Seorang wanita dengan rambut cokelat dikepang dan digelung di kepalanya sedang menangkupkan kedua tangan menopang dagu, sikunya menempel pada permukaan meja kasir. Ia menatap langit-langit toko senjata yang ia miliki sekaligus ia jaga berdua bersama gadis muda berambut kuning. Gadis itu sedang membersihkan katana yang dipajang di etalase. Membuatnya tetap terlihat bersih mengilap.
“Tenten-san, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya gadis itu pada wanita di meja kasir.
“Kenapa hari ini tidak ada pelanggan ya, Haniko-chan?”
Gadis bernama Haniko itu tertawa pelan dan menggaruk kepalanya, padahal tidak gatal. “Bersabarlah, nanti juga ada yang datang.”
Kring. Lonceng di pintu masuk terguncang saat pintu dibuka, dua gadis berambut hitam dengan wajah yang mirip memasuki toko. Tenten sedikit terkejut tapi segera menyapa, “Wah, ada anak kembar! Selamat datang di toko kami.”
Sarada tersenyum pada Tenten yang berdiri di balik meja kasir. Sedangkan Selery berjalan di sisi kanan Sarada dengan malu-malu karena masih beradaptasi dengan lingkungan baru.
“Kamu Selery-chan, kan?” Tenten mencondongkan badan ke arah Selery.
“Iya, benar. Perkenalkan, namaku Selery,” sedikit canggung karena baru pertama kali bertemu Tenten.
Menyadari hal itu, Sarada segera mencairkan suasana dengan memperkenalkan Tenten pada saudarinya, “Ini Tenten-san, teman Mama sejak akademi. Tenten-san adalah pemilik toko senjata ini.”
“Senang bertemu dengan Anda, Tenten-san.”
“Hahaha, tidak usah terlalu kaku, Selery-chan. Aku dan Mamamu berteman baik sejak dulu,” lalu Tenten sibuk menceritakan masa lalunya bersama Sakura.
Selery menoleh ke arah Haniko yang berdiri beberapa langkah di belakang sedang memerhatikan percakapan di antara mereka. Selery tersenyum dan mengangguk pelan. Sarada pun menyadari hal yang sama, maka dengan sopan ia menghentikan cerita kilas balik Tenten yang hanya asyik berbicara sendiri, “Tenten-san, bolehkah memperkenalkan pegawai barumu? Sepertinya umur kami tak jauh berbeda.”
“Oh ya, benar! Kalian memang sepantar. Namanya Haniko.”
Haniko berjalan mendekat, terseyum, “Namaku Higashikuni Haniko.”
“Aku Uchiha Sarada, dan ini kembaranku, Uchiha Selery,” Sarada menjulurkan tangan ke arah Selery, “Kapan kamu datang ke sini, Haniko? Sepertinya aku baru melihatmu di Konoha,” tanya Sarada.
“Pekan lalu, karena aku akan mendaftarkan diri di akademi nanti.”
“Oh, kalo gitu kita akan bareng, dong.”
“Oh ya? Menyenangkan sekali. Eh, tapi jujur ya, jika kalian memjamkan mata akan sulit untuk kubedakan. Jadi tolong kalian jangan memjamkan mata dengan lama bersamaan.” Haniko tertawa pelan dengan fakta yang ada, karena bukan cuma dia yang merasa demikian.
Empat perempuan di toko itu tertawa. Lalu tawa mereka terhenti karena lonceng di pintu depan berbunyi lagi. Seorang gadis sepantaran dengan mereka, rambut pendek sebahu dengan sebagian rambut terkepang ke bagian belakang kepala. Iris mata yang juga sehitam rambutnya.
Langkahnya cepat dan ceria, langsung menghampiri Tenten dengan hanya bersebrangan meja kasir, “Tenten-san! Tabunganku sudah cukup untuk membeli satu set panahan. Tolong ambilkan yang waktu itu kupilih, ya!”
“Wah, bagus sekali Chie-chan. Tunggu di sini, ya! Kuambilkan di belakang dulu.” Tenten meninggalkan empat gadis muda itu di depan meja kasir dengan suasana hening nan kaku.
Gadis yang dipanggil Chie bersenandung sambil mengetuk-ngetuk meja kasir. Kepalanya bergerak sesuai irama yang disenandungkannya.
“Adakah seseorang yang baru dapat hadiah ulang tahun?” Sarada menjulurkan kepala mendekati Chie.
Chie menjauhkan kepalanya, “Tidak ada.”
“Lalu?” Sarada menyipitkan matanya, penasaran.
Helaan nafas terdengar jelas, lalu Chie menjawab, “Itu murni tabunganku, Sarada. Uang saku dan gajiku tiap pekan menjaga toko bunga.”
“Enak sekali ya, anak ini sudah punya gaji.”
“Cobalah kau cari juga, siapa tahu bisa dapat uang tambahan.”
“Rumah sakit tak mempekerjakan anak,” bahu Sarada terangkat cepat.
“Oh ya, ngomong-ngomong kapan kau pulang, Selery? Lama tak melihatmu.” Chie menatap gadis bermata hijau muda di samping Sarada.
“Tiga hari yang lalu,” Selery tersenyum senang karena ada anak seumuran yang mengingat dirinya, “ternyata kamu ingat aku ya, Chie.”
“Tentu saja. Selain karena ibuku yang sering membahas anak kembarnya Tante Sakura, juga karena tak banyak anak sepantaran yang kembar.”
Haniko mengerutkan dahi, merasa ada yang janggal di ruangan ini.
“Lalu bagaimana dengan gadis yang di sana?” Chie memiringkan kepalanya agar bisa menatap Haniko dengan jelas.
“Oh, ini Haniko. Temannya Tenten-san, sekarang ia membantu menjaga toko ini sambil menunggu pendaftaran akademi.”
Chie ber-oh tanpa sempat berkenalan lebih lanjut dengan Haniko.
Tenten yang baru masuk mendengar percakapan gadis-gadis itu, “Kamu gimana, Chie-chan?” tanya Tenten sambil meletakan satu set panahan di atas meja kasir.
“Gimana apanya?”
“Daftar akademi. Sudah pasti daftar, kan?”
Yang ditanya malah menggaruk leher belakangnya padahal tidak gatal, “Belum tau sih, hehe.”
“Lho? Aku kira Sai dan Ino menyuruhmu jadi shinobi juga sekalian masuk bareng kakakmu. Mereka juga mendaftar tahun ini, lho. Ya, kan?”
Sarada, Selery, dan Haniko mengangguk hampir serempak.
Chie hanya mengerutkan wajahnya sesaat, lalu mengalihkan topik pembicaraan, “Semuanya sama kayak yang kupilih waktu itu, kan?” jemarinya menyentuh busur berwarna hitam legam di atas meja kasir.
“Iya, aku mengingatnya, kok. Ino yang memintaku waktu itu, dan hanya membolehkanmu membeli ini jika menggunakan uang tabunganmu sendiri.”
“Tepat sekali. Aku kagum dengan ingatanmu, Tenten-san.”
“Ah, tidak seberapa. Aku kan jounin,” bangga Tenten.
“Ya sudah, langsung dibungkus saja, sekalian kotaknya.”
Haniko membantu merapikan plastik pembungkus set panahan dan memasukkan ke dalam kotak dengan rapi. Meski saat itu masih ada perasaan yang aneh terhadap dua anak di depannya, khususnya pada anak yang terakhir datang.
“Terima kasih telah berbelanja, semoga anda senang dengan panahannya,” ucap Haniko saat kotak isi satu set panahan dan uang telah bertukar tangan.
“Iya, terima kasih kalian semua,” jawab Chie.
“Semangat latihannya, Chie!” sambil mengepal tangan ke atas, Tenten berteriak menyemangati Chie.
Chie tertawa lalu meninggalkan toko.
“Ah, kalau begitu aku mau lanjut ajak Selery keliling. Tenten-san, Haniko, kami pamit, ya,” Sarada ikut melambaikan tangan. Setibanya di luar toko ia berteriak, “Chie, Inojin, Shikadai, tunggu kami!”
Selery pamit sambil tersenyum, masih sedikit canggung. Lalu segera mengikuti Sarada.
Di dalam toko, pikiran Haniko mulai terbang ke mana-mana. Memikirkan alasan sebenarnya dari kedatangan ia di sini, serta keberadaan Selery dan Chie yang tak pernah ia ketahui sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trio Kwek-kwek
Novela JuvenilIni adalah trio original character kami. Alternative Universe Boruto 山中知恵 (Yamanaka Chie) = OC milikku 東国ハニコ (Higashikuni Haniko) = OC milik Honeyko うちはセレリ (Uchiha Selery) = OC milik Aulia Ida Putri Selain dari tiga karakter itu, kuambil dari karakt...