Setelah hari itu, di tahun yang baru ini Seulgi merasa tak bisa sebahagia orang lain.
Seulgi tak bisa seantusias orang lain yang semangat untuk menjalankan berbagai resolusi terbaru seperti mereka.
Seulgi kehilangan minatnya, meskipun begitu sekarang dia lebih memilih untuk berusaha menyibukkan dirinya sendiri dengan beberapa pekerjaan di kantor dan mengambil beberapa tawaran klien dia sebagai freelancer.
Sudah dihitung dua minggu, dan setelah hari itu memang Seulgi belum lagi bertemu dengan Irene. Irene kembali disibukkan dengan pekerjaannya juga.
Dia semakin dikenal, seluruh Asia pun sepertinya akan segera mengenal dirinya.
Seulgi bersyukur, setidaknya dia bisa sedikit melepas rasa sakitnya dengan sibuk satu sama lain dan mengurangi kadar intensitas mereka untuk bertemu.
"Seulgi, kenapa kau masih di sini? Pekerjaanmu sudah selesai, 'kan?" tanya Sooyoung.
Dia teman kerja Seulgi, mungkin bisa dibilang paling dekat dengannya di kantor ini.
Seulgi yang tengah fokus memainkan komputernya itu mendongkak menatap Sooyoung yang sepertinya akan segera pulang.
Lampu kantor juga beberapa sudah dimatikan, tak adanya cahaya matahari membuat gelap semakin menjadi.
Seulgi masih belum menjawab.
"Besok itu weekend, kalau memang ada yang belum selesai, selesaikan saja nanti," ujar Sooyoung seraya tersenyum.
Sooyoung melihat Seulgi yang terdiam, untuk seukuran Sooyoung yang telah mengenal Seulgi selama lima tahun, dia tahu bahwa Seulgi sedang berperang dengan pikirannya sendiri malam itu.
"Mau minum denganku?"
"Atau mungkin sekadar menyesap kopi kalau kau memang takut cerita privasimu malah terbongkar," Sooyoung tertawa.
Seulgi terkekeh tak ingin membuat Sooyoung meledeknya lagi.
Seulgi memang tak kuat minum, kalau sudah mabuk dia akan meracau, berbicara tentang kegelisahannya bahkan pada orang asing sekali pun.
Seulgi segera memakai jaketnya dan beranjak dari duduknya.
"Aku tak ingin minum, tapi sebagai gantinya, ajak aku ke tempat yang sebelumnya belum pernah kita kunjungi," ucap Seulgi.
Setidaknya, tempat baru mungkin akan sedikit menghiburnya.
Sooyoung langsung antusias ketika mengingat ada satu tempat yang akhir - akhir ini menjadi tempat favorit para remaja sampai dewasa seumurannya untuk menghabiskan waktu bersama.
"Kajja!"
Dan sepertinya Seulgi harus kembali menahan rasa yang mengejolak di dalam hatinya.
Malam itu, di tempat yang menurutnya paling romantis. Di salah satu restoran di daerah Gangnam-gu. Ada dua orang yang tengah berbincang sembari sesekali tertawa kecil.
Seulgi dan Sooyoung duduk tak jauh dari sana, syukurnya orang yang Seulgi perhatikan itu mungkin tak akan melihat keberadannya.
Sebelum Seulgi memutuskan untuk duduk, dia memang terlebih dahulu mendapati orang yang dia cintai itu tengah duduk berhadapan dengan seseorang yang ia tahu.
Bahkan, seluruh warga Korea pun sepertinya tahu.
Dia, Irene. Memakai dress hitam selutut tanpa lengan, namun sepertinya Seulgi mendapatkan pemandangan ketika wanita lain yang semeja dengannya itu berjalan ke arahnya dan berjalan seraya memakaikan jas hitam untuk dirinya.
Mungkin malam semakin dingin, mungkin juga itu hanyalah rayuan. Apapun alasannya, Seulgi tak pernah suka dengan apa yang ia lihat.
Seulgi saat itu langsung memilih meja yang bisa membuat dirinya tersembunyi meski rasa sakitnya kini tak bisa lagi ia sembunyikan.
Sooyoung tiba - tiba tersentak ketika terdengar ada suara isakan tangis kecil yang keluar dari bibir sahabatnya itu yang tengah menundukan kepalanya.
"Seulgi, kau kenapa?" Sooyoung khawatir.
Sooyoung mencoba untuk melihat ke bawah, dia ingin melihat wajah Seulgi saat itu.
"Seulgi~ah?"
"Seulgi~ah jangan menangis, sungguh kau sebenarnya kenapa?"
Seulgi semakin terisak mendengar pertanyaan Sooyoung.
Seulgi merindukan Irene. Seulgi merindukan orang yang dia cintai itu.
Setelah hari itu, setelah pelukan yang menyakitkan, tak ada satu hari pun Seulgi tak memikirkan Irene.
Dia menyibukan dirinya sendiri, dia bergelut menyelesaikan setiap hari pekerjaannya, dia bersenang - senang dengan teman - temannya.
Namun, itu tak pernah berhasil membuatnya lupa akan sosok Irene.
Sosok dengan senyuman paling indah yang pernah dia lihat.
"Seulgi? Tolong lihat aku," Sooyoung memaksa Seulgi untuk menegakkan kepalanya.
Restoran itu memang sengaja dibuat remang dan lebih memanfaatkan sedikit cahaya lampu ditambah cahaya alami dari bintang dan bulan di langit malam.
Sooyoung samar bisa melihat tetesan air mata yang belum mengering menjalar di pipi Seulgi.
Sooyoung segera menghapusnya. Dia menatap iba pada Seulgi, "Seulgi~ah?" panggilnya sekali lagi dengan nada lemah.
Seulgi mengeleng, "Aku tak apa."
Bodoh. Jawaban bodoh macam apa itu. Dia baru saja menangis lalu berkata bahwa dia tak apa.
Seulgi tersenyum nanar pada sahabatnya itu, "Seharusnya aku di kantor saja, Sooyoung~ah," ujarnya dengan tawa sedih untuk menertawai kelakuannya sendiri.
Hal itu membuat Sooyoung bingung.
"Karena saat aku keluar dari persembunyianku, aku tak pernah tahu siapa dan apa yang akan aku temui."
Seulgi memilih untuk beranjak dari duduknya, "Sepertinya aku harus pulang."
"Terimakasih untuk malam ini."
Seulgi berjalan dengan sakit dihatinya keluar dari restoran di lantai atas sebuah gedung itu meninggalkan Sooyoung yang masih menatap punggung Seulgi yang perlahan hilang dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heather ✓
FanficCheck the sequel!! Completed! brighter than the blue sky, she's got you mesmerized while i die. Heather cr. 2021 saturnmoon_SR