Bismillah
Perempuan dengan rambut disanggul itu duduk dengan tenang di kubikelnya. Tak lama dari itu, ia teringat akan sesuatu yang saat ini sedang hangat diperbincangkan di kantor tempatnya bekerja. Perempuan itu berdiri, lantas berjalan dengan langkah bak model untuk menghampiri temannya.
"Yulia, kamu sudah dapat berita terbaru soal Riley?" Pertanyaan itu ia lontarkan pada Yulia, karyawan yang suka sekali meng-update informasi terbaru di kantor.
Pertanyaan perempuan itu rupanya tak hanya mengundang Yulia, tetapi teman-temannya yang lain ikut penasaran.
"Belum, Na. Kabar terbaru juga belum ada perkembangan. Nona Riley belum ditemukan," jelas Yulia.
Perempuan dengan name tag Hirana Giaa Gemilang itu tersenyum tipis. "Ya sudah, kalau begitu aku balik dulu."
Belum sampai di kubikelnya, langkah Hirana terhenti ketika suara Lilis, teman kantornya terdengar.
"Kamu kelihatannya seneng gitu, Na. Seharusnya kamu simpati sama musibah yang dirasakan keluarga Pak Rey. Calon menantunya belum ditemukan, tapi kamu malah tersenyum."
Hirana memutar tubuhnya, menatap Lilis dengan satu alis yang terangkat. "Mau aku simpati atau enggak, Riley juga enggak akan ditemukan."
Tak hanya Lilis, tapi yang lain ikut menggelengkan kepala seraya beristigfar.
"Seharunya kamu berdoa yang baik-baik untuk Nona Riley, Na. Ucapan adalah doa, kalau perkataanmu itu menjadi nyata, apa kamu tidak kasihan sama Pak Saddam?" tutur Yulia.
Hirana tertawa pelan. "Bodo amat, aku enggak peduli. Dengan hilangnya Riley dari bumi ini, itu lebih baik." Aku bisa dapatkan Saddam, seperti cita-citaku sejak lama.
"Hati-hati kalau ngomong, Na. Di kantor ini bukan cuma manusia yang bisa dengar, tembok juga bisa. Daripada kamu dipecat, mending ucapanmu kamu jaga," sahut Lilis.
Hirana tak menghiraukan. Menuruti perkataan teman-temannya, merupakan hal yang tidak pernah ia inginkan. Hidupnya adalah hidupnya, tak ada aturan yang harus ia turuti kecuali aturan yang sudah ditulis.
✿•✿•✿
Makan siang karyawan di perusahaan milik keluarga Alsheiraz menjadi waktu paling tepat untuk berbagi cerita dan berita. Hal itu menjadi salah satu hal yang membuat Hirana cukup bahagia, desas-desus akan ia dapatkan tanpa ia minta.
"Tuan Saddam juga memasang pencarian di televisi. Salut sama Tuan Saddam, sepertinya dia benar-benar cinta sama Nona Riley," tutur Yulia.
Reno menyahut,"Katanya, mereka pacaran sejak SMA, itu benar?"
Lilis mengangguk yakin. "Tuh, si Hirana teman SMA mereka."
Hirana memicingkan matanya. "Temannya Saddam saja. Aku tidak kenal Riley semasa SMA," bohongnya.
"Sepertinya Hirana suka sama Tuan Saddam," celetuk Reno.
Yulia tertawa pelan. "Kudet kamu, Ren. Itu sudah lama, kamu saja yang enggak tahu."
Reno membolakan matanya. Ia sungguh baru mengetahui fakta tersebut detik ini. "Tapi aku menyayangkan sikap kamu, Na. Meskipun notabenya Nona Riley itu rival buat kamu, tapi cara kamu berkata itu kurang baik."
Hirana memutar bola mata malas, perempuan itu menutup tepak makannya. "Sepertinya lipstick-ku kurang merah. Aku harus ke kamar mandi untuk memakainya. Selamat tinggal."
Hirana bangkit, meninggalkan obrolan yang semakin dibiarkan, semakin memojokkannya. Jujur saja, ia tidak tahan mendengar segala petuah dari teman-temannya. Mereka tidak tahu saja, bagaimana perjuangan Hirana dalam mendekati dan mencari perhatian dari Saddam sejak SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEACH [Sudah Terbit]
Espiritual[Spiritual-Romance] [SUDAH TERBIT] -Sebagian part sudah dihapus.- Bunga tulip bewarna peach pernah memberi kenangan indah bagi seorang gadis bernama Riley Arabelle Efigenia. Bunga tulip bewarna peach juga menjadi bunga favorit bagi gadis bermata cok...