakit yang aneh-aneh. Selagi stok darah yang segolongan dengan Mark tidak sulit untuk dicari, Hyunsuk bisa sedikit bersantai menghadapinya.

"Mark yang malang, kau kurus sekali." Hyunsuk mengusap-usap rambut lebat Mark.

"Maksudmu?." Mark bangun dari tidurnya. Ia mencoba untuk bangun namun sekujur tubuhnya masih terasa lemas.

Hyunsuk menggaruk kepalanya, memikirkan alasan yang tepat. "Ah kau tidak kurus Mark. Hanya saja kau terlihat lebih tirus dari biasanya."

"Oh iya kau pasti laparkan? Aku akan mengambilkan makanan untukmu." elak Hyunsuk yang mencoba mengalihkan topik. "Sedikit."

"Kalau begitu aku pergi dulu." pamit Hyunsuk yang melambaikan tangannya pada Mark.

"Aku anemia? Bagaimana bisa? Arrgh." tiba-tiba saja Mark merasa pening. Kilasan memori juga menyertainya. Namun entah mengapa Mark rasa ia tak pernah mengalaminya.

Mark mencari-cari ponselnya lalu melihatnya berada diatas nakas sebelah kirinya. Tangannya tak mampu meraih ponselnya itu. Dan terpaksa Mark harus mendekati nakas itu.

Tangan kirinya menjadi tumpuan, sementara tangan kanannya mencoba meraihnya. Belum sampai menyentuh ponselnya, tangan kiri Mark tiba-tiba saja terasa sakit.

Hal itu mengakibatkan Mark tergelincir dari ranjangnya. Kepalanya tepat mengenai pinggiran nakas yang tidak terlalu tumpul itu. Tiang infus disebelahnya juga ikut ambruk menimpanya. "Hyun-hyunsuk!." panggil Mark dengan lirihan kesakitannya.

"Ayo ku bantu." entah siapapun itu, Mark sangat berterimakasih karena ada yang menolongnya.

"Tunggu! Kepalamu terluka. Diamlah sebentar."

Cup~

Mark merasakan jika bibirnya saat ini sedang dilumat oleh sosok yang membantunya tadi. Ia hendak melawan namun sekujur tubuhnya masih terasa lemas dan tak kuat untuk melakukan perlawanan.

Lumatan yang awalnya lembut itu kini menjadi sedikit tidak teratur. "Maaf."

"Aku harus pergi. Lain kali hati-hati ya." sosok itu melemparkan senyum yang membuat rasa sakit di kepala Mark perlahan memudar.

Namun begitu ia mengedipkan matanya, sosok itu menghilang begitu saja bak ditelan bumi. "Ke-kemana dia tadi?."

Hyunsuk memasuki ruangan Mark dengan membawa makanan yang ia beli berdasarkan rekomendasi kakaknya.

"Maaf lama, aku tadi mampir sebentar ke tempat Hyunbin Hyung terlebih dahulu untuk menanyakan makanan apa  yang sesuai untukmu. Mau ku suapi atau makan sendiri?."

"Aku makan sendiri saja, kau pulanglah, ini sudah larut." usir Mark. Sebenarnya Mark tak sekejam itu. Hanya saja ia khawatir jika Hyunsuk dimarahi ibunya.

Hyungsuk cemberut melihat Mark memperlakukannya seperti itu. "Tenang saja ibuku sedang menginap di rumah nenekku, jadi aku bisa disini. Lagi pula Hyunbin hyung juga memintaku untuk menjagamu."

"Oh iya. Kau lihat seseorang keluar dari sini?." tanya Mark yang masih mengunyah makanannya.

"Aku tak lihat siapa-siapa. Emmm... hei Mark, apa kau merahasiakan penyakitmu ini dariku?." tanya Hyunsuk gugup. Takut jika ia salah menanyakan.

"Aku saja baru tahu aku punya penyakit seperti ini." jawab Mark singkat. Ia masih melanjutkan kegiatan makannya.

Setelah percakapan itu, ruangan terasa senyap bak kuburan. Hyunsuk menjadi tidak enak hati jika ia terus menanyakan penyakit Mark itu.

♦️

Hampir seminggu Mark dirawat. Kondisi tubuhnya memang mengalami perkembangan, namun Mark harus tetap menjaga tubuhnya agar tidak bekerja terlalu banyak.

Karena tak mau biaya rawatnya menjadi lebih membengkak, Mark menjalani rawat jalan. Hari demi hari ia lalui dengan Hyunsuk yang mengurusnya, mulai dari menyiapkan makan yang tidak boleh sembarangan hingga membantu membersihkan tubuh Mark. Hyunsuk rela absen di sekolah hanya untuk mengurus Mark.

Mark tak tega melihat Hyunsuk yang harus melakukan ini semua. Hingga pada hari-hari berikutnya, ia menyuruh Hyunsuk agar tak mengunjunginya. Awalnya Mark sedikit bingung dan kerepotan karena harus mengingat makanan yang boleh ia makan dan tak boleh dimakan, serta jadwal obatnya yang harus diminum teratur tiap harinya. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa.

Hampir satu bulan ia tak sekolah. Mark pasti sudah ketinggalan banyak materi di sekolah. Satu-satunya cara agar ia bisa mengejarnya adalah dengan mengikuti les privat. Tapi saat ini ia tak ada uang. Uang hasil kerja paruh waktunya sudah habis ia gunakan untuk membayar tagihan rumah sakit. Padahal uang hasil kerja paruh waktu itu akan ia gunakan untuk mengganti rugi perbuatannya waktu itu. 

Apalagi Taeyong sudah lama tak mengiriminya uang. Mark merasa sedikit putus asa sekarang. Mungkinkah ia harus bekerja saja untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari?. Mark tak mau bergantung dengan uang milik kakaknya. Kalimat-kalimat putus asa selalu menghantui pikiran Mark. Ia mulai bimbang dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Suara telepon berdering menghancurkan bayang-bayang keputusasaannya. Ternyata Hyunsuk. Hari ini Mark sudah mulai berangkat ke sekolah. Hyunsuk hanya ingin memberitahu Mark bahwa ia sebentar lagi akan sampai dirumahnya.

Untuk sementara ini Mark harus menempel dengan Hyunsuk. Sebenarnya Mark tak mau merepotkan Hyunsuk lebih banyak lagi, namun apa daya Hyunbin hyung sendiri yang mengutus adiknya itu untuk merawatnya.

Bunyi ketukan pintu terdengar. Menandakan Hyunsuk sudah datang. Mark sudah bersiap dan memakai sepatunya. Ia kemudian mengecek apakah ada yang tertinggal. Hampir saja ia meninggalkan seragam olahraganya. Dengan cepat ia mengambilnya agar tak membuat Hyunsuk menunggu terlalu lama.

Sesampainya di sekolah, Mark dan Hyunsuk mengganti baju dengan seragam olahraga tadi. Setelah mengembalikan seragam sebelumnya kedalam loker, keduanya pergi ke aula olahraga. Disana sudah ada guru pembimbing dan beberapa teman sekelasnya.

Kali ini Mark tak mengikuti olahraga. Ia berniat melihat saja dari kejauhan karena sejujurnya Hyunsuk tak membolehkannya. Mark memang sedikit kesal namun ini demi kesehatannya.

Untuk para murid laki-laki, mereka melakukan permainan bola basket. Sementara untuk para siswi mereka memainkan bola voli. Sepuluh menit berlalu semenjak bunyi peluit dimulainya pertandingan berbunyi. Tim Hyunsuk kali ini menang. Tinggal tiga babak lagi. Mark turut senang melihatnya.

Disela-sela jeda menuju kuarter selanjutnya, seseorang datang. Ia mengenakan seragam olahraga juga. Mark tak mengenalnya. Mungkinkah dia dari kelas sebelah?. Orang itu kemudian berjalan menuju guru pembimbing. Mark melihat orang itu menunduk-nundukkan badannya seperti meminta maaf.

Saat sedang memperhatikan, Guru pembimbing memanggilnya. Ia menyuruh Mark untuk mengikuti pertandingan selanjutnya. Hyunsuk yang mendengarnya seketika kecewa dengan guru pembimbingnya itu. Padahal Mark baru saja masuk ke sekolah karena sakit. Guru pembimbing itu hanya mengatakan bahwa pertandingan selanjutnya adalah pertandingan babak terakhir.

Mark ditunjuk agar melengkapi salah satu anggota tim. Orang tadi ternyata adalah teman sekelasnya. Ia merupakan anak pindahan. Banyak rumor mengatakan bahwa ia adalah sepupu dari pemilik sekolah ini.

Senyuman pemuda itu tak pernah luntur. Ia kemudian menuju kearah Mark dengan tangannya yang mengajak bertautan. "Hai. Namaku Hwang Wook Hee. Panggil saja Lucas."

♦️ To be continued.

Note :
maaf update lama soalnya laptop error dan ternyata pas mau ngelanjutin di hp belum kesimpen jadi harus nulis ulang lagi dari chap 4 sampai seterusnya
padahal udah nyicil semenjak puasa
tapi aku usahain kok tiap minggu update, makasih buat yang udah baca

jangan lupa stream NCT Dream - Hello Future💚

Devil Who's Protect Me | LuMarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang