"Gimana hari pertama kamu Kak, di sekolah baru?" ucap Salma sambil mengunyah potato chips.
Saat ini mereka sedang berada di ruang tengah. Ya, karena Shyna sangat bosan di kamar seharian sehabis pulang sekolah, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan ikut menemani Maminya menonton sinetron di TV.
"Masih aman sih, Mih."
Salma hanya khawatir dengan Shyna. Ia takut kejadian di sekolah lamanya terulang kembali. Dulu dia sering sekali kena kasus, bahkan sudah langganan masuk ke ruang BK yang berujung harus di skors selama berhari-hari.
Salma sangat berharap Shyna dapat berupa di sekolah barunya itu dan tidak berbuat kekacauan lagi.
"Aku juga udah dapet temen baru di sini," ucap Shyna.
"Siapa?"
"Namanya Sinta, keliatannya anak itu baik. Jadi Mami gak usah khawatir lagi kalau aku bakal kayak dulu."
"Oke kalau gitu, awas saja kalau Mami sampai dapet panggilan lagi buat ke sekolah gara-gara ulah kamu. Pokoknya Kali ini Mami gak bakal kasih ampun," kata Salma penuh penekanan.
"Iya."
***
Marvin merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya sambil menatap langit-langit kamar.
Dia merogoh saku celananya, mengambil selembar foto yang dia temukan di kamar Alfian. Itu Foto Alfian bersama Febi keduanya terlihat sangat serasi di tambah senyum kebahagiaan yang sempat dulu mereka rasakan.
Marvin merasa di hantui oleh rasa bersalah. Ia selalu menyalahkan dirinya atas kematian Alfian. Dia sangat rindu kepada Kakaknya itu, sejak dulu Alfian selalu membenci Marvin, karena sejak ada dia Alfian jadi merasa tersingkirkan.
Sejak Kecil Alfian merasa jarang mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya, bahkan dalam urusan Anak ia selalu di nomer dua kan, Alfian tahu jika dia lebih tua dari Marvin, ia juga selalu berusaha mengalah kepada adiknya itu. Tapi dia juga sedih, orang tuanya tidak pernah bisa mengerti bagaimana perasaannya jika ia harus terus-terusan mengalah. Lama kelamaan Alfian jadi merasa tidak di pedulikan oleh orang tuanya itu, bahkan usianya yang masih menginjak usia 6 tahun ia sering sekali mendapat pukul dari ayahnya.
"Maafin gue, Bang." Marvin mengusap air matanya yang entah sejak kapan mengalir di wajahnya.
****
Marvin melangkahkan kakinya memasuki ruangan tempat di mana dia sering berkumpul bersama teman-temannya.
Saat ini ruangan itu sudah ramai, banyak beberapa mantan anggota geng Exvors datang kemari, bahkan sampai alumni geng Exvors beserta ketuanya.
"Ada yang mau di bicarakan?" tanya Marvin kepada Victor, ketua Exvors sebelum Alfian.
"Gue dapat informasi beberapa hari yang lalu tentang kasus terbunuhnya Daniel, Adiknya Ezra." Victor melipat tangannya di depan dada, tatapannya tertuju kepada Marvin. Marvin yang menyadari itu, ia jelas tidak mengerti apa maksudnya. Lalu tentang kasus ini, apa hubungannya dengan Marvin?
"Daniel di bunuh tanpa sebab dan dia juga di bunuh secara mengenaskan." Budi merinding saat mendengar ucapan Victor barusan, ia tidak bisa membayangkan jika dirinya yang ada di posisi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVIN GERLANGGA
Teen FictionFOLLOW DULU BARU BACA:) Di saat aku menggenggam tasbihku, dan kau menggenggam salibmu. Apakah itu mungkin buat kita untuk bersatu? Tuhan kita beda, kita seamin namun tak seiman. Di saat aku mengucapkan 'Assalamualaikum' dan kau mengucap 'shalom'. Di...