[Setahun yang lalu]
Jefri melepaskan helm lalu diletakkannya di kaca spion, dahinya berkerut melihat sepasang sepatu di depan rumah milik Ayu. Dari bentuknya Jefri yakin ini bukan sepatu perempuan, ya kecuali emang kakinya gede.
"Assalamualaikum," Tak menunggu jawaban dari si pemilik rumah, Jefri dengan mudah nyelonong masuk. Matanya mendapati seorang cowok duduk di ruang tamu tengah sibuk bermain hape sehingga tak sadar jika Jefri disana mengamatinya.
"Eh ada Jefri, mau ambil Monyet ya?" Ibu Ayu dari arah dapur mendekat, baru lah si cowok menoleh dan tersenyum mengangguk pelan.
Tak lupa Jefri menyalimi wanita paruh baya itu. "Iya buk, Monyet nggak nakal kan disini?"
"Enggak kok, cuma tadi cakar-cakaran dikit sama Cimoy."
Iya mereka lagi bahas Monyet, kucing semata wayangnya Jefri.
Diam-diam Jefri melirik cowok yang masih terduduk di ruang tamu itu, yang langsung dapat ditangkap jelas oleh ibu Ayu.
"Oh kenalin ini namanya Dimas, temen Ayu," Ucap ibu Ayu spontan membuat Jefri bingung harus membalas gimana. Apa ia akan memperkenalkan diri dengan menjabat tangan atau dengan mengangguk kecil dan menyebutkan nama.
"Dan ini Jefri, temen Ayu juga."
Oh kalo gini dia jadi nggak perlu susah memperkenalkan diri.
"Salam kenal mas," Ucap Dimas ramah, berdiri dan menjulurkan tangan terlebih dahulu.
"Iya salam kenal juga," Balas Jefri sedikit canggung.
Sebenarnya bukan kebiasaan Jefri seperti ini, berkenalan dengan orang baru dan saling melempar senyum. Jujur ia masuk golongan orang yang tidak pandai bergaul dengan orang-orang baru. Pikirannya selalu dipenuhi dengan bagaimana jika ia tidak bisa memenuhi ekspetasi orang lain? Atau reaksi apa yang harus ia lakukan? Pikiran-pikiran itu seperti mendekte Jefri sejak dulu sehingga putusan terakhir yang ia buat adalah dengan menutup diri dari orang lain, hanya orang-orang terdekat saja.
Jefri terlalu lelah dengan omongan "Ternyata elo gini ya orangnya."
Terus bayangan seperti apa yang mereka pikirkan tentang Jefri?
Jefri muak, Jefri kesal, Jefri capek.
Dan mungkin dengan menutup diri ini Jefri bisa lebih bebas tanpa diperbudak ekspetasi yang nggak ada hentinya.
"Ayu dimana, buk?" Tanya Jefri.
"Di kamar, samperin aja langsung nggak papa."
Tanpa berpikir panjang lagi Jefri berjalan menuju kamar bernuansa putih itu.
"Yu, gua buka ya?"
"Iya masuk aja."
Jefri mendorong pelan pintu, takut tiba-tiba ada sesuatu yang nggak boleh dilihat. Begitu mendapati Ayu sedang mengikat rambut, ia dapat lega masuk.
"Mau kemana?" Tanya Jefri melihat tas besar bersandar di rak buku, sementara ia duduk di ranjang milik Ayu.
Ayu berbalik, senyumnya melebar memperlihatkan gigi kelincinya yang manis.
"Dimas ngajakin gua muncak," Katanya sambil menahan untuk tidak teriak kegirangan.
Dari reaksi gadis itu tentu Jefri sudah paham jika Dimas dimata Ayu seperti apa.
"Sekarang?"
Senyum Ayu langsung hilang. "Nggak Jef, dua tahun lagi."
Tololnya Jefri nanya begitu, entah efek karena pikirannya buntu sehingga ia reflek bertanya seperti itu atau apa. Yang jelas rasanya tiba-tiba sesak sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]Fakboi | Jaehyun
FanfictionTidak ada yang tahu jati diri seorang Jefri Brawijaya adalah fakboi berpenampilan softboi. ©Najadhk, 2020