die

1.2K 217 4
                                    

"Yerim~ah?" tanya Seulgi sembari masih berjalan di ruangan tamu rumah besar itu.

Dia melihat Yerim, adik dari Irene tengah berjalan di hadapannya dengan mata yang sepertinya masih menutup atau mungkin setengah terbuka.

Tak lupa rambutnya yang acak - acakan itu.

Yerim menghentikan langkahnya yang akan menuju dapur, dia menengok ke samping dan mendapati Seulgi yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Eoh? Seulgi unnie?" sapa Yerim. Dia lalu menguap.

Seulgi terkekeh, "Irene unnie bilang dia sedang menginap di rumah, aku membawakan makanan kesukaannya buatan eomma dari Ansan," ucap Seulgi memperlihatkan genggaman tangannya.

Yerim menggeleng, "Entahlah, aku tak tahu."

"Aku baru saja bangun," ucap Yerim langsung berjalan kembali ke arah dapur.

Seulgi tertawa melihat tingkah adik Irene yang masih kuliah itu. Dia tak pernah berubah.

Seulgi menggeleng, ini pukul satu siang dan anak itu baru bangun.

Seulgi lalu berjalan kembali untuk segera ke tempat yang sepertinya ia tahu bahwa Irene akan ada di sana.

Apalagi kalau bukan taman belakang rumahnya. Itu adalah tempat favoritnya, tempat favorit mereka berdua.

Seulgi berjalan dengan senyuman yang mengembang, dia harus terlihat bahagia di mata Irene meski kejadian satu minggu itu masih menghantui pikirannya.

Seulgi tak bertanya lebih lanjut tentang hubungan Irene dengan wanita bernama Seungwan itu.

Seulgi hanya perlu diam dan berencana untuk pergi sesegara mungkin dari kota Seoul atau bahkan mungkin dari negaranya itu.

Dia perlu waktu untuk menghilangkan perasaannya pada Irene, dia harus berlari hingga Irene tak akan mengejarnya karena dia tahu dia akan kehilangan 'sahabatnya' itu.

Seulgi mengedarkan pandangannya, dia mengeratkan mantelnya karena angin tiba - tiba berhembus kencang membuat rambutnya itu pun sedikit berantakan.

Seulgi terus berjalan hingga memasuki area taman, dia tak melihat Irene ada di sana.

"Apa mungkin dia di kamarnya?" tanya Seulgi pada dirinya sendiri, Seulgi menengok ke belakang yang langsung menunjukan pemandangan rumah besar itu.

Tepat, ada jendela besar juga balkon yang menghadap ke arah taman. Itu adalah kamar Irene.

Seulgi terus memandangi pintu balkon yang terbuka, sepertinya Irene memang sedang ada di sana.

Seulgi berjalan untuk kembali ke dalam rumah itu sembari tak mengalihkan pandangannya dari menatap balkon kamar Irene.

Kepalanya terus mendongkak hingga setelah beberapa langkah dia bisa melihat samar tubuh Irene yang masih terbalut pakaian tidur.

Seulgi tersenyum pilu, rindu satu minggu tak bertemu dengannya meski terkahir kali begitu menyakitkan.

Sampai langkahnya berhasil diberhentikan oleh pemandangan yang tak bisa Seulgi jelaskan dengan perkataannya.

Irene berjalan pelan mundur ke arah ambang pintu balkon, di hadapannya ada wanita bernama Seungwan yang saat itu juga sedang menatap Irene dengan tatapan menggodanya.

Seulgi bisa melihat hal itu dengan jelas.

Dia membulatkan matanya, tubuhnya terasa kaku, ia tak bisa menggerakkan badannya.

Dia menahan napasnya, begitu kering rasanya tenggorokan itu karena dia tak berhasil menelan ludahnya.

Hatinya begitu sakit, lagi - lagi dengan orang yang sama.

Bagaimana mungkin?

Itu Seungwan.

Seulgi melihat bibir tipis Irene bertemu dengan bibirnya. Saling mengecup, saling melumat, menikmati sentuhannya di area bahu yang menjalar menuju ke rahang.

Seungwan mendorong tengkuk Irene untuk lebih mendekat kepadanya, dia mencoba untuk berciuman lebih dalam dengan wanita yang dia cintai itu.

Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, saling ini mendominasi.

Mulutnya terbuka, lidahnya menelusup masuk untuk mengabsen jajaran gigi rapi milik mereka.

Hancur sudah. Seulgi merasa hancur menjadi debu saat itu juga.

Tubuhnya bagaikan dihujam oleh belati yang menusuk tepat di hatinya.

Dia tak sanggup lagi, air matanya keluar begitu saja. Perih, dia menahannya sedari tadi.

Ciuman itu menunjukan bahwa mereka telah memberikan kepastian kepada Seulgi tentang hubungan mereka berdua.

Irene sudah resmi menjadi miliknya.

Milik Seungwan.

Seulgi berjalan perlahan, dia mengalihkan pandangannya ke bawah. Dia berharap apa yang telah ia lihat itu menghilang begitu saja dari ingatannya.

Napasnya memburu, Seulgi sekarang berlari, di rumah yang terasa kosong itu Seulgi segera berlari menjauh darinya.

Seulgi harus berlari untuk membuat dirinya tetap hidup, dia tak bisa terus menerus melihat orang yang dia cintai itu mencium mesra orang lain.

Karena rasanya ingin mati saja. Ini adalah kematian yang lebih menyakitkan dibanding ditembak dengan pistol tepat di jantungnya.

Irene menghancurkannya.

Ini adalah akhir baginya.

Ini adalah akhir baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Heather ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang