VI. Mad

212 37 9
                                    

"Arrgh."

"Akh... Lucas, pelan-pelan sakit." Mark berteriak dan menarik rambut Lucas hingga beberapa helai rambut tercabut.

Lucas mendengus kesal karena Mark menarik rambutnya. "Tahan sebentar saja! Nanti rasa sakit itu akan hilang."

"Aku mulai."

"Aaarrrgghh.. akh." Mark menitihkan air matanya. Namun setelah itu rasa sakitnya memang berkurang. "Sudah. Cobalah bergerak."

"Nngh.. masih sedikit sakit." nafas Mark tak teratur. Ia terengah-engah karena menahan rasa sakit itu. Lucas membantu Mark agar bisa duduk di kursi. "Sebentar aku ambil air es."

"Maaf aku merepotkanmu lagi." Mark menundukkan kepalanya. Jika saja ia tidak terpeleset tadi, maka ia tak perlu membalas budi pada Lucas lagi.

Mark masih merasakan sakit ketika Lucas mengompres kakinya yang terkilir tadi. Pandangan Mark tertuju pada Lucas. Sedangkan Lucas sedang memperhatikan tangan Mark yang tergores pisau hingga berdarah itu. "Kau lihat apa?."

"Bukan apa-apa." Lucas menggelengkan kepalanya. Mark merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Lucas itu.

"Sepertinya diluar hujan. Apa kau mau pulang sekarang atau menunggu hujan reda?." tanya Mark.

"Kau punya payung?." Lucas mengambil mangkuk yang ia gunakan untuk makan sebelumnya. Ia mencucinya sekaligus milik Mark.

Mark mencoba melarang Lucas namun apa daya dia masih kesulitan untuk bergerak. "Akan ku carikan." Mark mencoba berjalan dengan perlahan dengan benda-benda disekitarnya sebagai alat bantunya.

"Lupakan saja. Aku tunggu sampai reda saja." Lucas menahan lengan kiri Mark. "Kau istirahat saja. Kalau banyak bergerak nanti bisa membengkak."

"Iya aku tahu." Mark melepaskan pegangan Lucas. Ia mengalihkan pandangannya dari Lucas dan kembali duduk di kursi. Tak lupa Lucas juga membersihkan lantai yang terkena tumpahan ramyeon tadi.

Setelah itu, Mark meminta tolong Lucas agar menggendongnya untuk dibawa ke kamarnya. Mark duduk di tepi ranjangnya dan menyandarkan punggungnya di dinding. "Boleh tolong ambilkan bajuku di lemari?."

"Yang mana?." Lucas memilah baju-baju yang tersusun rapi itu. "Yang mana saja boleh."

"Ambilah salah satu pakaian disitu juga. Seragammu kotor karena ulahku tadi." Lucas menunduk memperhatikan seragamnya yang memang kotor itu.

Lucas melepas kemejanya itu tepat di depan Mark. Seketika Mark berteriak dan melemparkan bantal karena ulah Lucas. "Kau gila. Bisa-bisanya kau membuka bajumu disini?." Mark menutupi wajahnya dengan lengannya.

"Apa salahnya? Kita sama-sama pria. Memangnya saat kau ganti baju di sekolah bukankah akan melihat hal seperti ini?." Mark tetap bersikeras tak mau melihat Lucas saat mengganti baju. "Aku berbeda dengan yang lain.  Cepat ganti bajumu itu, kalau sudah selesai beritahu aku!."

"Sudah." wajah Lucas terpaut beberapa inci saja, membuat Mark menjadi salah tingkah akan kelakuan Lucas. "Kau tidak punya yang lebih besar?."

Mark terkejut begitu melihat kaus yang dipakai Lucas, membuat tubuh atletisnya terlihat lebih jelas. "A-aku tak punya."

"Kalau be..." Lucas tak menyelesaikan kalimatnya. Kedua bola matanya menyalang seakan ingin keluar dari tempatnya. "Maaf aku harus pulang."

Lucas menengok kearah jendela lalu membuka jendela itu. Tanpa pikir panjang Lucas melompat keluar jendela itu. Mark yang melihat kejadian gila itu seketika berteriak kencang.

Ia pun merangkak mendekati jendela dan ingin melihat bagaimana keadaan Lucas. Mark melihat Lucas berlari keluar dari lingkungan rumahnya. Mengisyaratkan bahwa Lucas baik-baik saja.

Sekujur tubuh Mark menjadi lemas karena Lucas. Bisa-bisanya Lucas terjun dari lantai dua dan dalam keadaan hujan deras diluar sana.

"A-apa itu tadi."

♦️

Pagi ini sisa-sisa hujan semalam masih tersisa berupa rintikan. Mark berlari menuju halte bus itu dengan tergesa-gesa. Salahkan Lucas yang membuatnya tak bisa tidur semalam karena memikirkan keadaannya.

Mark hampir tergelincir saat menyebrang jalan. Jalanan menjadi licin karena hujan sejak kemarin belum reda hingga sekarang.

Ponsel Mark terus-menerus berbunyi sedari tadi. Saat tiba di halte Mark baru bisa mengecek ponselnya. Hyunsuk menelponnya berkali-kali. Mark sudah paham pasti dia sudah terlambat sekarang. Dengan melihat jam saja ia sudah tahu kalau ia terlambat.

"Bagaimana ini? Apa busnya masih lama?."

Sekitar sepuluh menit menunggu akhirnya Mark mendapatkan bus. Ia sudah terlanjur telat. Sesampainya di gerbang sekolahnya, terdapat seorang guru yang sedang berjaga bersama salah seorang petugas keamanan. Ia dikenal sangat disiplin kepada muridnya yang tak mematuhi peraturan sekolah.

Karena tak mau terkena omelan serta hukuman, Mark mencari jalan lain yaitu belakang sekolah. Ia pernah beberapa kali melewati tembok itu saat terlambat.

Saat akan memanjat, Mark sedikit kesulitan karena tak ada pijakan sama sekali disana dan juga tembok yang terlalu licin sisa hujan semalam. Biasanya Mark dibantu Hyunsuk. Namun kali ini ia tak bisa meminta bantuannya. Mark menyadari bahwa memang ia tak bisa hidup sendiri.

Brakk..

Suara itu mengagetkan Mark. Ia kira dirinya tertangkap sedang mencoba melompati tembok itu. Namun itu hanyalah seorang siswa yang membolos. Saat siswa itu menampakkan wajahnya, ingin rasanya Mark memukulnya

"Hei Mark! Kenapa kau disini? Kakimu sudah lebih baik?." Lucas merangkul bahu Mark, sontak membuat Mark semakin kesal. "Kau sendiri kenapa ada disini?."


"Aku hari ini sedang malas ke sekolah. Mungkin karena kau tak ada, jadi aku pulang saja." balas Lucas dengan senyum bodohnya.

Mark memelintir lengan Lucas lalu membanting tubuh Lucas dengan mudahnya. "Dasar bodoh!." Mark kemudian meninggalkan Lucas yang masih tergeletak disana.

Lucas hanya bisa mengerang kesakitan akibat bantingan Mark yang tak ada tandingannya. Untung saja kondisi disana cukup sepi, karena hal memalukan ini tak boleh ada yang melihatnya.

"Hei pelan-pelan. Tubuhku masih sakit karenamu." Lucas menggandeng lengan Mark. "Kau mau ku banting lagi?." ancam Mark dengan raut wajahnya yang terlihat menyeramkan.

Seram. Hanya kata itu yang terpikirkan di benak Lucas. "Kau mau kemana?."

"Mengirimmu ke neraka." jawab Mark singkat. "Aku serius."

"Aku juga serius. Kenapa kau kemarin dengan mudahnya melompat dari jendela kamarku yang sudah jelas ada di lantai dua. Karenamu aku jadi terlambat hingga seperti ini." ujar Mark yang tengah menahan umpatan-umpatannya.

"Maksudnya? Apa hubungannya aku dengan kau terlambat ke sekolah?." tanya Lucas kebingungan dengan perkataan Mark. "Bodoh! Bagaimana aku bisa tidur jika kau melompat dari lantai dua dan aku tak tahu kau terluka atau tidak!." jawab Mark lantang dengan wajahnya yang memerah

Senyuman Lucas semakin melebar. "Tunggu sebentar, jadi semalaman kau tak tidur hanya untuk memikirkan ku? Apa aku tak salah dengar."

"Kau mau aku penggal kepalamu?." Mark mencekik leher Lucas dan memojokkannya pada tembok belakang sekolah. "I-iya aku akan diam. Jadi lepaskan tanganmu ini."

"Karena kau aku jadi tak berselera untuk belajar. Hei ambil seragam dan tasmu yang masih tertinggal di rumahku!."

♦️ To be continued.

Devil Who's Protect Me | LuMarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang