Arshen merasakan sesuatu yang aneh. Aneh? Iya aneh. Pasalnya dari awal ia menarik gadis cengeng di koridor tadi rasanya sangat bising oleh rengekan gadis itu yang minta dilepaskan. Namun sekarang terdengar sepi dan tak ada sedikitpun suara yang berasal dari mulut Ayra.
Dengan tenang, Arshen berbalik. Apakah Ayra lelah menangis? Oh ataukah tidur? Tapi rasanya tidak mungkin gadis itu tidur dengan posisi berdiri.
"Kak lepas. Sakit." cicit Ayra, sangat pelan. Arshen tersadar, tangannya reflek mengendurkan genggamannya pada pergelangan Ayra.
Shit. Batin Arshen merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia membuat tangan gadisnya sampai memerah, bahkan Ayra sampai akan menangis lagi.
"maaf." ujar Arshen lembut mengusap halus pergelangan mungil tersebut. Dibawanya Ayra duduk di sofa yang ada di rooftop SMA Angkasa itu. Tempat di mana Ayra berpikir ia akan di terjunkan hidup hidup oleh seniornya.
"kenapa?"
Ayra mendongak, ia tak mengerti maksud cowok dengan tampilan jauh dari kata tertib itu. "apanya?"
"kenapa nangis?" sambung Arshen tanpa mengubah nada datarnya. Ayra menggeleng, "cuma dibercandain sedikit sama Manda sama Jeje tadi." tutur Ayra pelan.
"liat gue Ay." titah Arshen. Pasalnya setelah menggeleng gadis itu kembali menunduk. Tanpa melepaskan genggamannya pada tangan Ayra, jemari tangan kiri Arshen bergerak mengangkat dagu Ayra. "lo nggak budeg kan?"
Ayra menggeleng lagi, bola hazelnya menangkap netra hijau datar itu dengan gugup. "Ayra takut." ucap Ayra jujur.
Arshen mengehela napas ringan, "kenapa?"
Pakai nanya. Muka nyeremin begini gimana nggak bikin takut. Cibir Ayra dalam hati.
"habis Kak Arsi mukanya nyeremin." cicit Ayra jujur. "mana tadi pakai narik narik Ayra. Kaya penculik."
Oh sial, kenapa Ayra sangat menggemaskan. Namun dia adalah Arshen, ia dengan tenang menutupi rasa gemasnya dengan hanya terkekeh kecil dan mencubit hidung Ayra pelan. Sang empu hidung pun mengerucutkan bibirnya, "sakit lohhhh."
"dibercandain doang nangis." cibir Arshen mengubah posisi duduknya menghadap ke depan dengan sesekali melirik gadisnya.
"brisik." ketus Ayra membuat kerutan di dahi Arshen. Apakah barusan gadis bilang? "ngomong sekali lagi gih."
Ayra menciut, merutuki mulutnya yang nyeplos begitu saja. "brisik. Tadi Ayra ngomong gitu." ulang Ayra polos.
Sialan. Kenapa diulang beneran?!
"dibercandain apa emang?" tanya Arshen datar. Menenangkan Ayra itu butuh tahap, kalau kata Ndoro Patih sih gitu.
"masa kata Manda sama Jeje, nanti Ayra dibully bully." jawabnya dengan bibir mengerucut. Hell, bisakah kadar kelucuan Ayra ini ditunda sebentar. Arshen lelaki normal.
"terus?"
"iya udah gitu." jawab Ayra lagi. Arshen mengusap kasar wajahnya, "gitu doang?"
"iya. Kata Manda sama Jeje, kalau pada tau Ayra deket deket sama Kak Arsi nanti Ayra dibully. Sama Kak Fia katanya, juga sama Tamara."
Ingatkan Arshen untuk menyuap cabai ke mulut dua manusia itu.
"lo takut?" perlukah Arshen bertanya sodara sodara?
"ya iyalah!" sengak Ayra, "kalau Ayra nggak takut mah nggak akan nangis."
"emang dasarnya lo cengeng."
Bughh
"ngeledek Ayra mulu dari tadi!"
"nyebelin."
YOU ARE READING
ARSHEYRA
Teen FictionSKY HYPE SERIES A "jangan deket-deket sama cowok selain keluarga lo. Dan gue." Apa? Sebentar ulangi? "b-but w-why should I do that?" "lo nggak mau gue bunuh kan?" tanya Arshen tak bernada. Ayra mengangguk pelan dua kali. "i-iya, tapi kenapa gitu s...