12: Pasar Bunga

32 16 40
                                    

Bismillah

Hafshah baru pulang dari muhadatsah bersama dengan Rufaida. Ya, Rufaida mulai mengikuti beberapa kegiatan pesantren dan ini adalah kali pertama baginya. Selain sebagai sarana mengenal Islam, muhadatsah juga sebagai sarana untuk Rufaida mempelajari Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Lewat ini pula, Rufaida belajar huruf latin dan huruf hijaiyah.

"Tadi seru 'kan?" tanya Hafshah di tengah perjalanan.

Rufaida mengangguk membenarkan. "Tadi seru. Aku jadi kenal sama santri-santri yang ada di sini. Apalagi yang namanya Farhah, lucu banget anak itu." Rufaida tertawa pelan.

Hafshah ikut tertawa kecil mendengar penuturan dari Rufaida. "Dia memang begitu. Dulu, waktu pertama kali dia masuk ponpes, dia sering banget ngisi acara pentas seni di pesantren ini. Anaknya juga aktif, suka banget meramaikan organisasi dan ekstrakurikuler di ponpes," jelas Hafshah.

"Pantas saja dia kelihatan terkenal. Setiap yang lewat depan dia, pasti nyapa." Rufaida menimpali.

Baru akan menjawab ucapan Rufaida, bibir Hafshah kembali terkatup ketika suara salam menyapa dirinya dan Rufaida. Dengan senang hati, kedua gadis itu menjawab salam.

Di hadapan mereka berdua, berdiri seorang wanita berpakaian serba biru tua, jilbab lebar menutup hingga dada. Wanita itu tersenyum ramah, menatap kedua gadis di hadapannya secara bergantian.

"Kalian habis muhadatsah?" Pertanyaan itu diutarakan oleh Ustazah Fatma. Salah satu ustazah sekaligus guru terbaik di Pesantren Al-Mu'min.

Hafshah mengangguk. "Iya, Ustazah."

Sorot mata Ustazah Fatma kini beralih pada Rufaida. Gadis yang gambarnya terukir di kedua bola mata Ustazah Fatma itu tersenyum menatap wanita yang lebih tua beberapa tahun di atasnya.

"Kamu juga?" tanya Ustazah Fatma pada Rufaida.

Rufaida mengangguk membenarkan. "Saya baru pertama ikut kegiatan ponpes. Semoga saya isti ... is-tik?"

Hafshah menepuk pelan pundak Rufaida. "istikamah."

"Ah iya, istikamah." Rufaida tertawa pelan.

"Aamiin. Semoga kalian bisa menjadi sahabat yang baik. Saling menimbah ilmu dan mengamalkannya," tutur Ustazah Fatma yang diaamiinkan oleh Rufaida dan Hafshah.

"Kalau begitu, saya permisi. Assalamualaikum." Ustazah Fatma undur diri.

"Waalaikumsalam."

Begitu langkah Ustazah Fatma menjauh, Rufaida dan Hafshah ikut melangkah menuju ndalem. Kedua gadis itu berbincang ringan, guna mengisi detik-detik kosong di antara mereka.

✿•✿•✿

Saddam telah kembali ke lokasi pencarian. Hasil yang didapat oleh lelaki itu sama saja dengan yang ia dapat beberapa hari sebelumnya.

Kepalanya semakin berat. Rasanya semakin kacau bila hal ini terus berlanjut hingga waktu yang tidak diketahui. Saddam sangat gelisah, jantungnya selalu berdebar melebihi oktaf selama tanda-tanda Riley ditemukan belum terlihat.

Lelaki itu merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan menghubungi seseorang lewat sana.

"Iya, terus siarkan pencarian Riley di televisi, jangan pernah berhenti. Sekali lagi, setiap jeda iklan, pencarian ini harus terselip. Saya akan bayar lebih bila hal itu dilakukan, apalagi kalau sampai Riley ditemukan."

Lantas pembicaraan itu terhenti. Saddam menutup panggilan, setelah seseorang di seberang sana menyanggupi apa yang ia inginkan.

Lagi-lagi, detik-detik kosong yang Saddam lewati, diisi dengan lamunan sebagai sarana mengingat masa lalu bersama Riley tercinta.

PEACH [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang